Part 61

999 135 30
                                    

_______

Raya duduk di tepi kasur, memandangi cincin yang ditemukan di makam ayahnya. Dalam hati, ia berjuang melawan keraguan yang menggerogoti pikirannya.

Apa yang akan gue dapatkan dengan berpura-pura seperti ini?” batinnya berbisik, meragukan keputusannya untuk melanjutkan hidup.

Tangannya meraba kalung di lehernya, seolah mencari kenyamanan di benda yang familiar itu. Suasana hening membuat pikirannya semakin melayang pada masa lalu.

Cklekk

Suara pintu yang dibuka mendadak membuyarkan lamunannya. Dengan cepat, Raya menyembunyikan cincin itu di balik punggungnya.

"Ray, kamu belum makan dari tadi. Nih, aku bawain makanan," ucap Al, sambil duduk di sampingnya.

"Emm... aku belum lapar. Nanti aja ya," jawab Raya, walaupun sebenarnya perutnya sudah keroncongan.

"Ok. Aku simpan di sini," kata Al, meletakkan makanan di meja nakas dengan sedikit kecewa.

"Mkasih ya," sahut Raya, merasa bersalah. Namun, perasaan itu seakan tenggelam oleh kerinduan yang terus membara untuk sosok lain.

"Iya sama-sama." Al menatapnya dengan ragu. "Ray... aku sempat khawatir kamu... emm, takut kamu bakal kembali sama Mondy setelah ketemu dia tadi."

Raya terdiam, hatinya bergetar. “Ternyata, aku salah. Maaf ya,” lanjut Al, suaranya lembut namun penuh ketidakpastian.

"Al, kamu gak usah berpikiran kayak gitu. Aku kan udah nikah sama kamu. Kamu udah jadi suami aku," ucap Raya, meskipun dalam hati, ia meragukan kata-katanya sendiri.

"Iya, senang deh dengernya," jawab Al, tetapi matanya tidak bisa menyembunyikan rasa cemas yang mendalam..


Lalu Al mengangkat tangannya dan ingin meletakkannya diatas tangan Raya, ia ingin menggenggammya. Raya menyadari itu.

Drrrtt drrrtt drrrtt

Seperti mendapatkan kesempatan, dengan cepat Raya turun dari tempat tidurnya dan segera mengambil ponselnya dari atas meja.

"Bentar ya. Telpon dari Mama," ucap Raya.

Al mendadak diam. Sepertinya ia merasakan sesuatu. Sesuatu yang mungkin ia pahami. "Iya," jawab Al lalu berusaha tersenyum.

Raya pun berjalan membawa ponselnya keluar dari kamar.

"Iya, mah?"

"Ray. Kamu udah sampai di Jakarta?"

"Iya udah, Mah."

"Syukurlah...."

"Mah. Makasih."

"Heh? Buat apa?"

"Ya makasih aja. Mama udah telpon Raya."

"Ya iyalah. Mama kan khawatir sama kamu."

"Iya, Mah," Raya tersenyum. Lalu ia membuka genggaman tangannya. Dilihatnya kembali cincin Mondy yang sedari tadi ia genggam.

"Oh iya. Ray kamu bawa kotak yang Mama  suruh bawa kan?"

"Eh? Iya,Mah. Raya belum buka itu. Emang Isinya apa?"

"Isinya cuma baju biasa. Kamu kasih itu ke Mama Mondy ya."

"Hah? Mama bercanda? Mana mungkin Raya kesana? Mama sengaja ya mau Raya ketemu sama keluarga Mondy? nggak nggak nggak."

"Haaa.. ketebak deh. Apa susahnya kesana sih? Kamu itu harus ketemu keluarga Mondy. Jangan sampai mereka yang menemui kamu. Kamu harus sampaikan permintaan maaf sama mereka. Gak boleh kayak gini, apalagi kalau kabar kamu udah di Jakarta sampai ditelinga mereka dan kamu gak nemuin mereka, itu poin jelek kamu di mata mereka jadi bertambah."

Love Comes Too Late [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang