30. Terkuak

1.2K 78 19
                                    

Di balik sifat absurd seseorang, ada hati yang patah perihal masalah dunia.

-Querencia-

Semua orang berkumpul menunggu hasil dari dokter. Isakan dari mereka masih terdengar. Terlebih pada Alby dan Bella. Sosok ibu dan anak itu tersedu-sedu. Teman-teman Alby yang berada di sampingnya berusaha menenangkannya-Odel, Leora, Ata, Dimas, Rey, Gio, dan Arga bersama keluarganya.

"Ma ...." lirih Alby yang masih didekap oleh Bella. Bella mengelus puncak kepala Alby agar anaknya itu tenang.

"Al, kita berdoa, semoga Devon baik-baik aja," ujar Odel sambil mengelus punggung Alby dan diikuti oleh Leora dan Ata.

Alby melepas pelukannya. Matanya sangat sembab. Rambutnya pun tak tertata rapih. Lalu, ia mengepalkan tangannya kuat. Menghantam tembok rumah sakit. Semua orang di sekitarnya kontan panik. Begitu juga Bella, paruh baya itu sontak memeluk Alby lagi.

"Tenang Alby!" teriak Bella sambil terisak.

Alby kembali menangis. Friska yang melihatnya pun langsung memeluk Alby juga. Menenangkan gadis yang sudah dianggap anaknya sendiri.

"Sayang ... kamu nggak boleh begini, kita tunggu hasilnya, ya. Kamu juga harus sabar ya, Bel," seru Friska ke Alby Bella.

"Kalian semua tenang, ya, saya sudah menghubungi polisi untuk mencari pelakunya," ujar Bagas. Semua telinga yang mendengar pun bernafas lega. Tidak melainkan Alby dan Bella.

Semua orang di sana khawatir akan keadaan Devon. Ardian yang menjabat sebagai teman dekatnya Devon pun ikut terhanyut suasana. Ia termenung lama. Perlahan, tatapannya terarah ke Arga yang berdiri di sampingnya.

"Ar," panggil Ardian ke Arga.

Arga hanya melirik sambil menautkan alisnya.

"Ikut gue," ajak Ardian yang beranjak dari sana. Arga pun mengikutinya dari belakang. Ardian berjalan menuju halaman depan rumah sakit itu. Ia duduk di kursi kecil yang tersedia di sana. Arga pun ikut duduk di samping kakaknya.

"Kenapa, Bang?" tanya Arga.

"Kita harus menemukan pelakunya."

Arga mengerutkan keningnya. "Pelaku yang ngehajar Devon?"

Ardian mengangguk. "Gue nggak terima kalo temen gue ada yang mau dibunuh, apalagi ini fatal banget," ungkap Ardian.

Arga berusaha mencerna ucapan kakaknya. "Gue setuju, Bang. Gue juga nggak terima. Dasar pshycopat tuh orang, bangsat!"

"Nggak ada gunanya lo ngumpat gitu selagi belum di depan pelakunya," sergah Ardian.

Akhirnya mereka berdua pamit dari sana dan sudah mendapatkan izin dari Bagas dan Friska selaku orang tua mereka.

Arga dan Ardian memasuki mobil Papanya. Ardian yang mengendaraipun sudah tak sabar ingin menemukan pelakunya.

"Kenapa gue nggak ada di samping lo waktu lo dipukulin Von ...." gumam Ardian yang masih menyetir.

Arga yang di sampingnya terenyuh mendengar gumaman kakaknya. Ternyata di balik sosok Ardian yang menyebalkan terdapat hati bak malaikat di sana. Arga dan Ardian menuju ke tempat di mana mereka menemukan tubuh Devon yang sudah tak berdaya.

Setelah sampai di sana, mereka berhenti. Jalan itu nampak sepi. Padahal masih jam delapan malam, namun tak ada seseorang atau kendaraan pun yang melewatinya. Pepohonan besar di sekitar mereka berjejer rapi layaknya sebuah hutan. Tanpa pencahayaan dan tidak ada satupun rumah warga di sana.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang