BAB 39

6.7K 497 12
                                        

Devandra berjalan pelan supaya tidak menimbulkan suara. Cowok itu berdiri di belakang Devano yang sedang duduk di sofa ruang keluarga. Tangan kirinya terulur ingin merebut roti yang sedang dibawa Devano.

Sret

Devandra berdecak pelan. Ia tidak berhasil mendapatkan roti itu karena Devano memindahkannya ke tangan kanan lalu melahapnya.

Devandra sekarang mengulurkan tangan kanannya. Sedikit lagi ia akan mendapatkan roti tawar dengan selai coklat yang enak itu.

Sayangnya, niat Devandra itu kembali gagal. Devano menggeser duduknya ke kiri lalu berdiri membuat Devandra kehilangan keseimbangan.

Bruk!

"Aw!" ringis Devandra pelan.

"Ambil roti sendiri," ucap Devano santai sambil berjalan ke arah dapur.

Devandra yang sekarang tiduran dengan posisi kaki yang berada di sandaran sofa melempar bantal ke arah Devano dan sayangnya, saudara kembarnya itu dapat menghindarinya.

"Tambah nyebelin lo, Van!" seru Devandra sebal.

"Siapa suruh jailin orang yang nggak bisa liat?" balas Devano dengan senyum miring yang tercetak di wajah tampannya.

"Ndra," panggil Alfian yang baru keluar dari kamar utama. Pria paruh baya itu melirik jam yang tertempel di dinding. "Kamu berangkat kuliah nggak? Udah jam delapan kok masih belum siap-siap," omel Alfian.

"Ssstt," desis Devandra sambil menaruh telunjuk di depan bibir. "Aish, ayah mah!" protes Devandra sambil berbisik.

"Kenapa?" tanya Alfian bingung.

"Nggak papa," dengus Devandra.

Telinga udah siap kan kena omelan Devano?

Oke, siap!

"Elo jam delapan belum siap-siap kuliah dan malah ngejailin gue? Lo berani bohongin gue?! Kemarin bilangnya nggak ada kelas, taunya ada kelas pagi. Berangkat sono!"

Astaga, bawel banget saudara kembar gue!

"Ndra!" panggil Devano sedikit berteriak. "Devandra!"

Telinga gue nggak siap!

"Sepuluh menit lo belum siap buat berangkat kuliah, gue taruh sepuluh boneka di kamar lo!"

Hening. Tidak ada jawaban dari saudara kembarnya itu.

"Devandra!"

Devano berdecak. Cowok itu berjalan lurus lalu mengayunkan tongkatnya dan...

Bugh!

"Aduh!"

Yap, tepat sasaran.

Tongkat Devano memukul Devandra tepat di punggung cowok yang dua minggu lagi menginjak umur sembilan belas tahun itu.

"Lo pikir gue nggak denger langkah kaki lo yang kayak gajah itu, haa?!"

Astaga, sekarang Devano galak banget ya?

Devandra berlari menghindari pukulan Devano. Cowok itu meringis, "ampun, Van! Gue males banget kuliah pagi ini. Dosennya galak banget. Bener deh, galak banget!" ucapnya melebih-lebihkan.

Devano berhenti. "Kalo lo nggak kuliah, siapa lagi yang mau nerusin perusahaan ayah? Gue nggak bisa lihat, Ndra."

Devandra menghela napas berat. Kalau saudara kembarnya itu sudah berbicara tentang kondisinya, ia memilih untuk diam. "Iya deh, iya. Gue berangkat kuliah," ucapnya menurut.

Alfian yang sedang sarapan di meja makan tertawa melihat kedua anak laki-lakinya yang bertengkar itu. "Sebenernya Ayah Devandra itu, Devano apa Ayah sih? Kok kalo sama Devano nurut terus?"

"Ya Devano-nya pake mukul, Yah," adu Devandra. "Tuh, mukanya aja udah merah. Udah kayak Hulk." Devandra berlari sebelum Devano memukulnya lagi.

"Devandra bego!" seru Devano sambil mengepalkan tangannya menahan amarah. "Hulk warna hijau. Lo buta warna, haa?!"

Devandra yang sudah berada di lantai dua tertawa terbahak-bahak. "Ohh, udah ganti tho?"

"Emang dari dulu bego!"

Gimana Devano nggak marah dan kesal setiap hari kalau semakin hari saudara kembarnya itu semakin menyebalkan?

---

Seorang cewek menarik kopernya sambil berlari keluar bandara. Napas cewek itu terdengar memburu. "Aduh, bego. Masih nunggu nggak ya taksinya?"

Cewek itu mendadak menghentikan langkah kakinya. Ia menepuk keras dahinya. "Nah kan, begonya mulai. Kan aku belum pesen taksi. Efek habis tidur langsung lari tuh gini," gerutunya sambil berjalan keluar bandara.

"Masih mending kalo tidurnya di pesawat. Lah aku? Aku tidurnya di kantin. Mulutnya mangap la-" Cewek itu mendadak menghentikan langkahnya, lagi.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri melihat sekitar sambil menyipitkan kedua matanya. Raut wajahnya berubah cemas, "ada yang motoin aku nggak ya? Kalau aku mendadak jadi artis gimana nih?"

"Siapa yang mau motoin kamu tidur sambil mangap kayak tadi, sih?" celetuk seseorang itu membuatnya membalikkan badan. Cewek itu berlari dan menghambur ke pelukan seseorang tadi.

"Ayah!" serunya.

---

Devandra berjalan ke dapur. Cowok itu mengambil sebuah apel dan memakannya setelah mengusap apel itu menggunakan kaos merah maroon yang dipakainya.

"Bun, Devano kemana? Kok nggak ada di dalem kamarnya?"

"Devano pergi ke taman. Katanya mau jalan-jalan. Bosen di rumah terus," jawab Dina yang sedang memasak.

Devandra berhenti memakan apelnya. "Dokternya belum dapet pendonor mata yang cocok buat Devano ya, Bun?"

Dina mengangguk lemah, "iya."

Tangan Devandra yang memegang apel perlahan turun dan menempel di atas meja makan. Cowok itu menghela napas berat. "Apa Devandra aja yang donorin mata buat Devano ya, Bun?"

Dina yang mendengar ucapan anak laki-lakinya itu segera mendekat setelah mematikan kompor. Wanita paruh baya itu duduk di samping Devandra.

"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Devandra berdoa ya semoga Devano cepet dapet pendonor mata yang cocok," ucap Dina lembut sambil mengusap rambut tebal anak laki-lakinya.

Devandra tersenyum dan mengangguk. "Pasti, Bun."

Tak lama, bel rumah berbunyi. Devandra membukakan pintu setelah disuruh Dina. Cowok itu mengernyit melihat seseorang berdiri memunggunginya.


🌼🌼🌼

Aku update jam setengah satu pagi😂

Kepanjangan nggak sih?
Maaf ya kalo kepanjangan, hehe. Aku insyaallah up lagi nanti jam 10an yaa

Kira-kira, siapa cewek itu?

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Devano✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang