Terdengar pintu ditutup sangat kencang sampai menggetarkan isi ruangan. Dengan sekali hempasan, pintu berhasil menutup sempurna. Pintu itu menjadi tempat pelampiasan amarah seseorang yang sedag kesal karna sesuatu yang baru saja dilihatnya. Ia begitu kesal dan emosi, terlihat jelas dari raut wajahnya saat memasuki ruangan.
"sialan.. kenapa harus Rayyan?"
Sebuah botol minuman yang sudah kosong terbanting dan langsung pecah berkeping-keping. Pecahan kacanya berserakan dilantai. Akibat dari amukan yang tidak bisa dibendung lagi. Kaki yang masih mengenakan sepatu itu langsung menginjak kaca-kaca yang sudah berhamburan sambil sesekali menindasnya dengan alas sepatu bagian tumit.
"gue bakal dapetin lo Khayana, liatin aja nanti. Rayyan? Maafin gue."
****
Dinda terkejut saat mendengar keributan dari luar kamarnya, namun kepalanya terlalu pusing untuk bangun hanya sekadar mengecek apa yang sedang terjadi. Matanya terasa berat untuk dibuka, badannya masih sangat sempoyongan karna pengaruh minuman yang baru saja diminumnya beberapa saat yang lalu.
Saat Dinda mencoba membuka kedua matanya ia melihat seseorang yang sudah duduk di pojok ranjang besarnya dengan membelakangi tubuhnya. Laki-laki berkulit putih mengenakan kaos biru seperti sedang menggerutu kesal sambil mmembanting beberapa barang-barang di dekat meja tv yang ada dihadapannya, meski Dinda tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang diucapkan karna kesadaran Dinda sudah hilang, akal sehatnya tidak berfungsi dengan baik lagi diakibatkan oleh pengaruh minuman beralkohol yang entah sudah berapa botol ditenggaknya hari ini.
sejak Rehan menolaknya mentah-mentah kemarin dirinya benar-benar frustasi dan hilang akal. Hanya minuman keraslah temannya saat ini. tempatnya melampiaskan semua amarah dan keluh-kesah didalam kamar sebuah apartemen mewah. Memang sudah tiga hari Dinda tidak pulang kerumah. Namun orang tuanya tidak pernah mencarinya. Mereka sama sekali tidak perduli dengan apa yang anaknya perbuat diluar rumah. Orang tua Dinda sangat sibuk dengan urusannya masing-masing, bahkan mereka jarang sekali pulang kerumah. Mereka sibuk keluar kota bahkan luar negeri. Yang mereka pikirkan adalah kesenangan dan kebutuhan materi untuk Dinda, tanpa memberikan kasih sayang dan perhatiannya. Memang semua yang Dinda inginkan selalu bisa ia dapatkan dengan mudah. Semua fasilitas dan barang-barang mewah selalu tersedia untuk memanjakannya. Ia boleh pergi kemana saja yang dia inginkan.
Saat ini Tempatnya pulang setiap malam adalah apartemen Rehan. Meskipun Rehan menolak dan kerap kali mengusirnya namun Dinda tetap bersikeras ingin tinggal disana. Karna dirinya sudah mendapat akses masuk dan izin dari papa Rehan. Terakhir Dinda pergi meninggalkan apartemen Rehan adalah malam minggu. Ia pergi bersama seseorang yang sudah lama tidak ia temui. Setelah itu ia kembali dan melihat Rehan sudah mengeluarkan semua barang-barang miliknya.
Dinda mengucek matanya. "Ree, Kamu udah pulang?"
"apa lo bilang?"
"Rhheee," Dinda menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya dan langsung menghampiri seseorang yang sedang berdiri dihadapannya itu. "sayang.." Dinda langsung turun dari tempat tidur dan menjatuhkan selimut yang masih sedikit melekat dibagian tubuhnya hingga terlihat jelas seluruh tubuhnya yang sudak tidak mengenakan busana sehelaipun itu. Ia merangkul tubuh itu dengan erat dan manja.
Tubuh Dinda langsung tersungkur kelantai dangan kasar setelah ia mendaratkan pelukannya. Ia masih merasa pusing dan agak sedikit sakit karna kepalanya membentur meja. "Rehan kamu jahat Ree." Dinda terus mengeluh dan berteriak bicara ngelantur.
"Dinda lo kenapa sih? Lo udah gila ya? Plis deh gue lagi pusing. Itu semua salah lo Dinda salah siapa lo ninggalin gue dulu, sekarang lo kena batunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back (KARAY)
RomanceKhayana Syakir : NYAWA HARUS DIBAYAR NYAWA "Kenapa dunia ini begitu sempit? Kenapa harus dia?" Seharusnya aku bunuh dia, nyawa harus dibayar dengan nyawa. Tapi kenapa? Kenapaaa.. Kenapa? Kenapa aku begitu bodoh. AKU HARUS BALAS DENDAM." Rayyan Kh...