Volume 1 chapter 19

1.5K 170 6
                                    

Genderang perang berbunyi kencang.

Pasukan Dong Lin sudah menjejakan kaki mereka di Kanbu dengan barisan rapi. Warna darah terlihat di mata mereka dan senjata mereka terlihat berkilau. Mereka siap membunuh – hanya tinggal menunggu perintah komandan mereka.

Dengan lambaian bendera dan suara peluit, pasukan memisahkan diri untuk memberi jalan pada komandan mereka.

Pingting menyaksikannya dengan mata menyipit dari tempat yang tinggi.

Diatas kudanya, Jendral utama pasukan Dong Lin, Chu Beijie mengangkat kepalanya tinggi. Sikap percaya dirinya menunjukkan ia sangat yakin dengan pertempuran ini, pedangnya yang terkenal tergantung di pinggangnya dan panahnya bersandar di kudanya.

Caranya berjalan seperti, daerah tersebut bukan milik siapa-siapa, sampai di gerbang Kanbu. Lalu tiba-tiba ia menengadah ke atas. Pingting menoleh ke bawah dan mata mereka bertemu, menimbulkan percikan-percikan. Kegembiraan dan kemarahan yang amat sangat melanda keduanya.

Pasukan Chu Beijie yang terdiri dari ribuan kuda dan prajurit yang tidak takut pada apapun, dan Pingting masih tetap duduk dengan gelisah di bawah tenda.

Ketika Pingting merasakan gelombang listrik dari percikan ketika bertatapan, tubuhnya terasa lemas seperti tenaganya telah terkuras habis dan penglihatannya menjadi kabur. Ia baru bisa menenangkan diri ketika tanggannya berhasil menyengkram tiang batu.

Melihat kebawah, ia melihat tidak ada prajurit berdiri di tembok Kanbu. Ia hanya bisa melihat sepasang mata yang ingin sekali melahapnya.

Chu Beijie selalu mampu membuatnya kehilangan tujuan, tenaga dan pikirannya. Dengan senyum kesal, ia menyadari bahwa ia begitu rindu untuk melihat sosoknya sekali lagi. Tanpa pikir panjang, kakinya mengambil dua langkah maju ke depan.

“Hati-hati Nona!” Rouhan memperingati. Rouhan adalah pengawal yang di perintahkan untuk menemaninya.

Pingting segera sadar, ia sedang berdiri di ujung. Selangkah lagi akan membawanya pada kematiannya.

“Nona ?”

Akhirnya Pingting sadar sepenuhnya. Benar, ia sekarang adalah seorang penasihat militer. Masa depan Kanbu, harapan Bei Mo, bahkan nasib anak Yangfeng, semuanya berada di tangannya.

Sinar kembali di bola matanya. Ia melangkah mundur dan duduk di depan kecapi tua yang telah di siapkan.

Menenangkan tangannya, ia telah mempersiapkan segalanya.

Pingting dengan pelan memberi perintah, “Teruskan perintahku, lanjutkan sesuai rencana.”

“Baik.”

Dari bawah, tatapan Chu Beijie tak pernah meninggalkan sosok anggun di dalam tenda.

Wanita itu tidak takut apapun, seperti yang di harapkannya. Sikapnya yang tidak acuh dan gayanya bergerak sangat khas.

Moran selesai berpatroli dan ia mendekati Chu Beijie, kemudian berbisik “Tuan, itu memang benar dia.”

Melihat ke sebuah tenda yang di letakan di atas bagunan, kau bisa melihat sosoknya.

“Dia sudah tahu, tidak pa-pa.” Chu Beijie menghela napas.

“Apakah sebaiknya kita segera melepas tawon beracun?”

Chu Beijie hendak menjawab ketika ia tiba-tiba mengerutkan dahi.

Ping!

Suara kecapi berhembus turun dari atas. Hanya sebuah petikan, garing dan mantap, membuat seluruh pasukan merasa seperti ditusuk jarum tepat di jantung mereka.

Gu Fang Bu Zi Shang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang