Salju pertama Bei Mo datang dipertengahan bulan November.
Jendral Ze Yin memilih waktu ini untuk datang ke istana, untuk mengajukan pengunduran dirinya dari militer kepada Raja Bei Mo.
“Mengapa begitu tiba-tiba?” Raja Bei Mo tiba-tiba kehilangan minat untuk menikmati salju, ia menoleh kepada Ze Yin dengan mulut menganga.
Ze Yin membalas, “Bahaya di perbatasan sudah berlalu, maka Ze Yin harus menepati janjinya pada Yangfeng.”
“Tidak lagi berurusan dengan masalah militer sehingga kau bisa menemani istrimu hingga hari tua, dan menyaksikan alam berkembang tahun demi tahun, apa aku benar? Sungguh janji seorang pria sejati.” Raja Bei Mo berbalik arah, menolak untuk berkata lebih lanjut. Setelah beberapa saat, ia akhirnya menambahkan, “Apa Yangfeng masih merasa bersalah atas kematian dua Pangeran Dong Lin?”
Ze Yin berkata dengan menghela napas berat dan merendahkan suaranya. “Kebaikan hati seorang wanita sebaiknya tidak dilibatkan dengan masalah negara. Ini bukan kesalahan Yang mulia.”
“Jadi, sepertinya ia masih mendendam padaku. Sungguh di sayangkan, tak ada apapun yang bisa menggantikan seorang teman baik.” Raja Bei Mo tersenyum getir sambil mengangguk, “Apa lagi yang bisa kukatakan? Baiklah, baiklah, Jendral Ze Yin kau boleh pergi.”
Di Kediaman Jendral Utama di Bei Mo, di tengah langit dan tanah yang bersalju terdapat tulisan ‘pergi meninggalkan’ dari atas gerbang utama, tulisan tersebut di tulis sendiri oleh Raja Bei Mo.
Keinginan Ze Yin untuk menggundurkan diri telah lama tercium oleh para pelayan yang telah bersamanya selama bertahun-tahun dan mereka sangat setia. Kemanapun Ze Yin pergi, mereka akan mengikuti, jadi ketika kabar burung menjadi resmi, suasana kediaman tetap tenang seperti biasanya. Setiap orang sepertinya saling mengerti maka mereka membereskan barang mereka masing-masing tanpa banyak bertanya, bersiap meninggalkan Bei Yali.
Salju masih terus turun selama tujuh hari berikutnya, tanpa tanda-tanda akan berhenti.
Jalur perjalanan meninggalkan Bei Yali sangat putih bersalju, dan sebuah kelompok kecil berjalan dengan santai di atasnya. Roda kereta menekan salju, meninggalkan dua jejak yang panjang.
Sebuah kereta yang paling bagus berada di tengah, sebuah pemanas kecil di nyalakan. Yangfeng menundukan kepalanya, melihat ke arah bayinya yang berada di lengannya. Bayi itu begitu aktif, persis seperti ayahnya yang baru akan tertidur setelah begitu lama membujuknya.
Sebuah senyuman terbentuk di bibirnya dan ia meletakan bayinya di atas sebuah selimut kecil, membungkusnya dengan hati-hati. Yangfeng bersin kecil ketika ia mendekati jendela.
“Mengantuk?” Ze Yin bergerak memandangi mereka, perlahan memperhatikan bayinya yang tertidur. Ia terbiasa mengangkat pedang dan membunuh, tapi melihat kelembutan tersebut, seorang bayi yang baru lahir, ia hanya bisa berpikir kalau ia akan menyakitinya jika berusaha memeluknya. Ia merasa lebih takut ketika menjadi seorang ayah pertama kalinya dibanding ketika ia terjun ke medan perang untuk pertama kali.
Yangfeng melihat raut wajahnya dan terkekeh perlahan, bergerak mendekatinya, menyaksikan anak mereka bersama-sama. Dengan suara penuh cinta ia berkata, “Lihat hidungnya dan mulutnya yang kecil. Ia sungguh seperti Ze Yin kecil.”
“Wajahnya mirip ibunya.” Ze Yin sangat riang, “Anak ini benar-benar mirip ibunya. Ia memiliki masa depan menjanjikan. Yangfeng, aku sungguh berterima kasih padamu.”
Yangfeng terkejut. “Terima kasih padaku?”
“Ini semua berkatmu, kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa memiliki seorang bayi yang imut?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Gu Fang Bu Zi Shang (End)
Historical FictionGu Fang Bu Zi Shang (A Lonesome Fragrance Waiting to be Appreciated) Drama : General and I Author : Feng Nong Bai Pingting tidak pernah percaya perkataan "Kebaikan seorang wanita adalah kebodohannya". Walaupun ia hanya seorang pelayan dari Jin Anwan...