BAB 5

8.6K 695 3
                                    

Devano menatap Renata yang sedang asyik makan es krim. Mereka berdua sedang duduk di taman dekat sekolahan mereka.

"Maaf ya Ren. Aku bisanya ajak kamu kesini doang."

Renata tersenyum. "Aku udah seneng, Dev. Yang penting bareng sama kamu."

"Maaf juga kemarin aku nolak ajakan kamu buat besok jalan-jalan."

"Kan kamu udah ajak aku jalan-jalan sekarang."

"Ren," panggil Devano.

"Yaa?"

"Boleh nanya nggak? Tapi kamu jangan marah ya?"

"Nanya apa?"

"Kamu nggak malu pacaran sama cowok yang ke sekolah cuma naik skateboard, cowok yang jualan kue di sekolahan-"

"Dev," Renata mengusap punggung tangan Devano menggunakan kedua ibu jarinya. "Aku nggak masalah dengan itu semua."

"Aku malah bangga punya pacar kayak kamu. Kamu itu mandiri. Kamu udah kerja padahal banyak temen-temen kita yang masih minta uang ke orang tuanya."

Devano menggenggam tangan Renata. "Makasih ya. Aku sayang sama kamu, Ren."

Renata hanya tersenyum membalas ucapan cowok itu.

---

Devano meluncur menggunakan skateboardnya mendekati beberapa anak yang duduk di pinggiran jalan. Mereka menoleh ketika Devano memanggil mereka.

"Kak Devano," seru mereka dengan wajah ceria.

Devano menghentikan skateboardnya. Tertawa kecil melihat mereka berlari ke arahnya. Ia mengangkat tinggi-tinggi kresek besar yang ia bawa.

"Kak Devano bawa makanan. Yuk kita makan bareng," ajak Devano sambil menggiring mereka duduk di depan toko. Devano membagikan nasi bungkus itu.

Seorang anak laki-laki berumur tujuh tahun menatapnya heran. "Kak Devano nggak makan?"

Devano mengusap puncak kepala anak laki-laki yang bernama Yudi itu. "Kakak udah makan tadi. Udah lanjutin makannya."

Krucuk, krucuk

Hening yang sempat menyelimuti mereka beberapa detik membuat suara itu terdengar keras. Devano nyengir lebar melihat anak-anak itu tertawa.

Yudi menunjuk wajah Devano. "Hayo, kak Devano bohong." Yudi menoleh ke arah teman-temannya. "Kita bikin jadi satu yuk. Biar kita semua bisa makan bareng-bareng."

Mereka mengangguk setuju lalu menjadikan nasi mereka menjadi satu dan sekarang terlihat lebih banyak. Tina menatap Devano. "Ayo kak, kita makan bareng-bareng."

Sesak dada Devano karena ia berusaha menahan air matanya. Ia terharu mendapat perlakuan dari anak-anak itu. Devano mengangguk dan makan bersama mereka di depan toko yang sudah tutup ditemani dengan cahaya lampu toko yang masih menyala.

Ternyata, makanan apapun kalau dimakan bersama-sama akan terasa jauh lebih enak daripada kita makan sendirian.

Itu yang Devano rasakan.



🌼🌼🌼

Yuk, lanjut baca chapter 6, hehe

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Devano✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang