BAB 31

9.8K 272 3
                                    

》》Event ini pun akan menjadi kesibukan ku pada akhirnya. Bahkan setelah sudah sah team masing masing dibentuk, farrel langsung mengintruksikan kepada anggotanya untuk memberikan ide kreatifnya untuk event mereka.

"Oke, terimakasih sebelumnya buat kalian anggota ku. Mungkin untuk Nia dan Thomas sudah tau gimana kriteria perfect menurut aku, right?" Ucap farrel pada saat ini dimana kami berkumpul diruangan meeting untuk membahas soal christmas project.

Yang dibalas anggukan oleh Thomas dan Nia.

"Dikarenakan, Nas adalah anak magang. Dan dia juga belum tau bentuk perfect menurut aku itu gimana. Jadi aku menganjurkan untuk nia dan thomaslah yang mengeluarkan ide kreatifnya. Dan aku serta nas yang akan memberi nilai ide siapa yang kita pakai. Kalian setujukah?" ucap farrel kembali.

"Siap, kami setuju pak"ucap Thomas dan Nia.

Sedangkan aku hanya bisa diam, mendengar intruksi yang diarahkan farrel.

"Dan juga kamu" ucap farrel sambil menunjuk ke arah ku.

"Kamu sebagai assisstant saya selama project ini. Kamu akan saya nilai bagaimana kreatifitas mu dalam menilai ide thomas dan nia. Serta aku juga mau lihat apakah penilaianmu masuk dalam kriteria perfect menurutku" ucap farrel.

"Baik pak" ucapku formal. Karna aku tidak mau mbak nia baik pun Thomas mengetahui bahwa ada sesuatu diantara kami.

Aku sungguh tersiksa saat ini. Tersiksa ketika mendengar bahwa aku menjadi assisstantnya selama project ini. Sedangkan untuk menolak pun aku tidak bisa.

"Kalau begitu sekian dulu. Saya beri waktu untuk kalian berdua memikirkan dan membuat ide kalian. Minggu depan di hari jumat, kita kembali berkumpul disini untuk melihat persentasi dari ide kalian. Terimakasih" ucap farrel.

Yang direspon anggukan bagi kami bertiga anggota farrel. Mbak nia, aku dan Kak Thomas memilih untuk beranjak dari tempat duduk kami masing masing dan keluar dari ruangan. Mengharuskan ku melewati farrel menuju pintu keluar.

Tiba tiba farrel menahan ku dengan memegang tangan ku. Aku terkejut. Dan langsung melihat ke arah mbak nia dan Thomas yang sudah keluar dari ruangan.

Aku langsung menghempaskan tangan ku dari farrel, dan menjauh pergi. Untung saja mbak nia dan kak thomas tidak melihat adegan tadi.
.
.
.
.

"Hey, nggak pulang?" Tanya farrel tiba tiba mendatangi meja ku dan mengagetkan ku.

Meja ku memakai papan pembatas. Sehingga ketika farrel datang kepala ku mendongak melihatnya. Karna aku merasa takut atas penilaian karyawan yang lain, aku segera berdiri dan melihat sekitar. Ternyata semua sudah pada pulang. Dan aku tidak sadar bahwa sekarang sudah menunjukkan waktu untuk pulang.

"Hey, kok diam aja? Aku tanya nas" ucap farrel kembali yang membuyarkan lamunanku.

"Oooh.. ehh, aku pulang bareng kak rafa" ucap ku cuek dan kembali duduk untuk membereskan semua barangku.

"Kalau gitu ayok ke basement bareng. Toh pulang kearah basementkan tempat mobil rafa parkir" ucap farrel santai.

"Nggak terimakasih. Aku nunggu kak rafa aja" ucapku kembali

"Hey nas, farrel" sapa rafa yang sudah datang ke meja nastusha.

Farrel hanya menjawab sapaan rafa dengan menyunggingkan senyuman tipis.

"Eh kak. Kita udah bisa pulang?" Tanya ku untuk mengakhiri tatap muka dan menghirup udara yang sama dengan farrel yang pernah menyakiti ku dulu.

"Iya, yuk pulang" ajak rafa pada akhirnya.

"Btw bro, nggak pulang?" Tanya rafa.

"Iya ni mau pulang. Tadinya mau ngajak nastusha pulang bareng. Ternyata sudah janjian sama lu" ucap farrel santai dan blak blakan.

Aku membelalakkan mata ku akan kalimat yang diucapkan farrel. Farrel dengan terang terangan mengatakan ngajak aku pulang bareng? Aku berharap tidak menimbulkan pertanyaan pada kak rafa.

"Oh sorry bro. Lu telat. Aku udah janji pulang bareng dia duluan". Ucap rafa santai sambil menepuk pundak farrel.

"Udah yuk kak pulang. Kak al udah nunggu sepertinya" ucapku yang dijawab anggukan oleh rafa dan mengizinkan jalan duluan.

Aku melenggang pergi duluan di depan pak rafa. Dan tidak mengucapkan permisi kepada farrel.
.
.
.

Di dalam mobil, alunan lagu menemani perjalanan pulang kami. Aku hanya bisa diam mengingat kejadian hari ini. Aku mengeluarkan nafas dengan kasar.
.
.
.

Dikarenakan nastusha menghembus nafas kasar. Hal itu menjadi menarik perhatian rafa yang tadinya konsen mengemudi.

"Btw, maaf ya nas, aku tidak memilih kamu tadi. Aku selaku pemimpin merasa tidak enak dengan tania. Aku tidak tau kalau farrel ternyata memilih kamu juga. Dan aku juga tidak mau karyawan yang lain menilai aku pilih kasih dikarenakan kita dekat" ucap rafa lembut namun tetap wibawa kepada nas.

"Iya nggak apa apa kak. Nas ngerti kok. Walau tadi nas sebenarnya sangat berharap se team sama kakak" ucap nas sambil memajukan bibirnya.

"Ngerti tapi kok gitu bibirnya. Dimonyong monyongin" ucap rafa sambil tersenyum manis ke nas.

"Ngerti kok" ucap nas kembali.

"Bibir itu agak dikondisikan. Nanti aku cium baru tau rasa kamu" ucap rafa mengancam.

"Hahah ampun kak. Macam bisa aja nge cium. Wong situ lagi mengemudi" ucap nas santai sambil melihat ke arah kaca.

Rafa yang merasa tertantang dengan ucapan nas, spontan me rem, memberhentikan mobil mendadak.

"Aduuh, kenapa kak?" Tanya nastusha karna merasa terganggu rafa memberhentikan mobil tiba tiba.

Tanpa aba aba, rafa langsung mencium bibir nas. Lembut, namun cukup menimbulkan sensasi geli bagi mereka masing masing.

Nastusha yang tadinya terkejut dan membolangkan matanya karna dicium oleh rafa tiba tiba, Perlahan menikmati ciuman tersebut.

Rafa yang akhirnya sadar rasanya sudah ingin untuk semakin jauh setelah mencium bibir nas, terpaksa untuk berhenti.

"Bibir ini manis" ucap rafa sambil memegang bibir nas lembut.

Nas hanya bisa diam. Dan tertunduk malu karna di tatap rafa dan diucapkan kalimat seperti itu.

Akhirnya rafa menyudahi aksinya tadi. Dan memilih untuk kembali menjalankan mobilnya, untuk mengantar nastusha pulang.

Selama diperjalanan mereka hanya diam dan mengingat apa yang sudah terjadi tadi.

Rafa yang mengemudi, mengingat itu rasanya sudah tak tahan menahan ingin melakukannya lebih. Apa lagi, rafa merasa bibir nastusha itu akan menjadi bagian yang akan selalu diinginkannya.

Sedangkan nastusha, mengutuki dirinya sendiri akan ucapannya yang salah. Bila dia tidak mengucapkan kalimat itu, mungkin hal seperti tadi tidak terjadi, pikir nastusha.

I'm not a USURPERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang