Empat Puluh - Sumber kekuatan

995 67 4
                                    

Perasaan yang dulu kukubur dan kulupakan, kini kembali menyeruak keluar. Nyatanya perasaan itu masih ada. Aku masih menyukaimu. Ah, tidak.. Lebih tepatnya sangat menyukaimu.

***

Soobin menunggu Yuna turun dari kamarnya. Biasanya jam segini Yuna sudah datang ke meja makan untuk sarapan sebelum berangkat sekolah. Namun kali ini Yuna belum juga menampakkan batang hidungnya. Soobin menjadi khawatir karena sejak kemarin Yuna tidak keluar dari kamarnya.

"Makanannya nggak dimakan? Nanti keburu dingin loh." tanya Bi Siti, seorang asisten rumah tangga yang membantu mengurus Soobin dan Yuna. Bi Siti heran melihat Soobin hanya mengaduk-aduk makanannya dan terlihat tidak nafsu makan. Bi Siti merasa bahwa Soobin sedang mempunyai masalah, walaupun begitu Bi Siti tidak ingin terlalu ikut campur. Sebab Bi Siti juga tidak terlalu dekat dengan Soobin ataupun Yuna.

"Nunggu Yuna." jawab Soobin.

Bi Siti terlihat heran, "Neng Yuna belum turun? Biasanya jam segini udah turun dari kamarnya."

Soobin mengangguk lemah.

"Bibi panggilin neng Yuna ya?" Bi Siti menawarkan diri untuk membantu.

"Boleh Bi, tolong ya." Soobin berharap jika Bi Siti yang memanggil Yuna. Yuna akan berubah pikiran dan turun.

Baru beberapa langkah Bi Siti menaiki tangga menuju kamar Yuna namun orang yang dibicarakan sudah turun. Soobin tersenyum melihat kedatangan Yuna. Yuna terlihat jauh lebih baik dibandingkan kemarin. Yuna memakai seragam lengkap siap untuk pergi ke sekolah.

"Ayo makan dulu." Soobin berdiri mengajak Yuna untuk makan bersama. Yuna tidak mengindahkan ajakan Soobin, ia memalingkan wajahnya enggan melihat wajah Soobin.

Senyum Soobin memudar, ia hampir lupa jika kini Yuna sedang marah padanya.

"Bi aku berangkat dulu." pamit Yuna sebelum berlalu melewati meja makan begitu saja. Ia tidak ingin tersenyum ataupun menyapa Soobin seperti yang biasa ia lakukan.

"Yuna dari kemarin kamu belum makan. Ayo sarapan dulu." Soobin memperingatkan. Ia khawatir jika nantinya mag Yuna kambuh.

"Gak nafsu." ketus Yuna mengabaikan Soobin begitu saja. Ia berjalan keluar rumah hingga kemudian menghilang dari balik pintu.

"Soobin nganterin Yuna dulu Bi." Soobin berjalan cepat menyusul Yuna. Ia belum menyentuh makanannya sama sekali, ia tidak peduli karena ia harus mengantar Yuna. Setiap pagi Soobin selalu mengantar Yuna ke sekolahnya. Memastikan bahwa adiknya sampai ke sekolah dengan selamat.

Bi Siti memperhatikan punggung Soobin yang semakin menjauh. Walaupun ia tidak dekat dengan kedua anak itu, tetapi ia berharap agar masalah apapun di antara mereka dapat segera terselesaikan. Karena bagaimanapun mereka berdua adalah saudara yang saling menyayangi satu sama lain.

Soobin hendak mengambil motornya di garasi namun ia berhenti saat melihat Yuna lebih memilih naik bus. Yuna tidak memerdulikan Soobin, sepertinya Yuna benar-benar telah membenci Soobin. Soobin merasa sangat sedih karena hal ini.

•••

"Yuna benci aku. Aku memang kakak yang buruk." Soobin menghela nafas sedih.

"Kata siapa? Ubin baik kok. Aku tau Ubin memang bersalah tapi kan Ubin ngelakuin hal itu ada alasannya." Lia memandang Soobin disebelahnya dengan penuh perhatian. Soobin terlihat murung. Lia tidak tega melihat Soobin seperti itu.

"Aku buruk Lia. Aku udah nyakitin adik aku sendiri." Soobin menyalahkan dirinya sendiri.

"Itu bukan salah kamu." Lia berusaha membela Soobin agar Soobin tidak terlalu menyalahkan dirinya sendiri.

 Historia De Amor (TXT ITZY) Selesai✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang