Tiga Puluh Delapan - Marah 1

886 68 3
                                    

"Ini adalah hidupku. Biarkan aku sendiri yang mengaturnya... Siapapun... Tolong, jangan ikut campur."

***

Soobin terus-terusan mengetuk kamar Yuna sambil memanggil nama Yuna agar gadis itu keluar dari kamarnya. Soobin hampir menyerah, karena sekeras apapun ia berteriak dan berulang kali memohon untuk dibukakan pintu, Yuna tetap tidak bergeming sama sekali.

"Adek kamu gak papa kan? Baik-baik aja kan? Nggak ada masalah?" seru Soobin.

"Pliss.. Bukain pintunya. Abang cemas." pinta Soobin.

Tidak ada jawaban apapun dari Yuna. Hal itu semakin membuat Soobin cemas. Sebenarnya ada apa dengan Yuna? Apa yang terjadi? Tidak biasanya Yuna mengurung dirinya di kamar seperti ini hingga mengabaikan panggilan Soobin.

"Aku mohon bukain pintunya. Cerita ke abang kalo ada masalah. Abang janji pasti bantuin." Soobin terus berusaha membujuk Yuna berharap Yuna akan luluh dan membukakan pintunya.

Namun hasilnya tetap saja nihil. Tak peduli sudah berapa lama Soobin berdiri di depan kamar Yuna. Yuna tetap bersikeras tidak membukakan pintu untuk Soobin. Bahkan Yuna hanya diam. Soobin benar-benar seperti berbicara sendiri.

"Yuna kalo kamu mau istirahat oke. Abang akan pergi. Abang nggak akan ganggu. Mungkin sekarang kamu ingin sendiri. Tapi tolong janji sama abang kalo kamu udah baikan bukain pintunya." kata Soobin sebelum pergi. Soobin berpikir mungkin sekarang Yuna sedang ingin sendiri untuk menjernihkan pikirannya. Soobin berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Yuna baik-baik saja tetapi semuanya terasa sia-sia. Soobin begitu cemas dengan keadaan Yuna.

+x+

Yuna menahan tangisnya agar tidak terdengar oleh Soobin. Ia mendengarkan semua perkataan Soobin dari balik pintu kamarnya namun tidak berniat untuk berbicara dengan Soobin. Yuna merasa Soobin hanya berpura-pura baik padanya.

Harusnya Soobin tidak boleh melakukan hal ini jika tidak ingin Yuna terluka. Yuna ingin marah, kenapa orang yang ia sayangi bisa setega ini membohonginya.

Agar Yuna bahagia? Yuna merasa muak saat mengingatnya. Bagaimana bisa mereka berpikir bahwa Yuna akan bahagia? Bahagia dalam kebohongan?

Yuna memeluk lututnya sambil menangis sesenggukan. "Ma..ma.." lirih Yuna. Saat ini ia rindu dengan mamanya. Ia ingin menumpahkan segala keluh kesahnya pada mamanya. Ia ingat dulu setiap ia menangis mamanya akan datang menenangkannya dengan kata-kata bijak sambil mengelus rambutnya lembut. Tapi sayangnya kini tidak ada mamanya di sini. Saat ini Yuna merasa bahwa ia sendirian. Ia tidak ingin lagi berbicara pada Soobin. Ia benci Soobin.

+x+

"Lia aku cemas kenapa Yuna jadi seperti ini? Tidak biasanya Yuna begini." Soobin berbicara pada Lia melalui telepon.

"Emang Yuna kenapa?" tanya Lia dari seberang sana.

"Yuna tadi pulang terus diam gitu aja mengunci dirinya dalam kamar. Aku harus gimana Lia?" tanya Soobin khawatir. Ia memilih untuk bercerita pada Lia. Berharap Lia akan sedikit mengurangi kecemasannya. Karena Soobin yakin Lia mungkin akan lebih mengerti Yuna karena sesama wanita.

"Ubin udah coba ngetuk kamar Yuna? Panggil nama dia?" kata Lia berbisik.

Soobin tahu Lia melakukan itu agar tidak didengar mamanya saat memanggil namanya. Lia diam-diam masih berhubungan dengan Soobin tanpa sepengetahuan mamanya.

"Udah Lia tapi dia gak ngerespon gimana dong?"

Lia tampak berpikir sejenak. "Aku rasa pilihan kamu buat ninggalin dia sendiri itu benar. Mungkin dia emang lagi ingin nenangin pikirannya."

 Historia De Amor (TXT ITZY) Selesai✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang