60. Dudevorce

946 76 53
                                    

Lalu apa gunanya pertemanan jika berakhir saling mematikan?

-Querencia-

Wajah lusuh dengan langkah kaki yang lemas, gadis absurd itu melangkahkan kakinya ke dalam rumah secara terpaksa. Ia baru saja melihat motor pria yang beberapa jam yang lalu menghadirkan luka sudah terparkir di halaman rumah. Itu artinya pria tadi sudah mendahuluinya untuk pulang ke rumah.

Alby membuka pintu dengan pandangan yang terus menunduk ke bawah. Tiga pria yang tengah berkumpul di ruang keluarga sontak melempar tatapan ke arah gadis yang baru saja kembali ke rumah.

"Alby, lo dari mana aja?" tanya Ardian.

Alby kontan melirik arloji yang melingkar di tangannya. Waktu menunjukkan satu siang. Ia terlalu lama menghabiskan waktu di alun-alun pagi tadi, sehingga dia pulang terlambat kali ini.

Alih-alih menjawab seruan Ardian, pria berumur yang berada di sana pun ikut menimbrung, "Alby, sini. Kamu kenapa?" tanya Bagas.

Alby menggeleng lemas tanpa menatap Sang lawan bicara. Ia memilih untuk melangkahkan kakinya kembali menuju ke kamar. Sewaktu dia masih menaiki anak tangga, teriakan dari pria lain membuat langkahnya terhenti.

"Al, gue ada kabar gembira, lo mau tau nggak?"

Seruan itu berasal dari Arga. Suara Si lawan bicara membawakan efek tusukan perih di dalam dadanya. Tanpa menjawab pernyataan dari pria tadi, Alby kembali melanjutkan langkahnya, dan masuk ke dalam kamarnya dengan pintu yang sedikit dibanting.

Tiga pria di bawah, tak lain Arga, Ardian, dan Bagas, saling bertatapan satu sama lain. Lalu pandangan ketiga pria fokus ke arah pria yang tengah asyik berkutik dengan ponselnya, tak lain Arga. Arga yang merasa diperhatikan secara intens sontak meletakkan ponselnya ke atas meja, lalu mengernyitkan dahinya.

"Kenapa? Iya, gue emang ganteng, makasih."

Ardian kontan memasang wajah ingin muntah, sedangkan Bagas hanya terkekeh melihat kelakuan anaknya.

"Anak Papa Bagas pasti ganteng dong, ya, Pa!" seru Arga lagi.

Bagas hanya mengangguk, mengiyakan biar cepat.

"Tapi yang paling mulus mah gue, iya, kan, Pa?" sambung Ardian yang ikut menyombongkan diri.

Bagas kembali mengangguk dan terbahak melihat kekonyolan dua putranya.

"Arga, gimana tadi? Lo sukses nembak anak orang?" tanya Ardian.

Arga mengangguk tegas dengan senyuman mengembang, "Hm. Besok kita dinner aja di tempat biasa. Itung-itung syukuran buat hari pertama gue jadian."

"Wah, anak Papa udah dewasa. Siapa pacar kamu? Kenalin ke Papa, dong, biar cepat dipinang!"

Arga dan Ardian terbahak mendengar celetukan dari Sang Papa. Begitu juga dengan Bagas.

"Tapi ... Arga nggak mau ngajak Alby sama Devon, Pa, boleh?" tanya Arga.

Bagas mengernyitkan keningnya, "Kenapa emangnya?"

Arga berdecak pelan, "Jujur aja, selama berbulan-bulan mereka di sini, bahkan hampir satu tahun, Arga udah muak sama perilaku mereka, Pa."

Ardian mengangguk setuju, "Iya, Pa. Ardian juga malas sama kehadiran mereka. Dan Alby, dia sering buat masalah. Memang, sih, dulu Ardian sempet suka sama dia, tapi Ardian sekarang udah tau sifat buruknya dia. Dia sering nggak bersihin kamar, nggak bantu-bantu bibi buat beres-beres rumah, waktu itu celana dalemnya pernah ada di lemari Ardian, jorok banget, 'kan, Pa? Cuman Ardian nggak bilang sama dia, dan Ardian langsung naro celana dalemnya ke lemari dia. Ngeselin banget, sih," tambah Ardian.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang