47. Alexithymia

902 59 21
                                        

Rasa ingin memiliki itu nggak salah. Yang salah itu penempatannya. Lo datang di waktu yang nggak tepat.

-Querencia-

Alby meringis kesakitan menahan lukanya yang belum mengering. Tangannya bergetar hebat karena menahan rasa sakit itu.

"Tolong ...." rintihnya.

Air mata yang sudah terbendung lama di pelupuk matanya seketika lolos. Alby tak tahan dengan perihnya goresan pisau yang terkena tangannya.

Gadis itu menyenderkan kepalanya di dinding kantor pos. Ia tak berharap lebih, cukup ada seseorang yang mendengar rintihannya saja sudah sangat bersyukur.

Setelah beberapa jam menunggu, orang yang sedari tadi ditunggunya pun tiba. Mobil putih susu berhenti tepat di sana, dan sosok Arga nampak memunculkan tubuhnya.

Arga berlari dengan cepat menemui Alby. Pria itu kontan membopong tubuh mungil gadisnya, memasukkannya ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

Tak butuh waktu lama, mereka sampai ke tempat tujuan. Arga dengan cepat membopong Alby lagi dan membiarkan gadis itu diobati di dalam ruangan khusus.

Pria tampan yang tengah duduk di kursi tunggu itu nampak mengacak-acak rambutnya. Jujur saja, ia juga khawatir dengan sepupunya—Gio. Walaupun Gio di saja sudah ditemani Rey dan Dimas yang sempat Arga ia hubungi untuk mendampingi, tapi perasaannya masih saja cemas.

Selang beberapa menit, dokter keluar dari ruangan itu. Dan mengatakan bahwa Alby diperbolehkan pulang karena lukanya tak terlalu parah.

Walaupun begitu, Arga tak menuruti omongan dokter yang terdengar menyepelekan. Lantas, ia mengambil kurus roda yang tersedia di rumah sakit. Mendorongnya ke dalam ruangan Alby diobati.

Gadis dengan balutan perban dan obat merah di tangannya itu sontak menoleh kala Arga memasuki ruangannya dengan membawa kursi roda. Ia tak habis pikir, Arga niat sekali.

"Lo kenapa bawa kursi roda?" tanya Alby saat Arga sudah sampai di depannya.

Arga berdecak, "Tinggal naik aja apa susahnya sih?!"

Alby menganga lebar, dan beberapa detik kemudian dia terbahak keras.

"Woi! Gue tuh yang luka tangannya, bukan kaki. Kenapa lo bawa kursi roda segala? Gue nggak lumpuh, lebay amat sih. Nggak mau gue!" tolak Alby.

Arga berdecak pelan, "Naik nih kursi atau gue bopong lagi?"

Alby kembali dibuat menganga. Kenapa Arga seinisiatif itu?

Tak ingin mendapatkan jawaban dari Alby, Arga langsung membohongi Alby dan mendudukan tubuh gadis itu ke kursi roda. Alby sudah meronta ingin turun, namun Arga semakin menjadi-jadi. Pria itu mendorong Alby dengan kencang.

"KEKENCENGAN OGEB!" teriak Alby sambil memukul lengan Arga yang berada di belakangnya.

Sedangkan Arga nampak tak peduli. Semakin Alby berteriak, semakin cepat pula dia mendorong gadis itu.

"ARGA STOP! GUE BERASA MAIN ROLLERCOASTER, NJIR!" teriak Alby lagi.

Setelah asyik mendorong gadis itu, Arga mulai menormalkan dorongannya. Nampak dengan jelas Alby menghembuskan napasnya, itu artinya ia benar-benar takut.

"Lo gila, ya? Mau buat gue celaka?" tanya Alby dengan nada sewot.

Arga menggeram, "Makanya mulut tuh dijaga! Jangan kayak kaleng rombeng, nggak bisa apa nerima permintaan gue? Lagian gue niatnya baik bawa kursi roda buat lo!"

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang