22. Runtuh

1.5K 86 24
                                    

Kalau sayang, kenapa harus pergi?

-Querencia-

Beberapa baju telah dipersiapkan. Helaan napas terus keluar dari indra penciumannya. Devon menunduk lemas. Tangannya bergetar kala memegang koper miliknya. Semua sudah dipersiapkan dengan baik. Tapi mengapa hatinya merasa tidak baik? Berat rasanya meninggalkan rumah, ralat. Ia lebih berat meninggalkan Alby. Saudara tirinya sendiri.

Bisma dan Angela telah menunggunya di bawah. Malam ini juga Devon harus terpaksa pergi karena kemauannya sendiri. Kedua orangtuanya meminta agar Devon pergi ke luar negeri setelah lulus sekolah, namun Devon keukeuh ingin pergi sekarang, guna menghilangkan rasa penatnya berada di Indonesia.

Devon mulai menuruni tangga rumahnya dengan langkah lemas. Bisma dan Angela yang melihat wajah kusut Devon merasa resah. Devon turun dengan koper besar yang digenggamnya. Setelahnya ia duduk di antara kedua orangtuanya itu.

"Devon, kamu yakin?" tanya Bisma.

Devon mengangguk.

Angela merangkul Devon. Membelai pundak putra tirinya itu. "Kalau kamu ganti pikiran, kamu bisa kok balik lagi."

Devon tersenyum singkat. Ketukan pintu yang berasal dari luar mengalihkan perhatian mereka.

Devon beranjak membukakan pintu. Dengan terkejutnya saat pintu berhasil dibuka, gadis absurd yang berada di balik pintu kontan memeluknya. Menangis di dada Devon. Devon yang mendapat perlakuan seperti itu terenyuh. Baru pertama kali ia mendapat momen hangat seperti ini, dan Alby lah yang melakukannya.

Alby memeluknya erat, begitu juga Devon. Pria itu membalas pelukannya. Dadanya terasa sakit. Berat rasanya ia harus meninggalkan semuanya.

"Jangan pergi..." rintih Alby yang masih di dekapan Devon. Tangisan Alby yang pecah membuat tangan Devon membelai lembut rambut gadis itu.

"Maaf. Tapi gue nggak bisa. Gue harus pergi," jawab Devon.

Alby tak kuasa menahan isakannya. Pria lain yang menatap dua kakak beradik itu hanya diam. Hal itu membuatnya termenung. Segitu besarnya kekuatan dua insan yang dulunya bercinta, ternyata mereka adalah sepasang saudara.

"Gue sayang sama lo, Al. Maka dari itu gue ninggalin lo," ucap Devon setelah melepas pelukannya.

Alby menghapus air matanya. "Kalau sayang kenapa harus pergi?"

Kedua tangan Devon terangkat. Menangkup pipi Alby dan mengusapnya lembut. "Kalau gue nggak pergi, lo bakal sakit lagi. Ini jalan yang terbaik, Alby."

Alby kembali terisak. Tatapannya beralih menatap Arga yang berada di balik punggungnya. Arga yang ditatap hanya diam. Tak berkutik dan tak ingin merusak suasana.

Tatapan Alby kembali seperti semula. Menatap Devon dengan sendu.

"Siapa yang akan jaga gue dan mama Bella?" tanya Alby ke Devon.

"Ada papa Bisma, Al."

Alby masih saja terisak. "Apa papa Bisma bakal nerima gue dan mama? Sedangkan dia dulu pergi cari yang lain?"

Devon terenyuh. Ia bingung harus menjawab apa. Namun, pembicaraan mereka teralih kala dua orang cukup umur muncul dari balik pintu.

Devon melepas tangannya dari wajah Alby. Senyuman tipis muncul di bibir pria tampan itu. "Al, ini papa Bisma. Papa kandung kamu."

Bisma yang merasa diperkenalkan kian bingung. "Dia siapa, Von?" tanya Bisma pada Devon.

"Alby Alexandra, Pa. Anak papa bersama tante Bella dulu."

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang