4) Murid baru

4.4K 230 30
                                    

Diam. Kau tak perlu banyak bicara. Cukup angin lalu yang membawa segala keluh kesahmu. Walau helaan napas keluar dari indra penciumanmu, tolong tahan dulu. Tunjukkan bahwa kau kuat.

-Querencia-

Mentari pagi menyinari bumi seperti biasanya. Kicauan burung terdengar indah di indra pendengaran. Sinar yang menilik dari celah langut memberi kehangatan tersendiri bagi penikmatnya. Embun-embun mulai berjatuhan dari dedaunan tanaman. Udara terasa lebih sejuk dan membuat nyaman siapa saja yang menghirupnya.

Seperti halnya Alby. Gadis manis itu tengah menikmati suasana yang disajikan oleh semesta pagi ini. Alby betah berlama-lama di taman samping rumahnya. Lengkungan tipis tercetak di bibirnya. Ia ikut tersenyum, seakan membalas senyum hangat dari matahari. Alby tidak mau menyia-nyiakan moment ini. Moment yang baginya istimewa dan nyaman kedua setelah senja, favoritnya.

PRAK!

Suara pecahan sebuah benda mengalihkan perhatiannya. Alby beranjak dari tempat, lalu mencari sumber suara tadi. Gadis itu melangkah ke arah dapur karena suaranya terdengar jelas dari arah sana. Saat melangkah, ia tak sengaja menginjak pecahan gelas yang sudah retak menjadi kepingan kecil. Kakinya tergores, membuat Alby meringis kecil. Bercakan darah keluar pun ternyata sudah dari telapak kakinya.

Tak memperdulikan kaki, tatapan dia justru menyeluruh ke sudut ruangan, tak ada siapapun seseorang yang berada di dapur. Alby kira kejadian tadi perlakuan mamanya, tapi dugaannya salah. Tak ada batang hidung sang mama di tempat itu.

Tunggu.

Alby mendengar sesuatu berasal dari kamar yang berdekatan dengan dapur. Tak lain kamar Maya—Mamanya. Ia kontan melangkah lebih dekat ke arah pintu ruangan tersebut. Perlahan, Alby menempelkan indra pendengarannya ke badan pintu—berusaha menguping pembicaraan Maya dengan seseorang di sebrang telepon.

"Tolong, jangan sekarang ...."

"Aku masih sayang dia, aku nggak mau kehilangan dia. Cuma dia yang aku punya satu-satunya."

"Mungkin aku egois, tapi tolong beri aku waktu beberapa bulan untuk bersamanya. Setelah itu akan ku katakan yang sebenarnya."

Hanya kalimat itu yang terdengar samar di indra pendengaran Alby. Alby juga mendengar ringisan kecil dari Maya. Entah apa yang terjadi dengan Mamanya, sampai harus meninggalkan pecahan gelas yang telah melukai anaknya.

Pikiran Alby mulai kacau. Di saat ia sudah mendapatkan ketenangan yang disajikan semesta untuknya, kini dia malah mendapatkan hal yang membingungkan. Alby masih saja berdiri di depan pintu kamar Mamanya, seraya mendengarkan ringisan kecil dari Maya yang masih terdengar.

Rasanya, gadis itu ingin masuk ke dalam kamar Maya dan melihat bagaimana keadaan mamanya. Rasanya, Alby ingin segera memeluk malaikat tanpa sayapnya itu jika menangis. Bahkan, Alby akan membunuh seseorang yang telah membuat Maya menangis tersedu seperti itu. Alby sempat melangkahkan kakinya ke depan, tapi ia mengurungkan niat. Dia kembali memundurkan langkah. Tak pantas jika seorang anak ikut campur dengan masalah mamanya. Alby hanya membiarkan tangisan Maya reda, sampai tangisan itu tak terdengar lagi di telinganya.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang