23. Benih rasa

1.6K 95 19
                                        


Awas hati-hati, barangkali nanti kena virus friendzone, bahaya loh.

-Querencia-


Matahari mulai menggigit bumi. Hari-hari yang tadinya suram kini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Anggota keluarga itu telah bersiap duduk melingkar di meja makan. Kehangatan dari sebuah keluarga baru saja tercipta mesra. Sesekali mereka terbahak karena menceritakan sesuatu dari pengalamannya masing-masing.

Alby Alexandra. Gadis berambut cokelat itu kian merenggut kembali senyumnya yang sempat hilang. Ia menjadi sosok yang ceria, dan tidak muram lagi. Hidupnya sekarang sudah lengkap. Walaupun tanpa seorang Papa yang menemani, ia tak masalah.

Bella yang menjadi seorang Mama yang memiliki dua anak hebatnya itu tersenyum sumringah. Ia tidak pernah sebahagia ini. Kepingan teka-tekinya telah selesai. Lengkap. Meskipun Devon menjabat sebagai anak tirinya, namun Bella tetap menganggap Devon adalah anak kandungnya. Mereka sama sekali tidak merasa canggung satu sama lain. Bahkan mereka layaknya keluarga yang harmonis.

"Von, yuk berangkat. Udah mau jam tujuh, nih," pinta Alby dibalas anggukan oleh Devon. Dua remaja itu menggendong tas mereka, lalu berpamitan kepada Bella.

Devon mengeluarkan kendarannya dari halaman rumah—mobil berwarna putih susu. Alby turut masuk ke dalam mobil Devon, dan mereka berdua melesat pergi ke tempat tujuan.

Di perjalanan hanya keheningan yang tercipta. Mereka mendadak canggung entah kenapa.

"Al," panggil Devon.

"Hm?"

"Gue yang dulu selalu ngejar lo, gue yang dulu pernah suka sama lo, gue yang sampai sekarang belum bisa lupa sama kenangan kita dulu, ternyata kita ditakdirkan bersama, tapi dalam posisi lain, posisi yang nggak pernah terlintas di otak gue," ucap Devon.

Alby terenyuh. Raut wajahnya berubah. Namun lengkungan manis tercetak di bibirnya. Tangannya beralih membelai punggung tangan Devon yang tengah mengendarai mobil. "Mungkin ini yang terbaik, Von. Gue lebih suka hubungan ini, nggak ada yang tersakiti dari dua pihak."

Devon mengangguk dan tersenyum hangat. Mungkin kehidupan barunya akan berawal dari titik ini. Di mana ia dan Alby selamanya akan bersama, namun dalam keadaan yang berbeda.

***

"Si goblok!" pekik Arga ketika melihat Dimas mulai mendekati siswi yang berada di kantin, pagi itu.

Rey yang berada di sampingnya Arga ikut tertawa keras melihat temannya yang aneh itu. Ia menggelengkan kepalanya seraya memegang perutnya yang terasa sakit akibat tertawa berlebihan.

"Ar, kita cabut dari sini yuk, Gue malu," ujar Rey sambil merendahkan tawanya. Sedangkan Arga hanya merespon anggukan. Dua pria itu meninggalkan Dimas yang tengah menggoda para siswi di sana. Dimas yang terkenal playboy itu tak masalah jika ditinggal oleh temannya, ia sedang asik bermain dengan para gadis.

Di perjalanan menuju kelasnya, Arga sibuk memainkan ponsel dengan posisi miring, itu artinya ia sedang bermain games. Rey hanya bersiul ria di samping Arga. Beberapa siswi yang melihat ketampanan Arga kontan lebay tidak karuan. Rey yang melihatnya para kaum hawa tadi rasanya ingin muntah.

Sewaktu melewati lapangan basket, tatapan Rey beralih menatap keramaian yang ada di lapangan basket sekolahnya. Banyak siswa yang menggerombol di sana. Karena penasaran, Rey menepuk pundak pria di sampingnya-Arga. Arga yang merasa terganggu itu merespon dengan decakan kesal.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang