8) thantophobia

2.9K 154 15
                                        

Bahagiaku, bahagiamu. Bersabarlah menghadapi sikap antimeanstreamku. Karena dengan itu aku kuat. Karena dengan itu, aku bisa menutupi semua kesedihanku.

-Querencia-

Harinya terasa begitu lelah. Sinar matahari yang mulai tenggelam seakan dimakan oleh semesta. Menciptakan sinar orange yang membentang di seluruh sudut langit. Memberi kehangatan dan ketenangan bagi penikmatnya. Senja pun datang. Pria dengan handuk kecil yang memeluk di lehernya, dan rambut yang tampak basah, ia terlihat tampan. Bukan. Memang tampan. Sangat tampan. Hidungnya yang mancung dan rahangnya yang tegas itu membuat kejantanannya bertambah. Berkharisma.

Dengan balutan kaos hitam polos yang kontras dengan tubuhnya membuat dirinya semakin menawan. Dan celana putih selutut yang mendominasi penampilannya.

Ia beranjak ke ranjangnya, dan menggelentangkan tubuhnya begitu saja.

"Capek banget gue anjir," gumamnya sendiri.

"Den Arga!"

Teriakan di balik pintu kamarnya ditangkap oleh indra pendengarannya.

Arga Revano Gavin. Pria tampan itu menghela napasnya dan beranjak ke 'sumber suara'. Perlahan, pintu kamarnya pun ia buka, muncul sosok paruh baya dengan serbet yang setia di pundak ibu itu.

"Kenapa Bi?"

Sosok itu pembantu di rumahnya. Di rumah Arga memiliki banyak pembantu. Diantaranya, dua pembantu khusus memasak, satu pembantu khusus untuk dirinya, dua pembantu untuk orang tuanya, satu pembantu pembersih kolam renangnya, dua pembantu mencucikan mobil papahnya dan motor miliknya, dan satu pembantu yang setiap kali membersikan taman rumahnya. Totalnya ada delapan. Dan planning Papahnya akan menambah dua pembantu lagi untuk melayani dirinya dan Mamahnya ketika sedang di tempat kerja.

Yap. Papah dan Mamah Arga memiliki kekayaan yang sangat besar. Rumahnya yang antik dan mewah itu cukup membuat orang ternganga tak percaya atas keberhasilan kedua orang tuanya. Papahnya yang menjabat sebagai kepala sekolah di SMA Bisa dan Mamahnya yang memiliki sebuah cafe besar-besaran itu membuat kekayaan mereka melimpah, belum lagi warisan dari orang tua mereka. Arga bangga. Tapi ada yang ia segani. Tak ada waktu sepeserpun untuk dia dan keluarga kecilnya sekedar bercakap mesra.

Sejak kecil ia harus merasakan sampai sekarang ini. Dan Arga sebenarnya tak tahan akan takdir yang diberikan Tuhan. Ia terkadang iri melihat tetangga rumahnya yang selalu menyempatkan berlibur bersama, walaupun satu Minggu sekali, tapi itu sangat berharga, menurut Arga.

Suasana malam yang dingin ini pun ia harus merasakan sendiri. Kesunyian menjadi teman setianya.

"Kata tuan Bagas, den Arga makan di cafe Nyonya. Soalnya nyonya Friska pun nggak pulang malam ini."

Muak dengan perkataan ini. Sudah berkali-kali Papah dan Mamahnya mengatakan hal ini. Basi.

"Hm."

Arga menjawab seadanya dan menutup pintu kamarnya. Ia tak peduli dengan apa yang dikatakan pembantunya tadi. Setelahnya, ia mengambil jaket berwarna abu-abu miliknya dan mengambil kunci motornya. Pintu kamarnya terbuka, digenggamnya daun pintu ke luar rumah. Tapi sapaan dari belakang punggungnya menghentikan langkahnya.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang