Part 46

1.3K 133 19
                                    

Raya tengah berusaha menenangkan Viola yang sedari tadi menangis tak henti. Malam ini, Vio terjaga dari tidurnya, membuat Raya yang lelah mau tak mau harus bangun lagi dan menggendong putrinya.

"Ssstt... Vio kenapa sih sayang? Ini udah larut banget, ayo tidur lagi, ya," ucap Raya dengan suara lembut, mencoba menimang-nimang Viola dalam dekapannya.

Namun, bukannya tenang, tangisan Viola malah semakin keras. Pelan-pelan, kegelisahan mulai menyelimuti Raya. Ia menghela napas panjang, merasa sedikit kewalahan dan bingung.

"Cup... cup... cup... Vio, udah dong sayang, kamu nggak capek apa nangis terus?" Raya mencoba lagi, kini berjalan mondar-mandir di kamar, berharap bisa membuat Viola lebih nyaman.

Tapi tetap saja, Viola masih menangis kencang. Suara tangisannya memenuhi kamar, membuat Raya makin resah. Dia belum sepenuhnya memahami cara menjadi seorang ibu, dan situasi seperti ini benar-benar menguji kesabarannya.

Tiba-tiba, suara pintu yang terbuka pelan terdengar.

Cklekk.

Mondy masuk, wajahnya terlihat sedikit lelah setelah menyelesaikan pekerjaan kantor yang ia bawa pulang. Melihat Raya yang kebingungan, Mondy langsung bertanya, "Lho? Vio kenapa? Kok nangis?"

"Entahlah... dari tadi gak berhenti-berhenti," jawab Raya, suaranya terdengar capek, tapi ia tetap berusaha menenangkan putrinya.

Mondy menatap istrinya dengan penuh kasih. "Udah dikasih ASI?" tanyanya.

"Udah, kayaknya malah udah kenyang," balas Raya, masih mencoba menimang Viola yang tetap menangis.

"Yaudah, sini gue aja yang gendong," kata Mondy, menawarkan bantuan.

Raya menyerahkan Viola dengan hati-hati, lalu melihat suaminya berjalan perlahan di sekitar kamar, sambil mengusap lembut punggung putri kecil mereka.

"Cup... cup... udah ya, Vio sayang, gak usah nangis lagi. Bunda udah capek, ayo tidur, ya," ucap Mondy dengan suara tenang, mencium lembut kening Viola.

Ajaib! Tangisan Viola mulai mereda, matanya perlahan-lahan terpejam. Raya menghembuskan napas lega, takjub bagaimana Mondy bisa menenangkan putrinya begitu cepat.

"Huft... ternyata cuma kangen sama ayahnya, ya," gumam Raya, tersenyum kecil melihat momen itu.

"Lo tidur aja dulu gih, biar gue yang jagain dia sampai bener-bener tidur," ucap Mondy sambil terus menepuk-nepuk pelan punggung Viola.

Raya menolak halus, "Nggak deh, gue nunggu dia bener-bener tidur dulu."

"Yaudah," jawab Mondy singkat.

Beberapa menit kemudian, setelah yakin Viola sudah benar-benar tertidur, Mondy dengan hati-hati menidurkannya di box bayi.

"Udah kan? Tidur gih, udah malem banget," bisik Mondy sambil melirik Raya yang mulai terlihat sangat mengantuk.

"Iya, iya," jawab Raya akhirnya, lalu berbaring di kasur. Mondy pun segera menyusul, tidur di samping istrinya, siap memulai hari baru besok.

...

...

...

---

DUARRR!!!

Hujan deras mengguyur malam itu, disertai kilatan petir yang membelah langit. Suara gemuruh yang begitu keras membuat Raya sulit tidur, rasa takut perlahan merayap ke dalam benaknya. Ia menggigil kecil di bawah selimut, menatap langit-langit kamar yang sesekali diterangi cahaya kilat.

Raya menoleh ke arah box bayi di sudut kamar, memastikan Viola masih tertidur lelap. Untungnya, meski cuaca di luar begitu bising, Viola tak terbangun. Tapi tetap saja, perasaan tidak nyaman tak kunjung hilang. Raya memeluk dirinya sendiri, menutup kedua telinga dengan tangan, berharap suara petir itu bisa menjauh.

Love Comes Too Late [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang