61. Onism

923 74 26
                                    

Saat cahaya bahagia telah redup, di saat itu pula diri merasa tidak pantas untuk hidup.

-Querencia-


"Alby, bangun ...."

Gadis itu membuka matanya perlahan kala suara tak asing menyapa indra pendengarannya. Matanya terbuka perlahan dengan perasaan kaget tak karuan. Pasalnya, ia tiba-tiba berada di tengah-tengah pepohonan lebat. Pandangannya menyeluruh, meneliti sudut demi sudut tempat itu. Tak ada siapapun di sana. Lantas, dia menatap langit yang memaparkan semburat sinar jingga menyala.

Alby terkejut bukan main. Ia sontak melirik arloji yang melingkar di tangannya, pukul lima sore. Dia berdiri dari tempatnya dengan anggota tubuh yang terasa sangat pegal.

Tunggu.

Alby kembali merasakan keanehan pada dirinya. Tatapannya beralih ke pakaian yang ia kenakan. Matanya membulat seketika. Mengapa ia memakai gaun berwarna putih? Padahal dia berangkat menggunakan hoodie. Pikiran Alby mulai kacau. Banyak tanda tanya yang belum terungkap dalam benaknya. Gadis itu meraba semua anggota tubuhnya dengan perasaan cemas yang menyelimutinya. Dan ada satu lagi yang ia pikirkan, ke mana dua pria bertubuh besar yang beberapa jam lalu menangkapnya? Mengapa ia ditinggalkan di tempat itu sendirian?

Setetes air mata kontan jatuh ke pipinya. Alby berjongkok karena lututnya terasa lemas. Ia mengacak rambutnya asal sambil menjerit keras. Pikirannya sudah mengarah ke mana-mana, tangisannya semakin deras.

"ARGHH! GUE KENAPA!?" teriaknya.

Alby menjambak rambutnya dengan brutal, lalu memukul pohon besar yang berada di balik punggungnya dengan tangan mungilnya. Perasaan kacau menghantuinya. Tak ada siapapun di sana. Dan siapa yang dengan beraninya menggantikan pakaian miliknya? Pikiran Alby semakin tidak karuan.

"TOLONG!!! SIAPAPUN YANG ADA DI SANAA!!"

"Tolong gue ..." lirih Alby yang sudah menghentikan menyakiti dirinya.

Ia terus merintih. Mengeluarkan isak tangis karena luka yang dideritanya terlalu dalam. Alby menatap sekujur tubuhnya sendiri dengan miris. Tak ada siapapun yang menolongnya, dia sendirian, bersama senja yang hampir tergantikan malam.

Sewaktu tengah menenangkan dirinya sendiri, Alby dikagetkan oleh suara seseorang lagi.

"Alby!"

Tatapan Alby beralih ke Sang empu. Matanya menyipit kala melihat seseorang yang memanggilnya. Pria tampan dengan baju berwarna putih itu memanggil namanya di sebrang pepohonan lebat. Alby kembali mengucek matanya, memastikan ia tak salah lihat.

"Gerald?" gumamnya.

Pria itu melempar senyum ke arah Alby, lalu melambaikan tangannya.

"GERALD? LO GERALD, BUKAN?"

Gerald tidak menjawab. Pria itu hanya tersenyum. Tapi beberapa detik kemudian, pria berbalut kemeja berwarna putih itu berlari menjauhi Alby.

"GERALD, TUNGGU!"

Alby bangkit dari posisinya dan berlari mengejar kakaknya. Ia terpaksa harus melewati beberapa dedaunan lebat yang menghalanginya. Karena terlalu cepat berlari, Alby tersandung sebuah batu besar tepat di bawah kakinya. Dia jatuh tersungkur dengan tangisan yang kembali turun. Kakinya terasa sangat sakit karena menghantam benda tadi. Lalu tatapannya beralih, berniat ingin melihat keberadaan Gerald yang meninggalkan dirinya. Tapi tak ada siapapun di sana, dan ia masih dikelilingi oleh pohon-pohon besar.

Alby merintih kesakitan. Ternyata itu hanya sekadar halusinasinya. Dan apakah ia sekarang tengah bermimpi? Lantas apa yang terjadi pada dirinya sekarang?

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang