BAB 30

6.5K 534 16
                                    

"Terus lo mau kemana?"

Devano mengedikkan kedua bahunya tidak tahu, "gue nggak tau."

Dimas mengurungkan niat untuk mengeluarkan suara ketika sahabatnya itu melanjutkan ucapannya.

"Uang yang ayah kasih buat uang saku gue selama lima tahun ini, gue tabung semua. Masih ada tabungan dari gaji gue kerja sampingan. Buat beli apartemen masih sisa banyak sih."

Dimas menatap datar Devano. Ia menyesal sekilas merasa kasihan kepada sahabatnya itu.

"Sombong amat!"

Devano terbahak melihat ekspresi kesal sahabatnya itu. Devano menggeleng setelah tawanya reda. "Nggak."

"Gue nggak bakal gunain uang tabungan yang udah gue kumpulin selama ini cuma buat beli apartemen."

Devano menatap pantulan sinar rembulan di air kolam ikan yang ada di depannya. Senyum kecil terbit di wajah Devano.

"Uang itu buat gue kuliah. Kalo tidur gampang lah. Cari kos di sekitar sini yang murah."

"Mandiri banget ya lo." Dimas menggeleng takjub. "Mending lo nginep di rumah gue aja. Gratis kok."

"Gue nggak mau ngrepotin siapa-siapa lagi."

"Siapa yang bilang lo ngrepotin gue? Malah bokap nyokap gue pasti seneng."

---

"Assalamualaikum."

Dimas membuka pintu rumahnya. Cowok itu merangkul pundak Devano menuju ruang keluarga.

"Paa, Maa, nih Dimas bawa siapa?"

Kedua orang tua Dimas yang sedang asyik menonton televisi menoleh ke arah anak tunggalnya.

"Siapa?"

Tangan Dimas yang terulur ingin membuka masker Devano dicegah cowok itu. Devano menggeleng kuat. Dimas mengangguk paham.

Dimas kembali menatap kedua orang tuanya. "Masa nggak kenal sih?"

"Siapa?" tanya Silvia, Mama Dimas.

"Tebak dulu dong, Ma."

Riko, Papa Dimas mendengus. "Kalo mau main tebak-tebakan lagi..." Riko melepaskan sandal rumahannya.

"Papa pukul kamu pake sandal."

"Ampun pak Bos," kekeh Dimas. "Ini Devano, Maa, Paa."

Devano menggaruk tengkuk lehernya. "Malam Om, Tante," sapanya pada kedua orang tua Dimas sambil mengangguk sopan.

Riko langsung berdiri dan memeluk cowok itu. Devano meringis karena pelukan Riko yang terlalu kuat.

"Paa, lepasin Devano. Kasihan nggak bisa napas," ucap Dimas.

Riko melepaskan pelukannya. "Om kangen sama kamu, Van. Anak kebanggaan Om sama Tante udah lama banget nggak main ke sini. Sibuk sama kegiatan sekolah ya?"

Devano terkekeh. Dimas berdehem keras berulang kali. Cowok itu mengangguk sopan setelah fokus mereka beralih padanya.

"Maaf, Tuan dan Nyonya Adi Pranata. Kayaknya saya salah keluarga ya?"

"Ohh iya, siapa kamu?" tanya Riko yang mulai mengambil peran di dalam drama yang anaknya buat.

"Wahh, Papa gitu sama Dimas. Maa," rengek cowok itu.

Dimas mengurungkan niatnya untuk memeluk Silvia ketika wanita paruh baya itu memicingkan kedua matanya.

"Maaf, siapa ya?"

Dimas mendengus kesal. "Oke, fine."

Mereka tertawa melihat wajah memelas Dimas. Devano merasa senang berada di rumah Dimas yang tidak begitu besar tapi ada kehangatan yang begitu besar di sini.

Kehangatan yang sudah lama tidak ia rasakan dari keluarganya sendiri.



🌼🌼🌼

Selamat membaca bab berikutnya🤗

Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Devano✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang