Part 51

1.2K 164 69
                                    

"Ray, kenapa sih? Gue ngelakuin kesalahan, ya?" tanya Mondy sambil menyetir. Ini merupakan pertanyaan yang kesekian kalinya, namun Mondy masih belum mendapatkan jawaban dari Raya. Sejak tadi, Raya hanya diam.

"Ray, ayolah jawab. Gue ngelakuin kesalahan, ya?" Raya tetap diam, matanya memandang keluar jendela.

"Oke, lain kali gue nggak akan ke toilet kalau kita lagi makan di luar. Tapi tolong, maafin gue ya," ucap Mondy, yang berpikir Raya kesal karena dirinya pergi ke toilet.

"Ray? Ayolah jawab. Dari tadi lo diam terus. Kenapa sih?"

Raya masih diam. Mondy pun menyerah dan memutuskan untuk membiarkan Raya. Dia juga lelah terus bertanya tanpa mendapatkan jawaban.

Mereka pun akhirnya sampai di rumah. Setelah mobil berhenti, Raya langsung keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Namun langkah Raya terhenti ketika ia melihat Papa Mondy sedang duduk menunggu di sana.

"Lho? Pah? Kok ke sini nggak bilang? Padahal panggil Mondy aja, Mondy pasti jemput," ucap Mondy sambil menghampiri papanya dan mencium tangan ayahnya.

"Sengaja. Papa tidak ingin mengganggu waktu kalian," jawab Papa Mondy.

Raya pun berjalan menghampiri Papa Mondy dan mencium tangan ayah mertuanya.

"Gimana kabar kamu, Ray?" tanya Papa Mondy.

"Baik kok, Pah," jawab Raya, berusaha tersenyum. "Ya sudah, masuk, Pah. Ngobrolnya di dalam aja," lanjut Raya.

"Haha, baiklah."

Mereka pun masuk ke dalam. Sementara kedua pria itu pergi ke ruang keluarga, Raya menuju dapur untuk menyiapkan minuman.

...

"Mondy. Langsung saja. Papa tidak ingin mengganggu waktu kalian. Ini masalah perusahaan kamu," ucap Papa Mondy, menatap serius ke arah anaknya.

"Perusahaan Mondy? Emang ada apa?" tanya Mondy bingung, merasakan detak jantungnya meningkat.

"Mondy, apa yang sudah kamu lakukan? Apa yang selama ini kamu lakukan sehingga perusahaan kamu sudah hampir bangkrut?" suara Papa Mondy semakin tegas.

"Bangkrut?" Mondy tertegun, mulutnya ternganga mendengar kata itu.

"Lihat ini," Papa Mondy mengeluarkan berkas-berkas tebal dan menyebarkannya di atas meja. "Kamu menghentikan inovasi. Produk-produk perusahaan kamu jadi membosankan bagi target pasar. Selain itu, kamu juga kurang mengamati kompetitor. Perusahaan kalah bersaing. Juga terdapat kesalahan manajemen. Lalu, apa yang kamu lakukan setiap hari di kantor? Sehingga hal sebesar ini saja kamu tidak tahu?"

Mondy terkejut melihat laporan-laporan yang menunjukkan penurunan drastis dalam penjualan dan feedback negatif dari pelanggan. "Mondy... gak tahu," ucapnya pelan, wajahnya pucat dan terlihat syok.

"Mondy, perusahaan kamu mungkin sebentar lagi akan bangkrut. Tapi tenang saja, ini masih bisa dihentikan. Mulai sekarang, fokuslah dengan pekerjaanmu terlebih dahulu. Lupakan yang lain sejenak. Jika ini terus berlanjut, bukan hanya perusahaan kamu saja yang akan mengalami kerugian. Papa juga. Maka usaha kita selama ini akan sia-sia," tegas Papa Mondy, matanya penuh kekhawatiran.

"Terus... gimana caranya buat memperbaiki kekacauan ini?" tanya Mondy, suaranya bergetar, merasakan beratnya tanggung jawab yang harus dihadapi.

"Menurut Papa, kamu harus terus melanjutkan inovasi kamu. Kita juga perlu sedikit anggaran. Papa sarankan kamu harus menerima beberapa tawaran yang investor ajukan ke perusahaan kamu," usul ayahnya dengan nada penuh harapan.

Love Comes Too Late [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang