46. Bingung

1.8K 241 184
                                    

Jeki baru saja menutup panggilan dari Eunwoo selaku investor asing yang akan bekerja sama dengannya. Pria itu meminta Jeki untuk memajukan jadwal pertemuan mereka, dikarenakan atasannya harus berangkat ke Paris lusa.

Jeki memandang amplop coklat yang masih tertinggal dalam genggamannya. Perasaannya campur aduk, haruskah ia merelakan rumah tangganya dan fokus pada bisnis, atau lupakan bisnis dan berangkat ke Singapur sekarang juga untuk menyelamatkan rumah tangganya.

Jeki jadi dilema, namun ia tidak punya pilihan selain berangkat ke Amerika. Ambisinya membuatnya terlanjut mengiyakan permintaan tersebut. Bukankah ini juga demi Una , ia harus segera menyelamatkan perusahaan ayah Fandi demi menyelamatkan satu-satunya aset keluarga istrinya.

Sekaligus melaksanakan amanat sang Ayah mertua sebelum beliau jatuh sakit. Anggap saja ini upaya terakhir Jeki untuk menebus semua kebaikan pria itu, meski Jeki tahu jasa-jasanya tidak pernah bisa dibayar dengan apapun.

Untuk masalah rumah tangganya, mungkin bisa Jeki selesaikan setelah urusan bisnis kelar. Lagipula mereka berdua membutuhkan waktu untuk berpikir jernih bukan. Mungkin ini saat terbaik untuk saling instrospeksi diri dan berpikir lebih bijak dalam menyikapi permasalahan rumah tangga mereka saat ini.

Jeki menghela nafas panjang, menarik laci nakas dipinggir ranjang lalu memasukkan amplop itu disana. kini dokumen itu tersimpan rapi disana, dan Jeki harap dia tidak akan mengambilnya lagi. lelah yang mendera membuat jeki bergegas naik ke ranjang. Berbaring pasrah dengan mata menyorot pada figura besar di depannya.

"good night nochu" bisiknya pelan pada sosok Una dalam foto yang tergantung di di dinding kamarnya. Lalu memejam erat berharap mimpi segera menjemput kesadarannya.

___oOo___

Pagi yang cerah datang kembali, namun wajah Jeki jauh dari kata cerah. Aming yang kini sedang mengantar Jeki ke Bandara, jadi terbawa suasana hening yang melingkupi mereka sejak tadi.

"Jek, lo yakin mau ke Amerika sendiri? mau gue temenin, gue bisa jadi sopir lo disana"

"nggak usah, Enwoo bilang pihak mereka yang bakal memfasilitasi semua keperluan gue selama disana, termasuk penginapan dan akomodasi, jadi lo nggak dibutuhin disana"

"atau gue bisa jadi asisten lo Jek"

"nggak perlu Ming, gue Cuma mau bernogosiasi aja kok, karena presentasinya kan udah kemarin. Lagian gue yakin si Eunwoo itu udah jelasin semua ke bosnya, jadi gue cuma perlu ngeyakinin bosnya aja"

Aming mengangguk paham, tapi ia masih tidak paham dengan wajah sahabatnya yang terlihat murung.

"muka lo kusut banget Jek? kenapa? ada masalah?"

"nggak apa-apa Cuma kurang tidur, paling di pesawat nanti gue tidur"

Aming memilih untuk fokus menyetir dan membiarkan Jeki bergelut dengan pikirannya. Biarlah, mungkin pria itu memang belum ingin bercerita dan Aming tidak ingin memaksa.

"lo hati-hati disana, jaga pola makan lo, jangan sampe sakit" nasihat Aming sebelum Jeki masuk gate keberangkatan

"kalo lo kayak gini terus, orang-orang bisa nyangka kita homo loh Ming"

"terserah orang mau nganggap apa, tapi gue beneran peduli sama sohib gue"

Jeki tertawa lalu menepuk pundak sahabatnya pelan "thanks ya Ming, lo emang yang terbaik, tapi lo tenang aja, gue bakal pulang dengan selamat kok"

"iyah gue percaya, lagian dosa lo masih banyak, Tuhan nggak sejahat itu kok, dia pasti kasih kesempatan lo hidup lebih lama buat tobat"

"sialan lo" tangannya reflek menoyor kepala Aming, yang ditoyor hanya tertawa.

TRUE LOVE (Sequel Kawin Kontrak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang