22 - RINDU PAPA

45 5 0
                                    

Mata mereka saling memandang, gema menatap laki-laki itu dengan pandangan tajam, ia seakan menunjukan betapa benci dirinya pada laki-laki itu, laki-laki yang masih berdiri di ambang pintu rumahnya, laki-laki itu masih memakai jas dan dasi berwarna abu-abu.

"Tumben kamu kesini ? Ada apa ?" Tanya nya kini ia masuk kedalam rumah seraya melepas jas nya.

"Mau ketemu mama." Jawab gema dingin.

"Gema ? Kamu udah lama nak ?" Ucap wita yang tiba-tiba muncul dari arah tangga.

"Lumayan."

"Mas kamu baru pulang ? Yaampun Yaudah kamu mandi dulu gih sana.." kini wita mengalihkan pandangannya, ia memegang bahu suami nya yang terlihat lelah sore itu, mungkin kerjaan di kantor cukup banyak hari ini.

"Iya sayang, Yaudah aku mandi dulu ya." Wisnu tersenyum tulus pada wita. "Gema, papa tinggal—

"Om! Papa saya sudah meninggal." Ralat gema memotong ucapan Wisnu yang belum selesai. Mendengar ucapan anak tirinya itu Wisnu hanya menghela nafas kasar, mencoba untuk selalu sabar jika berhadapan dengan gema.

"Yasudah kalo gitu aku masuk dulu ya, kamu ngobrol sama gema" ucap wisnu lembut pada wita, dan di jawab anggukan oleh wita. Setelah itu ia berlalu menuju kamar nya untuk membersihkan tubuh nya yang terasa sangat lelah hari itu.

"Ada apa kamu cari mama Gem ?" Tanya wita seraya duduk di sofa nya, begitu juga dengan gema.

"Gak usah sok bodoh!" Ucap gema memiringkan senyum nya

"Gema bisa sopan sedikit kamu jadi anak ? Ini mama yang kamu ajak ngomong bukan musuh kamu!"

"Anda selalu ingin di harga sebagai orang tua. Tapi anda tidak ngaca, seberengsek apa jadi orang tua buat saya ?! Coba anda bercermin seberapa sering anda nyakitin hidup saya ?"

"Gema, mama tau mama salah , dan mama udh minta maaf. Kamu sebagai anak tidak tau terimakasih ya, terus aja jadi anak kurang ajar, masih sukur kehidupan kamu masih mama tanggung, kalo gak ada mama, mau jadi apa kamu sekarang ? Gelandangan ? Pengamen ? Anak punk ? Rampok ? Maling ? Atau pengemis ?——

"Jadi apapun saya, hidup di jalanan pun saya mau kalo saya punya keluarga yang harmonis, keluarga yang lengkap , tidak ada yang menyakiti , tidak ada yang meninggalkan , dan tidak ada yang gila harta sampai tega ninggalin suami dan anak nya demi laki-laki yang lebih mapan, demi kehidupan yang lebih glamor, demi UANG!" Tangkas gema, ia sedikit menekan suaranya agar bisa menohok hati wita.
Mendengar ucapan anak laki-laki nya itu wita Diam sejenak , ia sedikit berfikir apa yang selama ini gema ucapkan itu memang selalu benar, ia bahkan sering kali merasa jika ia adalah ibu yang tidak bisa memberi contoh yang baik, hingga bisa membuat anak sulung nya itu membenci dirinya, membenci karna ulah nya sendiri.

"Jadi apa tujuan kamu kesini ?" Wita mengalihkan pembicaraan nya, ia tidak ingin mendengar lebih banyak lagi kata-kata gema yang selalu menusuk hatinya, dan membuat dirinya merasa bersalah.

"Apa maksud anda mau menjual rumah saya ?" Tanya gema yang masih terlihat dingin.

"Mama lagi butuh uang" jawab wita singkat

"Butuh uang ?" Gema mengulang ucapan wita untuk meyakinkan apakah ia tidak salah dengar. "Haha, emang uang Wisnu masih kurang ?" Sambung nya.

"Papa kamu lagi ada masalah di kantor , jadi mau tidak mau mama harus jual rumah peninggalan Alm. Papa kamu, uang nya juga untuk biaya kuliah kamu juga , bukan buat mama sendiri" wita mencoba menjelaskan dengan lembut , namun gema hanya menggelengkan kepalanya seraya memberikan senyuman licik untuk wita.

"Sampai saya matipun , saya gak akan mengizinkan orang lain ngambil rumah itu. Urusan om Wisnu bangkrut atau apalah itu , saya gak perduli. Masalah uang kuliah saya ? Gak usah melibatkan rumah itu, anda sebagai orang tua saya yang tidak pernah menganggap saya ada, tolong belajar tanggung jawab untuk saat ini saja, dari kecil saya gak pernah dapat belas kasih sayang dari diri anda, gak salah kan kalo saat ini saya cuma minta anda bertanggung jawab untuk pendidikan saya ?!" Gema menikan sebelah alisnya. "Saya rasa gak penting lama-lama ada di sini. Saya permisi" gema bangun dari duduknya , ia bergegas menghampiri motor nya dan kembali mengendarainya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sedangkan wita hanya bisa mematung menatap anak laki-laki nya itu yang berlalu begitu saja dari pandangan nya, ia seakan bisu setiap melihat tingkah gema yang seakan tidak mengenal sosoknya sebagai ibu.

MALAIKAT TANPA SAYAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang