Happy reading gaes😊
🌿
Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Dimas dan kedua orang tuanya menunggu Devano di depan ruang operasi setelah mendapat kabar tentang Devano.
Seorang dokter keluar dari ruang operasi. "Kalian keluarganya?" tanya dokter itu.
"Kami kerabat dekatnya, Dok," jawab Riko.
Dokter mengangguk mengerti. "Operasinya sudah selesai dan Alhamdulillah berjalan lancar. Dia akan dipindahkan ke ruang rawat inap. Bisa saya bicara dengan orang tua kandungnya?"
"Dokter bisa bicara sama saya. Saya sudah menganggap Devano anak saya sendiri," ucap Riko.
"Maaf Pak, tapi saya harus bicara dengan orang tua kandungnya. Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan mereka," ucap dokter itu.
"Tolong beri tahu orang tua anak itu untuk menemui saya. Permisi," dokter itu mengangguk samar lalu berjalan menuju ruangannya.
"Papa bisa bujuk ayahnya Devano?" tanya Dimas pada Riko.
Riko mengangguk, "Papa akan usaha."
---
Tok, tok, tok!
"Masuk!"
Dua orang masuk ke dalam ruang rawat inap Devandra setelah mendengar seseorang dari dalam ruangan yang memperbolehkan masuk.
Alfian menoleh ke belakang. Ia sedikit terkejut melihat seorang anak dan bapak yang masuk bukan seorang dokter seperti yang ia kira tadi.
"Siapa kalian?"
"Saya Riko, Papa dari temannya Devano," jawab Riko membuat Alfian langsung memalingkan wajahnya.
"Untuk apa kalian ke sini?" tanya Alfian dengan nada tidak suka yang begitu jelas.
"Bisa saya bicara dengan anda, Pak Alfian?"
Dua pria paruh baya itu berada di luar ruang rawat inap Devandra. Dimas di dalam menunggu Devandra.
Riko berdehem sebelum mulai berbicara. "Tolong temui dokter untuk mengetahui tentang keadaan anak anda."
"Saya sudah bertemu dengan dokter tadi," jawab Alfian dingin dan tanpa menatap lawan bicaranya.
Riko yang berdiri di samping Alfian menghela napas sabar. "Bukan dokter yang menangani Devandra. Tapi, yang menangani saudara kembarnya. Devano."
Alfian melirik sekilas Riko. Ada sedikit rasa khawatir dalam hati Alfian ketika kedua mata elangnya menangkap raut wajah cemas Riko. Tapi segera ia buang jauh-jauh rasa khawatir itu.
"Buat apa saya menemui dokter yang menanganinya. Bukan urusan saya. Saya tidak peduli dengan anak itu."
"Tolong jangan salahkan anak anda mengenai kecelakaan yang terjadi pada istri anda. Itu semua sudah takdir. Jangan salahkan dia," ucap Riko dengan sabar.
Alfian melirik tajam Riko. "Itu bukan urusan anda!"
"Tolong sekali saja temui dokter yang menangani Devano untuk mengetahui keadaan anak anda. Setelah itu, terserah anda. Biar saya dan keluarga saya yang akan merawat anak membanggakan seperti Devano."
"Terserah anda, saya tidak peduli!" ucap Alfian sebelum membalikkan badan. Langkahnya sempat berhenti mendengar lanjutan Riko.
"Saya tahu anda khawatir dengan Devano. Anda hanya gengsi untuk mengakuinya pada diri sendiri kalau anda masih peduli dengan anak anda itu."
---
Devandra mengerjapkan kedua matanya pelan. Kepalanya berdenyut nyeri ketika kejadian satu hari yang lalu tergambar jelas di kepalanya.
"Devandra," panggil Alfian membuat cowok itu menoleh ke kanan.
Melupakan rasa nyeri pada seluruh tubuhnya yang terluka, cowok itu bertanya, "dimana Devano, Yah?"
Bukannya mengkhawatirkan keadaannya sendiri, Devandra mengkhawatirkan saudara kembarnya itu. Sungguh, ia benar-benar khawatir.
Alfian terdiam tidak menjawab pertanyaan anaknya itu. "Devano mana, Yah?!" ulang Devandra dengan nada suara yang tinggi.
Tiga kata yang hanya bisa dikeluarkan Alfian untuk menjawab pertanyaan anak laki-lakinya itu. "Ayah nggak tahu."
Devandra berdecak sebal. Cowok itu melepas selang infus yang melekat di punggung tangan kirinya. "Aww!" ringisnya pelan.
"Devandra!" seru Alfian panik melihat darah yang keluar dari punggung tangan anak laki-lakinya itu. Anak laki-lakinya itu berusaha bangun dan turun dari ranjang.
"Kamu mau ngapain Devandra?! Kaki kamu patah, nggak bisa buat jalan."
🌼🌼🌼
Yang sebel sama Alfian?
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Teen FictionCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...