Extra Part (1)

1K 80 7
                                    

Cukup dijaga, nggak perlu dikekang. Kepercayaan itu dilatih dengan cara membebaskan.

-Querencia-

Hari demi hari pun berlalu. Koridor sekolah penuh dengan para penghuninya yang berlarian menuju lapangan untuk melaksanakan upacara bendera-moment yang paling dibenci oleh semua siswa-siswi SMA Bina Bangsa.

Begitu juga dengan gerombolan yang satu ini. Alby, Odel, Leora, dan Ata. Keempat gadis itu mendecakkan bibir mereka beberapa kali. Kesal. Menunggu kepala sekolah menyampaikan amanat seperti menunggu sesuatu yang tidak pasti saja, lama.

Hari ini, para penghuni sekolah memakai baju olahraga karena besok adalah puncak hari ulang tahun SMA Bina Bangsa yang ke-25. Banyak program dan perlombaan yang akan diadakan di SMA tersebut, antara lain; lomba balap karung, lomba tarik tambang, lomba karaoke, lomba futsal, lomba bola basket, lomba gombal, dan juga lomba turnamen main ludo. Antar kelas akan bertanding satu sama lain untuk memenangkan piala kejuaraan.

Akhirnya yang mereka tunggu pun selesai. Pemimpin upacara sudah memberikan intruksi-membubarkan semua siswa-siswi dari lapangan. Alhasil, para penghuni sekolah pun berhamburan ke kelasnya masing-masing. Ada pula yang memilih untuk ke kantin karena tak tahan menahan kehausan. Dan ada juga yang pura-pura sakit, lalu izin ke UKS hanya karena ingin tidur.

Berbeda dengan gadis berambut cokelat ini. Alby Alexandra. Gadis manis itu malah duduk sendirian di taman belakang sekolah. Padahal ketua kelasnya sudah berkata jika hari ini semua peserta lomba harus stay di kelas. Kebetulan Alby tidak terpilih untuk mengikuti lomba apapun, jika ia dipilih pun tidak akan mengikutinya.

Alby mengayunkan kakinya yang jauh dari tanah karena tubuhnya yang mungil. Lalu mengibaskan topi sekolahnya ke area lehernya, panas. Alby menatap benda emas yang melingkar di jarinya. Ia tak bisa menahan senyumnya kala mengingat kejadian kemarin. Benar-benar membuat sedih dan bahagianya datang secara bersamaan.

"Gue cariin nggak ada, ternyata di sini."

Suara bariton itu mengalihkan perhatian Alby. Senyum Alby semakin mengambang. Pria tampan yang sudah resmi menjadi kekasihnya itu duduk di sampingnya. Tiba-tiba saja Alby gugup. Baru pertama kali ia berdamai dengan seorang Arga Revano Gavin.

"Ngapain di sini?" tanya Arga.

"Enggak ada. Gue pengen ke sini aja." Alby menyelipkan anakan rambutnya ke belakang telinganya tanpa menatap Sang lawan bicara. Rambut Alby yang digerai cukup mengganggu pandangan Arga. Arga sontak menarik wajah Alby agar menghadap ke dirinya. Lalu pria itu mengambil sesuatu di sakunya. Menarik pelan semua rambut Alby ke belakang, lalu mengikatkan ikat rambut yang baru dibelikannya tadi pagi.

Alby yang diperlakukan seperti itu kontan blushing. Degup jantungnya berdetak tidak karuan.

"Nah, kayak gini 'kan lebih baik. Cantiknya nggak ketutupan," goda Arga sambil mengulum senyumnya.

Alby kembali mengalihkan pandangannya. Ia tak bisa menahan senyumnya.

"Al," panggil Arga.

"Hm?"

"Kalau dipanggil tuh mukanya menghadap ke lawan bicara. Bukan ke arah lain," seru Arga.

Alby menghembuskan napasnya pelan, berusaha mengurangi rasa gugupnya. Perlahan ia menoleh ke arah pria di sampingnya. Arga justru terkekeh geli melihat ekspresi Alby. Tanpa disadari, pipi gadis itu sangat merah. Arga dengan cepat mencubit pipi gadisnya.

"Pipi lo kenapa woi?!" Arga terbahak sambil mencubit pipi kekasihnya tanpa ampun.

Alby meronta ingin dilepaskan dari cubitan maut itu. Akhirnya Arga pun menghentikan aksinya. Alby meringis kesakitan. Ia merasakan pipinya perih sekarang.

Querencia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang