Part 60

1K 121 36
                                    

Setetes demi setetes air matanya mulai membasahi pipi Mondy. Ia menangis. Di depan Raya. Bahkan untuk sesaat, ia melupakan dirinya seorang pria. Mondy tidak peduli jika orang-orang melihatnya tengah rapuh seperti ini. Yang ingin ia lakukan saat ini hanya menangis.

Dan apa reaksi Raya? Raya hanya menunjukkan bahwa ia tidak peduli dengan Mondy. Terpampang jelas dari wajahnya.

"Ray. Sejak... kapan?" tanya Mondy sambil berusaha tegar.

"Hm? Lo nggak tahu? Tcih. Gue kira Mama udah ngasih tahu lo. Tahun lalu Mama diam-diam nemuin lo kan?" jawab Raya, nada suaranya dingin dan mengesalkan.

Mondy terkejut. Bahkan sikap Raya terasa sangat berbeda.

"Gue sampai berantem sama Mama gara-gara dia diam-diam nemuin lo. Gue kira Mama kesini ngasih tahu lo kalau gue udah mau nikah. Ternyata nggak. Bagus deh. Lagian, gue juga nggak mau lo tahu gue udah nikah lagi," sambung Raya, suara dinginnya semakin menambah kepedihan di hati Mondy.

Mondy hanya bisa diam, tak bisa berkata-kata. Raya benar-benar berubah, dan Mondy tak menyangka akan hal itu.

"Huftt... udah ya. Gue duluan," ucap Raya lalu menyeret kopernya dan hendak pergi meninggalkan Mondy.

"Tunggu!" Mondy mencegah Raya dan memegang tangannya.

"Udahlah, Mon. Lupakan semuanya. Anggap kita nggak pernah kenal atau menikah. Mulai sekarang, nggak ada kata 'kita' lagi," ucap Raya tanpa membalikkan badannya.

"Tapi gua cinta sama lo, Ray," ucap Mondy, penuh harapan.

Mendengar itu, Raya langsung membalikkan badannya dan menatap Mondy tajam. "Oh ya? Lalu gimana sama... siapa... Karin? Gimana sama dia? Atau gimana sama Megan? Orang yang sebenarnya lo cinta kan?" ucap Raya, nada sinisnya menyakitkan.

"Gua salah. Gua salah paham dengan perasaan gua sendiri. Gua baru sadar," ucap Mondy sambil memegang tangan Raya, berusaha menjelaskan.

"Tapi gue udah nggak cinta lagi sama lo," tegas Raya, melepaskan tangan Mondy darinya. "Udah ya. Lupain kita, lupain bahwa kita pernah menikah. Dan kalau lo cinta sama gue, lupain itu juga. Lupain semuanya," sambung Raya.

Terkejut? Tentu saja. Mondy rasa Raya benar-benar berubah.

"Ray, tiga tahun lho gue nahan rindu. Tiga tahun gue menyesal. Dan tiga tahun gue selalu cinta sama lo walaupun lo nggak ada di sisi gue. Dan sekarang lo ada di depan gue. Dan apa yang lo katakan? Lupain semuanya? Lo nggak mik--"

"Mondy, lo juga lupa. Tiga tahun lebih gue nahan sakit hati. Gue selalu berharap cinta gue akan terbalas. Tapi apa yang gue dapatkan? Lo malah selingkuh, Mon. Dua kali lho!" ucap Raya memotong ucapan Mondy dengan emosi yang meluap.

"Rayaaa... lo bahas itu lagi. Iya, gue akui gue emang selingkuh sama Megan. Tapi itu dulu. Dan gue nggak selingkuh lagi. Gue nggak ada apa-apa sama Karin. Lo salah paham. Lo sendiri tahu kan kalau waktu itu kantor lagi down? Makanya gue nggak pulang. Waktu itu juga gue nggak tahu kalau Karin nggak pulang dan besoknya Karin sakit. Dia tiba-tiba pingsan dan--"

"Duh, Mon. Gue kesini bukan mau dengerin penjelasan lo. Udah ya," ucap Raya, nada tegasnya tidak memberikan ruang bagi Mondy untuk berbicara lebih.

"Ray, tapi gue mau bicara sama lo... gue--"

Tiba tiba seorang pria yanv tak asing lagi bagi Mondy datang menghampiri Raya. "Ray, kita udah ada yang jemput. Kita berangkat sekarang?"

Awalnya Mondy bingung. Namun, setelah melihat sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya sama dengan yang dikenakan Raya, akhirnya ia mengerti.

"Iya... kita pergi sekarang deh," jawab Raya, nada suaranya tidak memberi pilihan.

"Ray, Ray, Ray... tunggu!" Mondy berusaha memanggilnya.

Love Comes Too Late [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang