chapter 47

20 1 0
                                    

Sudah satu bulan Rayyan tinggal bersama dua kakak kembarnya. Dan baru seminggu yang lalu mereka pindah rumah. Orang tua mereka sengaja membelikan rumah agar mereka tidak tinggal lagi dengan tante Mia. Tujuannya agar mereka bisa lebih akrab dan memudahkan tuan Griss dan nyonya Wike memiliki banyak waktu untuk anak-anaknya. Kebetulan nyonya Wike baru saja membuka bisnis bari di Jakarta, jadi dia lebih sering berkunjung menemui anak-anaknya. Bahkan dirinya saat ini lebih sering di Indonesia terlebih setelah menemukan dua buah hati kembarnya yang telah sekian lama ia rindukan yaitu Alice dan Axel.

Rayyan sudah siap dengan seragam sekolah dan rambut landaknya. Ia berjalan menuju ruang makan, disana sudah ada Alice dan juga Axel yang sedang menyantap roti panggang dengan selai kacang. Alice terlihat sangat lahap menyantap makanannya, sementara Axel terlihat mengunyah roti dengan ekspresi yang biasa saja ia terkesan sangat cuek dengan sekitarnya.

"ehh ambilin gue minum!" perintah Alice kepada seorang pembantu. "cepetan dong!! Gue mau minum..."

"baik non." jawab bi Imah. Ia kemudian mengambilkan segelas air putih untuk Alice.

"gue mau minum susu." Koreksi Alice yang menginstruksikan bahwa pembantunya itu salah mengambilkan air.

"apa lo nggak punya tangan?" Rayyan masuk ke ruang makan dan menegur Alice dengan caranya. "tangan lo lumpuh? Sampe-sampe lo nyuruh dia kayak gitu."

Alice menghentikan makannya. Ia meletakkan roti ditangannya dan mengambil segelas susu dihadapannya lalu meneguknya. "elo? Sejak kapan lo disini?" tanya Alice.

"nggak penting sejak kapan gue disini!" Rayyan mengambil rotinya dan memberinya selai nanas. "bi, ayo makan bareng kita!" ajak Rayyan.

"nggak mas, saya makan di dapur aja."

"nggak apa-apa bi, ayo makan dekat saya! Bibi belum makan kan?"

Bi Imah pun duduk di kursi yang berdekatan dengan Rayyan. Dengan cepat Rayyan menyiapkan makanan untuk bi Imah dan memberikan segelas susu miliknya untuk wanita itu.

Mata Alice memicing kesal. Melihat Rayyan memperlakukan pembantu Pembantu yang dibawa Rayyan dari rumah tante Mia itu seperti majikan.

"kenapa elo memperlakukan babu seperti itu?" tanya Alice.

Rayyan tertawa kecil. "gue bukan memperlakukan bi Imah seperti babu, tapi gue memperlakukan bi Imah sebagai bagian dari rumah ini."

Axel tertegun melihat sikap Rayyan. Sementara Alice langsung diam tak berkata.

"kalian nggak usah kaku begitu. Gue udah biasa nemu orang songong kayak lo berdua." Ucap Rayyan sambil menelan rotinya. Hal itu membuat bi Imah sedikit menahan tawa. Ia tahu betul Rayyan adalah anak yang baik dia sudah mengenal Rayyan sejak dirinya masih bekerja dirumah bu Mia. Bi Imah sengaja di boyong oleh Rayyan kerumah barunya untuk mengurus segala keperluannya, Rayyan sudah nyaman dan sangat cocok dengan kinerja bi Imah.

"kita kan udah tinggal serumah, kenapa kalian nggak pindah sekolah aja?" tanya Rayyan setelah menyelesaikan makannya.

"pi.. pindah sekolah?" tanya Alice tercekat.

"iya pindah sekolah, biar kita bisa berangkat sekolah sama-sama kan kita satu sekolah."

"nanti gue yang bilang sama mama supaya mindahin kalian berdua ke sekolah gue."

Lagi, Alice dan Axel tercenung. Mereka saling tatap dan kaku.

"udah pokoknya nanti gue yang ngomong ke mama papa, kalian tinggal terima beres."

sejak Rayyan tinggal bersama Alice dan Axel ia sangat menghargai kedua kakaknya itu ia rasa tidak ada yang aneh dengan mereka berdua, hanya saja Alice agak sedikit angkuh, Rayyan beranggapan Alice seperti itu karena ia baru saja merasakan hidup enak mungkin karena itu Alice bersikap sedikit sombong kepada para pembantu dirumah, namun dengan sabar Rayyan selalu mengingatkan dan menegur Alice. Sementara Axel, tidak ada yang salah dengan anak itu. Rayyan tidur sekamar dengan Axel, dia anaknya baik meskipun agak cuek dan pendiam. oleh karena itu Rayyan ingin mereka bisa satu sekolah agar tidak ada lagi kesenjangan diantara mereka sebagar kakak beradik. Mengingat Rayyan mengetahui bahwa Alice dan Axel bersekolah di SMA yang bisa dibilang sangat biasa sementara dirinya bisa bersekolah di sekolah yang elite. Dengan mereka satu sekolah Rayyan berfikir bisa lebih leluasa mengawasi Alice dan Axel dan mengetahui lebih banyak lagi tentang mereka berdua.

"katanya lo mau ke panti asuhan tempat lo dulu?" tanya Rayyan pada Alice.

Alice hanya mengangguk.

"supir lagi nggak bisa nganterin dia mau jemput mama ke Bandara, lebih baik lo bareng gue aja diantar Bimo! Motor gue juga lagi di bengkel."

"nggak usah gue naik ojek online aja." Alice cepat-cepat mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi pemesanan ojek online.

"nggak perlu. Lo biar diantar Bimo sambil sekalian nganterin gue kesekolah." Rayyan langsung meraih tangan Axel dan membawanya ke depan. Disana sudah ada Bimo yang siap dengan mobil untuk mengantar mereka berdua.

Alice tak mampu berkata apa-apa lagi, ia hanya bisa pasrah mengikuti langkah kaki Rayyan memasuki mobil.


****

"lo mau liat-liat sekolahan gue nggak?" tanya Rayyan saat mobilnya sudah tiba didepan gerbang sekolah.

Alice hanya mengangguk pelan sambil mmenatap Rayyan.

"bagus, dengan begitu lo bisa tau gambaran calon sekolah baru lo nanti. Ayo turun!" ajak Rayyan. Rayyan keluar mobil kemudian disusul oleh Alice.

Mereka berkeliling sekolah sebelum jam masuk dimulai, Rayyan masih mempunyai waktu untuk mengajak kakaknya untuk bejalan-jalan keliling sekolahnya. Hari ini ia memang berangkat pagi-pagi sekali karena Bimo harus mengurus keperluan di kantor mamanya jadi mau tidak mau ia harus diantar lebih awal jika tidak mau terlambat ke sekolah.

"elo kan katanya anak IPS, nah kalo anak 12 IPS itu kelasnya diatas, satu kompleks sama kelas 11 IPA." Rayyan berjalan menaiki anak tangga sambil terus menceritakan seluk beluk sekolahnya kepada Alice. "ayo, gue kasih tau tempatnya kelas IPS."

Alice mengamati para siswi yang sangat kegirangan dilewati oleh mereka. Ia menatap kecewa saat para siswi itu begitu mengidolakan Rayyan. 'ternyata banyak cewek cantik disini.'

"elo banyak fans nya ya ternyata."

Rayyan hanya tertawa renyah. "lo bisa aja, gue ini belum lama sekolah disini. Mereka aja yang aneh nggak pernah liat bule setamfan gue, pindahan dari luar negeri lagi."

"ck, dasar songong." Alice menyenggol pundak Rayyan dengan tangannya hingga Rayyan hampir saja terjatuh didepan kellas IPA.

"eeh sory gue nggak sengaja." Ucap Rayyan meminta maaf kepada orang yang disenggolnya.

"iya nggak apa-apa kok." Jawab Khayana.

"Kay, maaf ya."

"iya." Kay tersenyum tipis. Ia melihat orang yang berada di samping Rayyan.

"katanya lo mau nunjukkin kelas nya?" ucap Alice kesal.

"iya gue lupa. ayo buruan gue udah telat. Kita harus turun sekarang." Rayyan baru ingat dirinya sudah ditunggu oleh Aldo untuk mencontek pr.

Tak terasa sudah sebulan sejak Khayana dan Rayyan menginap di Villa Aldo bersama teman-teman mereka. Khayana sudah menyadari bahwa cintanya terhadap Rayyan tidak bisa dikalahkan dengan rasa apapun meskipun dengan dendam sekalipun.

Rayyan adalah cinta pertamanya dan sampai kapanpun akan tetap dicintainya. Buktinya sudah lama ia putus dengan Rayyan, Khayana masih belum bisa melupakan Ray. Meskipun ada beberapa laki-laki tampan yang menembaknya dan selalu memberikan perhatian lebih padanya. Temasuk Rehan yang sudah sejak lama menyimpan rasa pada Khayana dan selalu membantu Khayana dalam keadaan apapun. Khayana tidak bisa membuka hatinya kepada orang lain, entah kenapa. Setiap melihat Rayyan dengan perempuan lain dadanya terasa sesak, ada rasa cemburu yang terus menggebu. Namun ia sebisa mungkin menahan perasaan itu, ia sadar Rayyan bukan miliknya lagi.

"siapa cewek itu?"

"apa Rayyan yang ngajak dia pindah sekolah, dia pacar Ray?"

Khayana tercenung, menatap punggung Rayyan dan Alice yang mulai menjauh dan menuruni anak tangga di hadapannya. Ia mengingat kembali dan menyesali perbuatannya yang bersikap kasar kepada Rayyan. Terlebih saat di Vila, khayana nyaris saja membunuh Rayyan yang tak berdosa. Mungkin saja saat ini Ray masih trauma dengannya. Khayana menggelengkan kepala. Ia harus memperbaiki semuanya. Hanya Rayyan yang bisa membantunya untuk mengungkap siapa pembunuh ayahnya.

"gue harus minta maaf, mungkin hanya dengan cara itu gue bisa iklas."

"gue yang salah."

Come Back (KARAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang