Hidup layaknya sebuah daun yang berada pada ranting rapuh. Harus siap kapanpun akan terjatuh.
-Querencia-
Satu sendok es krim kembali masuk ke mulut gadis itu. Dengan lahap, ia sudah menghabiskan lima gelas es krim berukuran jumbo dengan varian cokelat beserta susu cair yang melingkar di atas tumpukan ujung
Jarak kedai es krim dengan rumahnya cukup dekat, sehingga mudah saja bagi gadis itu. Ia masih memakai seragam sekolah. Tentu saja, dia belum menginjakkan kakinya ke rumah. Lagipula dirinya sudah meminta izin—menghubungi mamanya.
Lampu warna gold menghiasi ruangan kedai. Menambahkan kesan sederhana namun nampak indah. Nyaman. Fasilitasnya pun terbuat dari rotan. Ramah lingkungan. Tempat yang bersih. Terdapat beberapa pelayan yang berlalu-lalang di depannya, membawa beberapa pesanan lain. Malam ini, tempat favoritnya terlihat sangat ramai. Bahkan sudah terbiasa ramai. Banyak dikunjungi dan diminati. Kebanyakan kaum kendaraan beroda empat yang menapaki tempat ini, anak sekolah, juga beberapa keluarga.
Tatapannya fokus ke luar jendela besar tepat di sampingnya. Ia memilih kursi bagian pojok belakang, bersampingan dengan jendela besar yang memperlihatkan keadaan di luar kedai, termasuk tempat duduk favoritnya. Senyum dia kian mengembang. Ditatapnya beberapa kendaraan luar yang tengah menghadapi kemacetan, membuat gadis itu miris melihatnya.
Sela beberapa menit, ia terkejut sedikit. Mengapa es krimnya tiba-tiba habis? Secepat itukah ia memakannya?
Alby menelan salivanya kuat. Merasakan sensasi cokelat yang masih mengecap di tenggorokannya. Helaan napas keluar dari indra penciumannya.
"Cepet banget habisnya."
Alby ikhlas. Kenyataannya es krim tadi masuk ke perutnya, bukan perut orang lain. Jadi, tidak masalah.
Kini, gadis itu beranjak dari kediamannya. Melangkah ke luar ruangan. Namun, ia kaget bukan main. Suasana di luar sangat ramai akan kendaraan. Dan dia tak salah tangkap, ada wanita paruh baya yang tengah kesusahan menyebrang jalanan. Alby mengenalnya. Orang tersebut pemilik kedai es krim tadi.
Alby membelalakkan mata kala melihat arah berlawanan dari Friska—pemilik kedai es krim, terdapat kendaraan beroda empat yang melaju kencang. Friska nampak tak menyadari. Alby dengan sigap berlari dan refleks teriak sekeras mungkin.
"Tante Friska!"
Teriakan Alby berhasil mengalihkan perhatian Friska. Wanita paruh baya itu menatap Alby dengan senyum yang merekah.
"TANTE, AWAS!"
Bersamaan dengan Friska yang menatap jari telunjuk Alby, lampu mobil menyorot ke mata Friska. Wanita paruh baya itu membukatkan mata dengan bulat. Hanya bisa berdiam diri, terpaku, tak bisa digerakkan.
BRAK!
"TANTE!"
Alby sontak berlari menuju sang pelaku yang masih berdiam diri di dalam mobil.
"WOI! TURUN LO!"
"LO NGGAK DENGER APA KATA GUE?! TURUN!"
"ORANG NGGAK PUNYA HARGA DIRI!"
"TANGGUNG JAWAB!"
Alby berteriak histeris. Ia memukul jendela mobil Si pelaku sampai retak. Perlu kita ketahui, tangan kecil Alby jika sudah emosi akan berubah layaknya menjadi tangan besi.
Alby mengalibhkan perhatian. Berbalik badan ke arah Friska yang terpapar lemah di jalanan. Ia membungkukkan tubuh dengan perasaan khawatir.
"Tante, kita ke rumah sakit, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia [END]
Teen FictionPART MASIH LENGKAP, BELUM DIREVISI. [Follow sebelum membaca, don't copy my story]. Highest rank🥇 #1 in highschoolseries #1 in spirit #1 in together #2 in best couple Dia khayal dalam nyata. Dia imajinasi dalam realita. Rasa itu hadir tanpa disadari...