Suara angin, mendera keras telinga mereka. Mata Pingting tertutup rapat, tapi ia masih bisa merasakan tangan Chu Beijie mendekapnya erat-erat. Walaupun Chu Beijie jatuh setelah Pingting, tapi ia berhasil menangkap Pingting sehingga punggung Chu Beijielah yang menghadap daratan.
Ada beberapa kali suara dahan patah sepanjang mereka terjatuh melewati pepohonan hutan yang lebat. Cabang-cabang pohon terlihat berterbangan disekitar mereka.
Di tengah hutan lebat, yang dipenuhi pohon yang telah tumbuh berabad-abad, suara patahan masih berlangsung, dan kecepatan jatuh mereka mulai berkurang sedikit demi sedikit. Pingting dan Chu Beijie saling mengeratkan pelukan mereka, menolak untuk terpisah, karena mereka tahu kalau sebentar lagi akan menyentuh dataran dan entah mereka akan selamat atau tidak.
Dan kalau mereka mati, paling tidak, mereka mati bersama.
Dug! Dug! Dua kali suara teredam terdengar dari kesunyian hutan. Tidak terdengar suara tulang patah ketika mereka menyentuh tanah, hanya dua suara aneh tadi. Dan sepertinya tanahnya lumayan lembut, seperti kapas sehingga menggurangi benturan jatuh mereka.
Pingting dan Chu Beijie membuka mata mereka, tidak berani berpikir kalau mereka berhasil selamat. Mereka berdua melihat sekeliling dan akhirnya berteriak, “Ahh!” masih dalam keadaan terkejut dan gembira. Disekitar mereka tumbuh buah berry yang tidak diketahui jenisnya. Agak jauh dari sana terdapat bunga yang mekar dengan bebas, dan buah-buah berry itu, tidak ada yang pernah memetiknya sehingga mereka berjatuhan ke tanah. Tahun demi tahun, lapisan berry liar dan daun semakin meninggi. Dan pada tahun ini, berry liar telah matang, dan sekali lagi berjatuhan di tanah yang membuat lapisannya semakin tebal dan cukup untuk menyelamatkan mereka.
Dedaunan yang terbujur nyaman di tanah, seperti bantal empuk untuk mereka mendarat dan selamat, seperti yang sudah di gariskan takdir.
Pingting tersenyum manis pada Chu Beijie, saat ini mereka berada di tempat yang belum terjamah oleh seorangpun. Tapi sudut mulut Chu Beijie sama sekali tak bergerak, malah membeku dan menampakkan ekspresi aneh.
Melihat prilakunya, wajah Pingting menjadi keras dan berusaha menebak pikiran Chu Beijie.
Sepertinya Chu Beijie memikirkan sesuatu dan ekspresi wajahnya semakin mengelap. Dan, karena lapisan tempat mereka mendarat sepertinya ditutupi embun dingin, ia berputar ketempat yang lebih rendah untuk beristirahat.
Pingting memandanginya ketika ia bergerak menjauh. Ia melihat Chu Beijie melepaskan ransel perangnya dan melihat darah segar menetes ke tanah, dari lengan kanannya. Hal ini mengejutkannya dan Pingting segera menghampirinya, kepalanya tertunduk karena khawatir. “Aku akan membantumu,” ia berbisik.
“Pergilah.” Chu Beijie menggerutu dengan dingin dan kasar. Chu Beijie mendengar Pingting terkejut dan mundur selangkah, tapi matanya tetap menatap ke arahnya. Chu Beijie mengabaikannya dan mengeluarkan obat-obatan dari ranselnya yang selalu disimpannya, untuk berjaga-jaga ketika keadaan darurat. Ia mengoleskannya disekitar lukanya, menggertakkan giginya menahan sakit lalu membalutnya.
“Jalur Lembah Awan...” Pingting tahu Chu Beijie sedang marah sehingga ia berkata dengan suara pelan, “Akulah yang memerintahkan, untuk menghentikanmu, agar tidak bisa mencapai perkemahan kami, maaf, aku lupa memperingatkanmu.”
Chu Beijie sepertinya tidak mendengarkan. Kepalanya tertunduk juga, dan ia masih berkutat membalut lukanya.
“Sebelumnya, dua pasukan sedang berperang, dan aku sebagai penasihat utama militer harus menentukan sebuah rencana. Aku... siapa yang bisa menebak, kalau kau akan pulang, melewati jalur yang sama....”
Chu Beijie menyentakkan kepalanya, matanya yang tajam menusuk Pingting. Dengan suara dingin, ia berkata, “Datang atau pulang, aku akan melewati jalur itu. Jadi rencanamu yang sebenarnya adalah ..... membunuhku. Bagus, bagus sekali.” Ia menatap Pingting dengan lebih menusuk. Bagaimana ia tidak marah, pertama ia merasa sangat gembira, kemudian menyadari bahwa ia mungkin saja dibunuh oleh orang yang sama, orang yang sangat dikasihinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gu Fang Bu Zi Shang (End)
Historical FictionGu Fang Bu Zi Shang (A Lonesome Fragrance Waiting to be Appreciated) Drama : General and I Author : Feng Nong Bai Pingting tidak pernah percaya perkataan "Kebaikan seorang wanita adalah kebodohannya". Walaupun ia hanya seorang pelayan dari Jin Anwan...