Volume 3 chapter 55
Gunung Songseng adalah perbatasan alami yang memisahkan dua negara, Bei Mo dan Yun Chang.
Sebuah desa kecil terletak di kaki gunungnya, jika dilihat dari pembagian wilayahnya desa itu masuk area Bei Mo tapi sangat terpencil. Tidak pernah tersentuh kegiatan militer karena terlalu jauh dari lokasi pos pemeriksaan. Para penghuninya lebih sering pergi ke pedalaman gunung untuk kebutuhan tanaman obat dan berburu, mereka tidak peduli dengan permasalahan Yun Chang dan Bei Mo.
Pegunungan Songsen adalah milik kami. AHan sering tertawa kecil ketika mengatakannya.
Menatap ke kejauhan, Ahan bisa melihat salju sepanjang tahun. Terlihat dingin dan pucat di bawah cahaya matahari, seperti berlian. Di desa, jejak musim semi mulai berdatangan, rerumputan tinggi sudah terlihat di sebelah timur, sepertinya bibit rumput muda dengan senang hati keluar dari balik persembunyiannya.
Musim semi sudah tiba, sorak sorai gembira terdengar di mana-mana.
“Para domba terdengar riang.” Ahan berkata ketika keluar di pagi hari. Suaranya tenang seperti biasanya, ia membawa seekor ayam dengan hati-hati. “Nyonya keluargaku memiliki ayam-ayam yang gemuk. Aku sudah menyiapkan satu untuk makan bayimu.”
Yangfeng keluar dari ruangan, ia meletakan jarinya di mulutnya dan mengelengkan kepalanya. “Ahan suaramu terlalu keras, kau akan membuat bayinya terbangun lagi.”
Ahan tiba-tiba teringat dan ia dengan malu mengaruk wajahnya, “Hah, aku lupa lagi, aku juga sering membangunkan Ahan kecilku.”
Yangfeng mengambil ayam dari tangan Ahan dan tersenyum, “Nyonya Pingting sedang keluar, tapi akan segera kembali.”
“Kakak?”
“Ia pergi bersama Weiting ke gunung, katanya ingin berburu, hasilnya nanti untuk ditukar dengan beras dan minyak.”
Ze Yin dan rombongannya datang ke tempat itu untuk menetap, mereka memutuskan untuk berburu dan mengembala ternak sebagai pencarian mereka. Ahan sering mengunjungi mereka, dengan kepribadian Ahan yang berterus terang sungguh beruntung ia tidak terlalu mencari tahu alasan mereka menetap. Melihat Ze Yin lebih tua, Ahan memanggilnya kakak, dan Yangfeng, tentu saja dipanggil kakak ipar.
“Aku tidak perlu duduk, aku masih harus mengurus kuda-kuda.”
“Ah, jangan pergi dulu.” Yangfeng menghentikannya dan berbalik ke dalam ruangan. Tak lama kemudian ia keluar dengan membawa sebuah bungkusan kecil. “Bukankah tangan istrimu melepuh kemarin? Bawa obat ini, seduh dan minumkan padanya.”
Mendengar kondisi istrinya, ia menjadi muram. “Obat-obatan tidak berguna, ia sudah mencoba banyak obat, tapi bengkaknya tidak membaik. Ia begitu kesakitan sampai tidak bisa tidur di malam hari.”
“Obat ini berbeda. Kuberitahu yach, Pingting memetik sendiri tumbuhan obatnya dari gunung.”
Mata Ahan membelak, “Nyonya Pingting bisa pengobatan?”
“Ia juga pintar untuk hal lainnya. Ia bukan tabib hebat, tapi ia lebih baik dari pada tabib Lou untuk masalah pengobatan.” Yangfeng menyerahkan bungkusan kecil itu pada Ahan dan berkata, “Memang mengembirakan melihat istrimu sembuh, tapi jangan menyebarkannya kemana-mana.”
“Mengerti, Nyonya Pingting sudah sering mengingatkan. Kakak ipar tenang saja, aku tidak akan memberitahu yang lain. Aku akan mencoba obat ini, kalau memang manjur aku akan membawakan ayam lagi nanti.” Ahan hendak pergi tapi kemudian ia menepuk dahinya, “Lihatlah, aku melupakan pesan istriku.” Ia menngambil tasnya dan mengeluarkan sesuatu. “Ini dua pakaian yang dijahit sendiri oleh istriku, sedikit kasar tapi bahannya kuat. Yang satu untuk Qing Er dan satunya lagi untuk babyi Nyonya Pingting.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gu Fang Bu Zi Shang (End)
Historical FictionGu Fang Bu Zi Shang (A Lonesome Fragrance Waiting to be Appreciated) Drama : General and I Author : Feng Nong Bai Pingting tidak pernah percaya perkataan "Kebaikan seorang wanita adalah kebodohannya". Walaupun ia hanya seorang pelayan dari Jin Anwan...