Volume 1 chapter 11

1.9K 198 1
                                    

Musim dingin berlalu, dan musin semi datang.

Bunga-bunga bermekaran dan kupu-kupu berterbangan, terkadang mereka bertengger di jari.

Disebuah rumah besar dekat perbatasan Gui Li dan Bei Mo, Pingting menatap bosan ke arah langit.

“Kau semakin kurus akhir-akhir ini.” He Xia berdiri dibelakangnya, mengeluh. “Pingting, kau berubah.”

“Berubah?” Pingting tertawa kecil, mengerakkan jarinya sehingga kupu-kupu yang bertengger di jarinya terbang. Ia melihat keatas, “Siapa yang berubah? Pingting masih bernama Bai, masih pelayan Tuan, masih bermain kecapi untuk Tuan setiap hari.”

He Xia memperhatikan Pingting, sampai Pingting tak berani bertemu mata dengannya. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari belakangnya. “Untukmu.”

“Apa itu?” Pingting melihatnya dengan hati-hati, ternyata itu adalah pedang yang diberikan oleh Chu Beijie sebagai bukti janji gencatap senjata. “Ini adalah lambang perdamaian antara dua negara. Kau tak bisa begitu saja memberikannya padaku.”

“Chu Beijie memiliki kebiasaan, disetiap peperangan ia selalu mengenakan pedang di kiri dan kanan. Lambang perdamaian ini adalah pedang kirinya.”  He Xia berhenti sebentar, merendahkan suaranya dan berkata, “Pedang ini dikenal dengan nama Hati yang Pergi.”

Mata Pingting menatap pedang abad dua puluh itu, tangannya terbuka dan perlahan menyentuhnya, menggulang kata-kata Tuannya, “Hati yang Pergi.”

“Dan aku tidak mengerti mengapa waktu itu ia meninggalkan pedang yang paling penting, pedang kirinya, bukan pedang kanannya. Tapi sekarang aku mengerti. Ia meninggalkan pedang ini untukmu, karena jiwamu telah pergi dari dunia ini.”  He Xia menyerahkan pedang itu ke tangan Pingting, mengeluh lagi, lalu berjalan pergi keluar ruangan.

Hati yang pergi.

Pingting memeluk pedang itu, sarung pedang yang dingin menekan kulitnya.

Ia menatap jauh.

Benar, jiwanya telah hilang bersama tubuh yang menghilang diatas kuda.

Bagaimana aku bisa melupakan Chu Beijie?  Saat ini sedang musim semi, waktu yang cocok untuk mengagumi bunga-bunga.

Setelah segalanya dipersiapkan, ia menghabiskan siang dan malam, dengan hati-hati dan mantap, memikirkan tentang Chu Beijie.

Mengapa hatinya menjadi seperti lumpur yang berangsur-angsur meleleh di air, ia tidak tahu. Ia tidak mengingat tipu dayanya, perencanaannya, atau tindakannya yang telah memojokkan Chu Beijie pada kekalahannya. Ia hanya bisa memikirkan tiga malam itu, ketika di Kediaman Hua, waktu itu wajahnya sangat tulus dan bersungguh-sungguh saat berdiri berjaga.

“Orang seperti apa dirimu?” Pingting menaikkan kepalanya menatap awan. “Kau membenciku atau kau mencintaiku? Sebelum kepergianmu, apa kau berpura-pura cemas, atau kau berbohong padaku?”

Ia sangat lembut, siang dan malam. Itu benar.

Tipu muslihat dan kebohongannya, tidak salah juga.

Pingting sangat pintar, tapi ia sangat binggung saat ini seperti terjebak di pasir hisap, tak bisa menarik keluar dirinya sendiri.

Tiba-tiba merasakan tepukan di pundaknya, Pingting segera berbalik, terkejut.

“Hahaha, mimpi siang hari lagi?” Dongzhuo pura-pura menyeringai, tapi melihat wajah pucatnya, ia segera berhenti tertawa. “Eh, eh? Kenapa kau menangis?”

Pingting segera menghapus air matanya, melirik sekilas dan berkata, “Kau tak pernah serius. Kau akhirnya memutuskan untuk merubah kebiasaanmu itu setelah kecelakaan kemarin, tapi baru beberapa hari kebiasaan burukmu kembali lagi.”

Gu Fang Bu Zi Shang (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang