Pingting merasa kacau menatap hidangan makan malamnya. Tidak diduga, ternyata Chu Beijie tidak datang berkunjung hari ini, tapi ia bagaimanapun telah mengharapkan kedatangannya dan telah menyiapkan banyak pertanyaan untuknya.
Keheningannya terasa janggal sampai Nona Hua berpikir kalau Pingting sedang bertingkah aneh. Ia tidak meminta Pingting untuk mengerjakan apa-apa lagi setelah makan malam, dan menyuruhnya untuk beristirahat.
Pingting sudah tidak tidur sepanjang malam kemarin, dan hari ini walaupun ia sangat lelah, ia tidak bisa tidur. Ia membuka matanya lebar dan memandang ke langit-langit, jantungnya berdebar tak beraturan. Ia turun dari tempat tidurnya dan mengamati keluar jendela.
Dan seperti yang dikira, ada seseorang di depan kamar Nona Hua.
Ia terlihat begitu hikmad, misterius dan tersenyum angkuh, dan Pingtig dengan tenang mengamatinya. Awalnya ia menyakinkan dirinya sendiri kalau pria itu hanya sedang bertindak aneh, tapi setelah beberapa lama, ia memutuskan bahwa ia sungguh kejam jika membiarkannya berdiri disana sendirian
Chu Beijie berniat untuk berdiri sepanjang malam lagi. Ia telah mengerjakan begitu banyak pekerjaan di Kediamannya, dan besok akan lebih banyak lagi. Tapi ia tetap datang bagaimanapun, dan ia hanya berdiri disana, memikirkannya sedang bermain kecapi dan percakapan mereka, ia tersenyum.
Ia mendengar langkah kaki dibelakangnya dan berbalik, “kau lagi ?”
Pingting menundukkan kepalanya. Di tanganya ia membawa sebuah kursi dengan bantal kulit. Ia menunjuk pada Chu Beijie kemudian menunjuk pada kursi.
“Aku tidak lelah, aku tak perlu kursi.”
Mata Pingting mungkin yang paling cermelang di dunia, tiba-tiba terlihat sedih, hal ini menusuk hati Chu Beijie. Matanya membuatnya merasa bersalah karena telah menolak kebaikannya.
Pingting mnatapnya, kegelisahan, perhatian dan kebingungan tersembunyi di matanya. Matanya menantangnya hingga ia menyerah dan berkata. “Baiklah, baiklah. Terima kasih.”
Mata mungilnya tiba-tiba bersinar, seperti cahaya dari mutiara langka. Dan bila hati Chu Beijie terbuat dari es akan meleleh seketika, membuatnya merasa nyaman dan duduk menjadi pilihan yang menyenangkan.
Pingting melihat Chu Beijie duduk dan berbalik, untuk pergi ke ruang dalam.
Chu Beijie memperhatikannya ketika ia berjalan masuk, ia bingung dengan tindakannya sendiri. Tapi kemudian ia ingat janjinya untuk melindungi phoenix dan berbalik ke arah kamar Nona Hua.
Setelah beberapa saat ia mendengar langkah kaki lagi mendekatinya lagi. Chu Beijie menyipitkan matanya, tapi tidak berbalik. Seperti yang di duga, Pingting datang kembali. Ia meletakan sebuah nampan besar di tanah. Di atas nampan ada sebuah cangkir dan teko. Bahkan, juga ada beberapa kue kecil.
“Kau sungguh memikirkan segalanya.”
Pingting telah berjalan jauh untuk mendapatkan kue dari dapur. Ketika ia dipuji ia tak bisa menahan senyumnya.
Senyumnya perlahan mengembang, bukan hanya bibirnya yang tersenyum, tapi setiap senti wajahnya tersenyum indah. Chu Beijie seketika terpesona, ia benar-benar cantik. Tapi ketika ia melihat lebih dekat, ia menyadari bahwa gadis itu adalah si pelayan bisu, dengan dua mata besar meskipun sederhana.
Chu Beijie telah melihat lukisan Nona Hua, ia sangat cantik.
Pingting dikelilingi sinar bulan, dan Chu Beijie hanya menatapnya seperti orang yang sedang mabuk. Orang ini keberadaannya sangat kuat, bahkan di Kediaman Hua ini. Walaupun ia duduk di kursi saat ini, ia tetap lebih besar di banding orang lainnya. Apa ia manusia sungguhan? Ketika Pingting melirik sekilas padanya, sebuah pikiran jahil melintas di kepalanya, mengingatkannya pada Tuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gu Fang Bu Zi Shang (End)
Historical FictionGu Fang Bu Zi Shang (A Lonesome Fragrance Waiting to be Appreciated) Drama : General and I Author : Feng Nong Bai Pingting tidak pernah percaya perkataan "Kebaikan seorang wanita adalah kebodohannya". Walaupun ia hanya seorang pelayan dari Jin Anwan...