Devano masuk ke dalam kamar Dina. Bundanya itu masih terbaring lemah di kasur dengan alat-alat yang membantunya bertahan hidup.
Devano duduk di lantai di samping kasur. Menggenggam lembut tangan yang mulai berkeriput itu. Devano menyeka air matanya yang tak sadar menetes.
"Bunda," panggilnya. Ia tak bosan bilang pada bundanya itu,
"Devano kangen bunda."
Cowok itu menatap wajah pucat Dina. "Devano salah apa ya bun sama Renata?" tanyanya.
"Devano tahu, Renata sayang sama Devano bukan karena uang. Tapi, karena apa ya bun?"
"Apa Devano kurang perhatian sama Renata ya Bun?" Cowok itu menaruh dahinya di punggung tangan Dina. Bahunya bergetar pelan.
Brak
Devano sontak menoleh ke arah pintu kamar bundanya yang terbuka lebar. Wajah Devano seketika berubah pucat melihat kedatangan orang itu.
Seseorang dengan napas memburu itu masuk dan menarik paksa Devano untuk keluar. Orang itu mendorong Devano hingga cowok itu terjerembab ke lantai.
Kepala Devano membentur sudut meja kayu. Cowok itu meringis dan menyentuh dahinya yang mengalir darah segar.
Devano membalikkan badan. Cowok itu ketakutan menatap Alfian yang wajahnya memerah menahan amarah.
"Yah, apa lagi salah Devano?" tanyanya dengan nada ketakutan yang jelas.
Alfian menarik krah seragam Devano. Mencengkramnya begitu kuat. "Jangan panggil saya ayah! Anak saya hanya Devandra!" desisnya tepat di depan wajah Devano.
Bugh
Punggung Devano terbentur lantai setelah ayahnya itu memukul tepat di rahang kanannya. Devano menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya.
"Berani-beraninya kamu masuk ke dalam kamar istri saya!" bentak Alfian. "Sudah sering saya bilang, jangan pernah lagi masuk ke dalam kamar istri saya!"
"Devano kangen sama bun-"
"Dia bukan bunda kamu!" teriak Alfian.
Ayahnya itu menyeretnya menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua. Alfian mengunci kamar Devano setelah mendorong anaknya itu hingga tengkurap di lantai.
Alfian berjalan mengambil tongkat kasti yang terletak di bawah tempat tidur Devano. Memukul punggung anaknya itu.
Bugh
"Harus berapa kali lagi saya bilang kepadamu, sejak kejadian lima tahun lalu, kamu bukan anak kami! Istri saya bukan bunda kamu lagi!"
Bugh
Devano meringis menahan sakit pada punggungnya. Devano meneteskan air matanya. Sebuah suara merdu terngiang di kepalanya.
Anak cowok nggak boleh nangis
Cowok itu menyeka air matanya. Iya, Bun. Devano nggak nangis kok.
Setelah puas memukul punggung anaknya, Alfian menendang kaki Devano.
"Mana kunci mobil Devandra? Saya tidak langsung merebutnya karena tidak ingin Devandra mengenal saya buruk. Mana kuncinya?!"
"Di da-lam laci, Yah," cicit Devano.
Cowok itu berusaha bangun. Tapi sakit pada punggungnya membuat ia tidak bisa bergerak.
Alfian mengambil kunci mobil dan melangkah ke arah pintu. Tangannya yang terulur ingin membuka kunci berhenti mendengar ucapan Devano.
"Ke-celakaan itu bukan salah Devano, Yah. Ke-napa ayah benci sama Devano?" tanyanya susah payah karena menahan perih pada sudut bibirnya yang sedikit sobek.
Rahang Alfian mengeras. Ia berbalik badan dan mencengkram kuat lengan Devano menyuruhnya berdiri.
Astaga, bangun saja kesulitan, Devano disuruh berdiri. Bagaimana keadaan cowok itu?
Devano meringis menahan sakit pada punggungnya. Kedua matanya tertutup ketika Alfian membentaknya tepat di depan wajah.
"Kamu penyebab istri saya koma selama ini!"
"Itu kecelakaan, Yah. Jangan salahkan Devano," ucapnya.
Wajah Alfian memerah. Pria paruh baya itu mendorong kuat Devano hingga punggung anaknya itu membentur tembok.
"Itu salah kamu! Kalau kamu tidak manja meminta istri saya pergi membeli es krim untuk kamu, istri saya pasti masih sehat sekarang!"
Bruk
Devano terjatuh membentur keras lantai yang dingin sebelum Alfian keluar dari dalam kamarnya dan membanting pintu.
Blam
Suara pintu terbanting itu membuat Devano memejamkan matanya. Kedua tangan Devano mengepal kuat. Cowok itu terisak.
"Maafin Devano, bun. Devano anak bunda ini cengeng."
🌼🌼🌼
Bang Devano🤧
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Teen FictionCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...