14) Magari

1.7K 97 1
                                    

Seyogianya tidak seperti ini. Kau tetap dengan hatimu yang beku. Aku dengan hati yang sekeras batu. Tak bisa disatukan, malah saling menghancurkan.

-Querencia-

"Sumpah gue pusing!" pekik Alby seraya menjambak rambutnya membuat ketiga temannya menatap miris. Antara kasihan dan ingin membantu.

"Kok bisa sih Arga kayak gitu? Nggak diklarifikasi dulu?" tanya Leora dengan kening yang mengerut.

"Dia itu nggak tahu diri. Mamahnya udah ditolongin, malah nuduh lo, Al," tambah Odel.

Sedangkan yang satunya lagi-Ata, gadis itu hanya diam. Takut jika kepolosannya membludak di situasi yang tidak tepat.

Alby mengusap wajahnya kasar. Siang ini ruang kelas sangat sepi, hanya empat gadis itu yang menempatinya. Siswa lain beranjak pergi entah ke mana.

Keadaan kali ini tepat bagi ketiga temannya untuk mendesak Alby, agar gadis itu menjawab apa yang dibisikkan Arga pagi tadi. Albypun menyerah dengan beribu pertanyaan yang membuat kepalanya pening.

"Ata tahu!"

Seruan dari gadis itu membuat ketiganya menoleh malas. Mereka sudah yakin jika jawaban Ata pasti tidak berfaedah.

"Gimana kalo Alby ke rumah sakit tempat dimana mamahnya Arga dirawat? Dengan itu Alby kan bisa konfirmasi sama Mamahnya, juga papahnya, barangkali Arga menggugat Alby karena kemauan sendiri?"

Tumben si Ata pinter.

Ketiga gadis lain menganga tidak percaya karena jawaban Ata. Apa jangan-jangan itu bukan Ata yang asli? Apa Ata punya kembaran yang bertolak belakang dengannya? Apa Ata habis kejedot tembok makanya jadi gitu? Hanya Ata dan Tuhan yang tahu.

Ata mengerutkan keningnya, "Kalian kenapa? Ata salah ya?" tanyanya memastikan.

"Ta, lo tadi malem mimpi apa?" tanya Odel yang masih tidak percaya.

Ata mengembangkan senyumnya, "Ata mimpi jalan-jalan di bulan, ketemu alien yang mirip Shawn Mendes."

Mendengar jawaban itu, Odel menyesal memberikan pertanyaan tadi.

"Lo sarapan apa tadi pagi?" tanya Leora.

Ata kembali mengulum senyum, "Ata makan nasi. Bagus kan? Daripada makan hati?"

Ketiga temannya menganga mendengar jawaban dari gadis polos itu. Bagaimana jadinya seorang Ata yang lemot dan polos bisa mengeluarkan kata-kata bucin? Ini aneh.

"Lo kok bisa gituan Ta?" tanya Leora lagi.

"Bisalah. Ata kan belajar dari nonton ftv," timpal Ata dengan wajah polosnya.

Odel dan Leora kompak menepuk jidatnya masing-masing. Kecuali Alby, gadis itu masih merenung.

Melihat Alby belum terhibur, ketiga temannya saling melirik. Seakan memberikan isyarat satu sama lain.

"Al," sapa Odel yang dijawab lirikan singkat dari sang pemilik nama.

"Tenang ya, kita akan berusaha bantu lo."

Ucapan Odel membuat hati Alby berdesir seketika. Ditambah rangkulan kecil berasal dari Ata dan diikuti Odel juga Leora.

Alby tahu jika ia mempunyai masalah alangkah baiknya bercerita ke orang lain. Karena setiap orang butuh sandaran, butuh dekapan hangat dari orang di sekitarnya, agar ia bisa kuat menghadapi panasnya kehidupan.

***

Pria dengan tas hitamnya tergendong rapih di punggungnya itu melangkah gontai. Menyusuri koridor sekolah dengan malas. Pagi ini cerah, namun tak secerah dirinya. Ia nampak lelah. Matanya sayu, garis hitam di bawah matanya terlihat jelas adanya. Tubuhnya lemas karena beberapa hari penuh akan kesibukan.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang