"Buruan sono berangkat, Ndra."
Vania menoleh ke arah Devano, "emang mau kemana?"
"Tanya orangnya langsung aja, Van. Orangnya kan di depan lo," ucap Devandra.
"Yee ogah," jawab Vania langsung.
"Mending lo ikut aja sana Van sama si Dimas juga. Siapa tahu tenaga kalian dibutuhin di sana," ucap Devano.
---
"Kita mau kemana?"
Dimas menoleh ke seseorang yang duduk di belakang. "Diem napa, Pan. Dari tadi lo nanya itu mulu."
Vania menggeser tubuhnya ke kiri dan melihat keluar jendela setelah menangkap lirikan Devandra lewat kaca spion yang tergantung di dalam mobil.
Jujur, Vania masih sebal dengan cowok itu. Cowok yang berdebat dengannya kemarin.
Setelah menempuh perjalanan kurang dari setengah jam, mereka turun di suatu tempat. Mereka turun dari mobil Devandra.
Vania memekik saking senangnya. "Taman bermain!"
Dimas langsung mencekal pergelangan tangan Vania sebelum cewek itu berlarian seperti anak kecil di tempat umum seperti taman bermain ini.
Setelah mengunci mobilnya, Devandra menghampiri Vania dan Dimas. "Yuk masuk. Udah pada nungguin kita."
"Siapa yang nungguin kita?" tanya Vania penasaran.
Devandra tersenyum, "liat aja nanti."
Mereka masuk ke taman bermain setelah membeli tiket. Baru beberapa langkah, terdengar suara beberapa anak yang memanggil nama seorang cowok yang memakai kaos navy dan celana abu-abu selutut itu.
"Kak Devandra!"
Devandra berlutut dan merentangkan kedua tangannya. Cowok yang memakai topi berwarna merah maroon itu tertawa sambil mengacak rambut anak-anak yang memeluknya.
"Maaf ya, Kak Devandra telat," ucapnya lembut.
"Kak, Kak Devano nggak ikut lagi?" tanya seorang anak bernama Tina.
Devandra tersenyum tipis. "Kalian doa-in ya supaya Kak Devano bisa cepet sembuh. Biar kita bisa main bareng-bareng lagi, oke?"
Tina dan anak-anak lainnya mengangguk. Vania sempat tertegun melihat Devandra yang bersikap lembut di depan anak-anak itu. Cowok itu ternyata tidak menyebalkan seperti apa yang ia pikirkan.
Vania tersadar dari lamunannya ketika mendengar seorang anak bertanya tentang dirinya pada Devandra. Vania berlutut menyejajarkan tinggi tubuhnya dengan anak-anak itu.
"Hallo, nama kakak kak Vania. Temennya kak Devano juga," ucapnya memperkenalkan diri.
"Hallo kak!" balas mereka.
Kedua sudut bibir Devandra terangkat menatap wajah Vania dari samping. Devandra kembali menatap anak-anak tadi.
"Ayo kita main!"
---
Vania duduk di salah satu kursi yang disediakan di taman bermain itu sambil mengibas-ngibaskan tangannya di sekitar wajahnya.
Cewek yang mengikat rambut panjangnya itu tersentak ketika sebuah benda dingin menempel di dahinya. Vania sontak membuka kedua matanya.
"Panas yaa?" tanya orang yang sedang menempelkan sebotol teh dingin di dahinya.
"Hm," balas Vania cuek dan menjauhkan tangan Devandra dari dahinya.
Devandra tersenyum lalu duduk di samping Vania. "Buat lo," ucapnya menyodorkan sebotol teh dingin tadi.
Vania menatap sebotol teh dingin tadi dan wajah Devandra yang menampilkan seulas senyum manis secara bergantian.
"Nggak," ucap Vania.
Devandra tertawa. "Bilangnya nggak mau tapi diambil juga."
Iyaa, Vania bilang 'nggak' tapi tetap saja cewek itu mengambil sebotol teh dingin dari tangan Devandra.
Vania melirik Devandra sekilas. "Siapa yang bilang nggak mau?"
"Lo tadi bilang 'nggak' kan?"
"Nggak mau nolak maksudnya," balas Vania enteng.
Tak sadar, tangan kanan Devandra menarik pipi Vania hingga membuat cewek itu mengaduh. "Ishh, sakit tau!" gerutu Vania dan memukul lengan Devandra cukup keras.
Devandra tersadar dan langsung memalingkan wajahnya. Kenapa wajahnya sekarang terasa panas?
Kayaknya gue kepanasan. Hari ini emang panas banget kan?
"Aww!"
Seru Devandra ketika Vania mencubit lengan kekarnya. "Kenapa nyubit lengan gue, sih? Sakit tau," omel Devandra.
"Dih, gitu aja kesakitan. Jangan-jangan otot-otot kamu ini palsu yaa?" tanya Vania polos sambil menoel-noel lengan atas Devandra.
Devandra tertawa. "Ciee, pegang-pegang," godanya.
Vania menghentikan telunjuknya yang menoel-noel lengan Devandra. Ia menatap sebal Devandra. "Ishh, sekarang aku percaya banget kalo kamu kembarannya Devano. Sama-sama nyebelin!"
Devandra tertawa lagi melihat wajah kesal Vania yang menurutnya...menggemaskan.
Vania mendengus kesal dan beranjak berdiri. Reflek, tangan Devandra menarik tangan Vania membuat cewek itu duduk lagi.
"Jangan marah-marahlah, Van. Soalnya kalo lo marah kayak..."
"Kayak apa?!" sewot Vania.
Devandra menunduk lalu menjawab dengan suara pelan hampir berbisik, "kayak burung hantu."
Vania mendelik, "kamu ngatain aku kayak hantu?!"
"Eh?"
🌼🌼🌼
Ohh ya, kemarin temenku tanya. Kok udah kuliah aja? Lulusnya kapan?
Jadi, BAB 39 itu udah satu tahun kemudian yaa, heheSelamat membaca bab berikutnya🤗
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Ficțiune adolescențiCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...