Rasa hadir tanpa disadari.
-Querencia-
Matahari telah mengecup bibir pantai. Semburat jingga membentang di tiap sudut langit. Senja datang bersama kerinduan yang membuat kelam. Hamparan ombak sesekali membentur bebatuan yang menukik tajam pada lautan. Pohon kelapa menyiur, terbawa angin lembut nan mendalam.
Indra penggeraknya menelusuri jejak yang tertinggal di area pasir putih itu. Sesekali mengambil batu berwarna putih kecil di hamparan pasir dan dilempar ke dalam dasar laut. Rambutnya tersugar karena angin beberapa kali menerpanya. Kehangatan dapat ia rasakan, juga kesendirian karena sebuah penyesalan.
Pria dengan senyum masam itu menghembuskan napas kasarnya. Sesekali menutup mata, lalu membukanya kembali. Tak ada siapapun orang di sekitar tempat itu, hanya ada dia, dan sebuah kenangan kelam yang dirindukan.
Sungguh, ia merasa sakit. Tatkala ponsel yang baru saja diraihnya tiba-tiba terbuka dan memaparkan foto seseorang bersamanya. Sangat dekat. Bahkan, gadis yang berdampingan di foto itu membuat rasa rindu yang dideritanya kian menyeluruh.
Orang itu Gerald. Dia merindukan sosok Alby. Gadis manis dengan tingkah absurd yang membuat hidupnya berwarna. Namun sekarang, ia tak dapat merasakan pelukan hangat dari gadis itu. Sudah sirna. Hanya hampa yang sekarang dirasa.
Gerald menggenggam erat ponselnya, lalu mengelus pelan layar beralaskan fotonya dengan Alby. Senyum masam jelas terbentuk di bibirnya. Ditambah, ia merasakan sesak di bagian dada.
"Al .... gue rindu."
Setelah melepas seseorang yang dulu dianggapnya istimewa, sekarang hanya penyesalan yang tercipta.
"Kapan kita bisa kayak dulu lagi?" gumamnya lagi.
Di sela gumamannya, Gerald merasakan sesuatu mendarat di pundaknya. Ternyata tangan Papanya telah menepuk pundaknya beberapa kali, namun Gerald baru menyadari. Pria berumur itu tersenyum lembut, lalu mengajak anaknya untuk duduk di atas pasir putih di sana.
"Gerald ...." panggil Sang Papa.
"Iya, Pa?"
Papa Gerald meraih ponsel di tangan anak itu. Lalu menatap wallpaper dari ponselnya Gerald.
"Kamu rindu ya, sama Alby?"
Gerald tersenyum kecil. "Percuma, Pa. Rasa rindu Gerald ke dia nggak akan terbalas lagi."
Pria berumur tadi menatap miris putranya. Sela beberapa menit ia menepuk pundak Gerald.
"Kenapa kamu bisa pesimis gitu?"
"Sebelum Gerald minta maaf, Alby pun udah kecewa banget sama Gerald, Pa," jawab Gerald.
Entah kenapa, Sang Papa ikut merasakan sakit kala putranya sedang seperti ini.
"Maafin Papa, itu semua gara-gara Papa. Kalau Papa nggak jodohin kamu sama si cewek jalang itu, mungkin keadaan kamu nggak kayak sekarang, Gerald," ujar Papanya dengan rasa bersalah.
Gerald menatap pria berumur di sampingnya, lalu tersenyum lembut.
"Pa, Penyesalan emang selalu datang terakhiran. Tapi dari hal itu, kita jadi tahu, bagaimana ending dari sebuah perjuangan yang perjuangannya tidak pernah dibalas. Dan sekarang Gerald merasakan imbasnya. Gerald yang salah, dan Gerald mau nggak mau harus menerima ini semua. Yuk pulang."
Sang Papa mengelus pundak anaknya. Kemudian mereka berdiri, dan meninggalkan tempat itu.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/170616919-288-k427741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia [END]
Teen FictionPART MASIH LENGKAP, BELUM DIREVISI. [Follow sebelum membaca, don't copy my story]. Highest rank🥇 #1 in highschoolseries #1 in spirit #1 in together #2 in best couple Dia khayal dalam nyata. Dia imajinasi dalam realita. Rasa itu hadir tanpa disadari...