52. Bae

794 66 3
                                    

Kalau udah buka hati bilang, ya. Jangan salahin gue kalau nanti bisa tiba-tiba menghilang. Dan ingat, rasa penyesalan itu akan datang di terakhiran. Jadi, mau balik memperjuangkan atau kembali melalaikan?

-Querencia-

Matahari telah menggigit bumi. Surya memancarkan sinarnya ke seluruh dunia. Suara burung saling mengalun indah terdengar di indra pendengaran manusia. Embun-embun berjatuhan dari dahannya. Pagi yang cerah. Langit biru menyempurnakan keindahannya.

Mobil berwarna putih susu sudah terparkir di halaman rumah mewahnya. Tiga remaja yang memakai seragam abu-abu memasuki kendaraan beroda empat itu.

Alby Alexandra. Gadis dengan rambut cokelatnya yang digerai itu duduk di kursi belakang. Sedangkan Si pengemudi—Arga duduk bersama Gio di kursi depan.

Alby dan Arga tak banyak cekcok hari ini. Keadaan nampak baik-baik saja. Gio pun merasa begitu. Akhirnya lubang telinganya selamat, tak ada yang salin mengedepankan ego di antara dua orang di sampingnya.

Tak ingin buang-buang waktu, Arga menancap gas-nya dengan kecepatan sedang. Karena mereka bangun terlalu cepat, jadi berangkat sekolah pun santai, tidak gugup seperti kemarin.

Mereka tak ingin mengelak akan keadaan. Dengan terpaksa, Alby, Arga, dan Gio harus tinggal bersama sesuai dengan perjanjian orang tua Alby dan Arga kemarin.

Suara Alby yang memerintahkan Arga untuk berhenti sejenak telah memecah keheningan.

Arga terpaksa menghentikan mobilnya di samping jalan, lalu berdecak sesaat. "Mau ngapain sih lo?"

Alby menatap area luar kaca mobil. Matanya berbinar seketika kalau melihat taman kecil di bawah jembatan kota yang dulu sering dikunjunginya ternyata sudah banyak bunga indah yang tumbuh. Terlebih lagi ada bunga matahari, bunga kesukaannya.

"Gue mau turun dulu. Kalian berdua tunggu di sini," jawab Alby yang sudah membuka pintu mobil.

"Jangan lama-lama atau gue tinggalin lo biar jadi gelandangan!" teriak Arga.

Arga dan Gio menatap Alby yang tengah menyebrang jalan dan berlari menuju ke bawah jembatan. Tepatnya ke taman tadi. Arga tak habis pikir, seorang Alby Alexandra yang terkenal tomboy malah menyukai bunga.

Setelah menunggu beberapa menit, Alby kembali dengan bunga matahari  yang cukup besar berada di dekapannya, dan membawanya masuk ke dalam mobil Arga.

Arga memutar kepalanya ke arah belakang, lalu kontan membulatkan mata. "Woi! Lo nyolong!?"

Alby menutup pintu mobil dan meletakkan bunga matahari itu seraya memutar bola matanya malas.

"Apaan! Ini gue yang tanam dulu. Baru tumbuh sekarang," jawab Alby sambil mengusap pelan kelopak bunga matahari di sampingnya.

"Tapi 'kan lo nggak ngerawat, itu bukan punya lo, dong!"

"Terserah. Ini punya gue. Gue berhak ngambil dan niatnya mau ngadopsi dia di rumah lo!"

"Loh? Kok di rumah gue? Ogah! Nggak mau gua!" tolak Arga.

Dirasa keadaan mulai kisruh, Gio dengan cepat memakai headset yang dibawanya setiap hari. Menempelkan ke telinganya rapat-rapat dan memutar lagu di dalam ponselnya dengan volume full agar pertengkaran Alby dan Arga tak merusak gendang telinganya.

Alby menjulurkan lidahnya ke arah Arga. "Bodoamat. Gue mau tanam di rumah lo!"

"Tapi gue nggak mau!" elak Arga lagi.

Alby tatapan sengit ke arah pria itu, "Ya udah, gue nanti mau pulang ke rumah gue sendiri aja. Males di rumah lo banyak larangannya!"

"Iya, sono dah pergi yang jauh! Biar jadi gelandangan di jalan!" celetuk Arga.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang