Kini Gaby sudah berdiri di depan rumah Lucas, dia memandang ragu pada pintu besar di depannya. Menimbang apakah ia harus menekan bel atau tidak.
Sejak kejadian waktu itu Gaby jadi ragu untuk bertemu dengan Lucas, cowok itu juga tidak pernah lagi mengirim pesan atau mencoba menghubunginya. Sepertinya akan sangat canggung nanti jika mereka bertemu.
"Apa gue balik aja ya?" Gaby sudah memutar tubuh, membelakangi pintu rumah Lucas.
Tapi mendadak ia kembali bimbang. "Tapi nanti kalau terjadi sesuatu sama Lucas gimana? Kalau dia kenapa-kenapa gue yang bakal ngerasa bersalah"
Akhirnya dengan keberanian yang ia punya, Gaby menekan bel yang berada di sisi kiri pintu. Sampai bel ketiga pintu di depannya ini belum juga terbuka, Gaby jadi makin was-was takut betulan terjadi sesuatu dengan Lucas.
Gaby memutar knop pintu yang ternyata tidak terkunci, syukurlah setidaknya itu sangat membantu di situasi seperti ini.
Tanpa pikir panjang Gaby langsung menuju ke kamar Lucas yang berada di lantai dua, entah kenapa tapi Gaby yakin sekali kalau cowok itu pasti berada disana. Mendekam di balik selimut tebal dengan wajah pucat.
Hal itu benar adanya, Gaby sempat terenyuh melihat Lucas yang nampak tidak berdaya di atas ranjang. Mata besarnya tertutup rapat dengan napas yang naik turun, Lucas tampak mengerutkan keningnya yang tanpa sadar justru membuat Gaby mengelus kerutan itu hingga wajah Lucas kembali tenang.
"Panas" gumam Gaby yang kini beralih meletakkan punggung tangannya.
Cewek itu langsung bergerak menuju dapur untuk mencari baskom dan mengisinya dengan air hangat, tak lupa juga membawa handuk kecil untuk mengompres lalu kembali ke kamar Lucas.
Gaby meletakkan handuk yang sebelumnya sudah ia basahi dengan air hangat kemudian meletakkannya ke dahi cowok itu, sembari menarik ke atas selimut Lucas yang sempat melorot.
Benar kata Mark, Lucas terlihat lebih kurus dibanding biasanya. Gaby jadi tidak tega melihat cowok yang masih berstatus sebagai pacarnya ini tergeletak tak berdaya dengan handuk kompresan di dahi. Lucas itu jarang sakit, paling banter cuman batuk pilek doang yang nggak nyampe tiga hari udah sembuh.
Tangan Gaby tergerak untuk mengelus rambut Lucas, cowok itu selalu suka jika ia melakukannya. Tanpa sadar Gaby tersenyum teringat akan kebiasaan Lucas yang suka bermanja padanya, ndusel-ndusel kayak anak kucing sambil minta dielusin kepalanya. Rasanya sudah sangat lama ia tidak melakukan ini.
Getaran singkat ponsel di atas nakas mengalihkan perhatian Gaby, cewek itu mengulurkan tangannya untuk mengambil ponsel tersebut. Itu ponsel Lucas.
Ada satu pesan dari kontak bernama Mama. Gaby melirik Lucas yang masih tidur dengan tenang, ragu sejenak untuk membuka pesan yang masuk. Tapi pada akhirnya ia memutuskan untuk membukanya saja, siapa tau penting.
Mama
Lucas, hari ini peringatan ke 7 tahun kematian Bunda kamu. Kamu nggak lupa kan? Maaf mama belum bisa pulang sekarang, kalau tidak ada halangan mungkin lusa mama akan ke jakarta. Kalau ada apa-apa cepat hubungin Mama ya."By.."
Suara serak Lucas membuat Gaby tersentak kaget, cewek itu reflek menoleh ke arahnya.
"Sini" Ucapnya lagi sembari menggeser tubuhnya ke tengah ranjang, kemudian menepuk sisi kasur. "Temenin aku tidur"
Gaby sudah hampir menolak padahal, tapi begitu teringat pesan yang tadi masuk dan wajah Lucas yang terlihat pucat membuat Gaby jadi tidak tega. Alhasil meski nampak ragu ia mengambil tempat di sisi cowok itu. Merebahkan tubuhnya senyaman mungkin yang langsung dipeluk oleh Lucas, cowok itu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Gaby.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Boyfriend { Bobrok } ✓
FanfictionBoyfriend Series #1 "By" "Hm?" "Jangan senyum gitu" "Kenapa emang?" "Senyummu seolah mengajak untuk berumah tangga." Start: 20 Januari 2019 End : 26 Februari 2020 Copyright ©2019 by ApriLyraa