42. Saudade

1.1K 75 1
                                    

Merindu tapi tak bertemu layaknya ingin menyatu tapi hanya sebatas bualan semu.

-Querencia-

Matahari mulai menenggelamkan dirinya. Hari terasa lebih cepat, malam telah menjemput surya. Angin yang menerpa jendela sesekali menyebabkan suara hentakan kecil. Dinginnya angin kala itu membuat semua manusia menarik jaket, selimut, atau apapun yang membuat tubuh hangat.

Tak lain wanita paruh baya yang tengah duduk di kursi roda. Di depan pintu rumahnya seraya menatap jalanan malam yang sepi. Tak ada siapapun orang yang berlalu-lalang. Sunyi.

Sudah beberapa hari ia tak bersua dengan anak putrinya. Jujur saja, dia rindu. Siapa yang tak rindu dengan anak kandungnya jika sudah beberapa hari tak bertemu? Mungkin ini terkesan lebay, tapi wanita itu benar-benar rindu.

Bella memeluk tubuhnya sendiri. Angin malam telah menusuk pori-pori. Dingin. Matanya beberapa kali mengerjap, berharap Alby pulang ke rumahnya.

Lingkar tangan yang berasal dari belakang punggungnya, membuat Bella terkejut. Rupanya itu Devon. Anaknya yang tampan memeluknya secara tiba-tiba dan mencium pipi Bella secara lembut.

Bella yang merasakan kecupan hangat membuat bibirnya mengulum senyum. Devon nampak mengitarinya, dan berjongkok di hadapannya seraya memegang tangannya.

"Ma, ngapain masih di luar? Udah malam juga, angin malam nggak baik buat kesehatan," ujar Devon.

Bella tersenyum hangat. "Mama lagi pengen sendiri, Devon, sekalian nyari angin."

Devon mengelus punggung tangan Sang Mama, setelah itu ia nampak menautkan alisnya.

"Ma, gimana kalau besok kita ke rumah Arga? Mama pasti rindu kan sama Alby?"

Ucapan Devon membuat hati Bella berdesir hebat. Bibirnya tak bisa menahan senyum.

"Beneran?" tanya Bella memastikan.

Devon mengangguk tegas, "Iya. Kalau Mama mau, Devon bakalan ajak Mama ke sana. Kalau Mama nggak mau juga nggak pa-pa," jawab Devon.

"Mama mau!" Bella tersenyum lebar dengan mata yang berbinar. Rasa rindunya sudah membuncah. Ia tak bisa menahan perasaan itu.

Devon memeluk tubuh Bella. Bella pun membalas pelukan itu. Setelah puas, mereka melepas pelukan dengan senyuman yang belum sirna.

"Mama mau nelpon Alby?"

Bella menganggukkan kepala. "Boleh."

Devon tersenyum sambil mengambil benda pipih di saku celananya. Ia menempelkan ponselnya ke telinga Sang Mama.

"Hallo, Bang. Kenapa?"

Suara di seberang telfon membuat hati Bella bergetar. Tanpa sadar airmatanya sudah jatuh dari tempatnya. Sungguh, bibirnya sangat kelu.

"Hallo?"

"Al ... by," sapa Bella sambil terisak.

Alby yang di sana pun terdiam sejenak.

"Mamaaaa! Alby rindu!" teriaknya.

Bella mengusap airmatanya kembali.

"Alby, besok Mama sama Devon mau ke situ, boleh?"

"Wahh, boleh, Ma. Alby malah seneng kalo Mama ke sini," jawab Alby dengan nada sumringah.

"Oh ya, Mama jangan lupa bawa oleh-oleh, ya. Arga pelit banget, Alby nggak pernah dikasih makan, bisa-bisa anak mama jadi korban busung lapar!"

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang