41. Liberosis

1.4K 77 1
                                    

Dasar manusia egois! Datang karena sepi.

-Querencia-


Dua pria absurd telah menutupkan mata mereka dengan khusyuk dan mulai memasuki alam mimpi. Tergeletak di atas karpet merah yang tergerai di lantai ruangan itu. Dengan posisi tubuh yang tidak bisa dikondisikan, dua pria itu dengan leluasa tidur tak tahu malu. Sudah menjadi kebiasaan ketika mereka melakukan hal yang mengerikan bagi Sang pemilik rumah. Arga.

Arga menggelengkan kepala saat melihat Rey dan Dimas tidur dengan dengkuran keras. Air liur yang tanpa sadar telah membanjiri karpet kamarnya, sial! Ia terpaksa harus mencucinya besok.

Berbeda dengan Gio. Pria batu itu sedaritadi masih saja berdiam diri di bar mini milik Arga, dengan tatapan yang tak lepas dari luar area jendela. Entah apa yang mengusik pikirannya, Gio hari ini lebih hemat dalam bicara. Sudah seperti manusia yang tidak bisa berbicara.

Arga memaklumi sepupunya. Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan menulis origami yang sempat dibelikan oleh mamanya kala orang tua dan kakaknya pergi ke luar kota. Otaknya tiba-tiba stuck. Tubuhnya sudah ditelentangkan di ranjang, namun tetap saja membuat rasa gelisahnya hilang.

Pria dengan balutan kaos polos berwarna hitam itu mengguling-gulingkan tubuhnya, ke kanan, lalu ke kiri. Otaknya tak bisa berpikir, amburadul. Dasar.

Krekk...

Suara decitan pintu kamarnya membuat Arga kontan melirik objek yang memasuki ruangan itu. Gadis dengan rambut cokelat yang sangat berantakan tanpa dosa memasuki kamar Arga yang tengah digandrungi oleh para kaum adam. Arga sontak turun dari ranjang, membiarkan origaminya tergeletak, dan belum ada satupun huruf yang ia torehkan.

Arga menghampiri Alby dengan wajah dongkol. "Lo ngapain ke sini, njir! Kalau mau masuk ketuk pintu bisa, 'kan!?"

Alby menatap Arga dengan tatapan sayu. Matanya masih terasa mengantuk. Ia nampak tak peduli dengan ekspresi pria di hadapannya.

Alby melangkahkan kakinya tanpa ada niatan menjawab pertanyaan Arga. Gadis itu melangkah dengan gontai menuju ranjang milik Arga. Si pemilik ranjang menatap aneh gadis itu. Tapi nampaknya Alby biasa saja. Duduk di atas ranjang dengan mulut yang menguap beberapa kali. Lalu, ia menarik bantal berwarna putih di sana. Membaringkan tubuh dan menutup matanya kembali.

Arga yang melihat perlakuan Alby sontak membuatnya geram. Pria itu menatap Alby yang sudah terlelap kembali. Akibat tidak terima, Arga mengguncangkan tubuh mungil Alby dan menyuruhnya bangun.

Alby membuka matanya dengan emosi yang sudah terkumpul sedaritadi. Ia berdiri menyetarakan tubuh Arga.

Alby menarik napasnya dalam, dan menghembuskan napasnya beberapa kali, "Lo itu bisa nggak sih nggak usah ganggu gue!?"

"Gue mau tidur, gue capek!" lanjut Alby dengan nada meninggi.

Arga terpaksa menundukkan pandangannya karena postur tubuh Alby lebih pendek darinya, "Lo tuh siapa? Sok-sokan ngelarang-ngelarang gue? Ini kamar gue, dan lo lihat 'kan, ada temen-temen gue, ini kamar khusus cowok, nggak boleh ada cewek yang masuk!"

Alby kontan menarik kaos Arga dengan tatapan menyeramkan. Arga hanya diam dengan amarah yang sengaja dipendam.

"Oke, berarti cewek yang pertama kali memasuki ruang orang-orang gila ini adalah gue, Alby Alexandra," seru Alby.

Arga terkekeh pelan. "Cewek nggak tau diri."

Otot-otot tangan Alby sontak berkeluaran. Gadis itu sudah tidak tahan dengan hujatan yang dilontarkan pria di hadapannya.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang