Devano turun dari panggung kecil setelah menyanyikan beberapa lagu. Cowok yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna navy itu mengedarkan pandangannya.
Kenapa seseorang yang ditunggunya belum datang? Devano menghela napas. Mungkin kejebak macet, pikirnya.
Devano lalu berjalan menuju salah satu meja di dekat jendela besar yang menampilkan pemandangan di luar kafe. Cowok itu duduk dengan tidak tenang.
Jantungnya sedari tadi berdegup kencang. Ohh astaga, begini kah rasanya Ayahnya dulu melamar Bundanya?
Devano mengeluarkan sebuah kotak berwarna hitam dari dalam saku celana lalu membukanya. Senyumnya bertambah lebar melihat sebuah cincin putih sederhana dengan sebuah ukiran nama di dalamnya.
Devania
Semoga berhasil. Dua kata yang berulang kali ia ucapkan dalam hati.
Senyumnya terus mengembang sampai suara lembut seseorang membuatnya menoleh dengan raut wajah yang datar.
"Hai, Dev."
---
Seorang cewek turun dari angkot yang berhenti di depan sebuah kafe hits di kotanya. Cewek itu menyerahkan selembar uang dua ribuan kepada kenek.
"Makasih ya, Bang," ucap Vania.
Vania mengibaskan tangannya di depan wajah sambil berjalan masuk ke dalam kafe. Cewek itu mendorong pintu kafe kemudian terdengar bunyi,
Ting!
Vania mengedarkan pandangannya. Dimana seseorang yang mengajaknya bertemu di kafe ini?
Kedua mata cewek itu menangkap seorang cowok yang ia cari. Vania mengangkat tangannya dan akan berteriak memanggil nama cowok itu.
"Pa--"
Deg!
Vania mematung. Senyum lebarnya perlahan menghilang melihat Devano sedang berpelukan dengan seorang cewek.
Dadanya sekarang begitu sesak. Setetes air matanya turun. Ia cepat-cepat berbalik badan dan berlari keluar tepat ketika kedua mata berwarna coklat terang milik Devano menangkap keberadaannya.
Devano melepaskan pelukan cewek itu. "Maaf, gue pergi dulu," ucapnya lalu berlari menyusul Vania.
"Vania, Vania tunggu gue!"
Vania tidak memperdulikan teriakan Devano. Cewek itu terus berlari berusaha menjauh dari Devano tanpa tahu ada sebuah mobil melaju kencang dari arah kanannya.
Devano berteriak menanggil nama cewek itu, "Vania!"
Sret!
Devano menghentikan langkahnya lalu menghela napas lega ketika seseorang berhasil menolong Vania diwaktu yang tepat.
Devano terdiam melihat saudara kembarnya yang sudah menolong Vania sedang memeluk cewek itu untuk menenangkannya.
Devandra menangkup kedua pipi Vania. "Hei, lo nggak papa, Van?" Cewek itu mengangguk sambil masih terus mengeluarkan air mata.
Devandra mengusap kedua pipi Vania menggunakan ibu jari. "Kenapa nangis?" tanya Devandra khawatir. Vania menggeleng kuat.
Ekor mata Devandra menangkap saudara kembarnya yang berdiri tak jauh darinya. Vania memalingkan wajahnya melihat Devano berjalan mendekat.
"Vania..." panggil Devano lembut.
"Pandra, anterin aku pulang," ucap Vania tak mau melihat ke arah Devano.
Devandra menoleh ke arah Devano. Ia menarik tangan Vania menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari sana setelah mendapat anggukan dari Devano.
---
Vania memeluk boneka beruang besar berwarna coklat dengan erat. Cewek itu lalu melempar bonekanya ke sembarang arah mengingat boneka itu dari Devano.
Vania lalu memeluk gulingnya. Menyembunyikan wajah di balik guling lalu berteriak dengan keras berusaha menghilangkan rasa sesak di dadanya.
Bodoh. Vania memang bodoh. Seharusnya ia menghilangkan rasa sayang lebih dari seorang sahabat pada Devano dari dulu.
Tapi kenapa setelah empat tahun tidak bertemu, rasa sayangnya bukannya menghilang malah semakin bertambah besar?
---
Devano mengetuk pintu rumah seseorang berharap orang yang ingin ia temui yang membukakan pintu.
Cowok itu tersenyum kecut ketika melihat orang yang membukakan pintu bukan orang yang ingin ia temui.
"Tante, Vania-nya ada?"
Rizka, Mama Vania mengangguk. "Ada. Sebentar tante panggilin ya?"
Devano mengangguk samar. Cowok itu duduk di kursi depan teras rumah Vania sambil menunggu Rizka memanggil Vania.
Devano langsung berdiri ketika Rizka kembali setelah beberapa menit. "Aduh, maaf ya Devano. Vania-nya lagi tidur. Kayanya dia capek banget."
Devano menurunkan bahunya lemas. Cowok itu tersenyum lalu mengangguk samar. "Ya udah Tan. Nanti biar Devano hubungin Vania."
Cowok itu mencium punggung tangan Rizka, "Devano pamit dulu, Tan. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Devano berjalan menuju motor sport-nya yang terparkir di pekarangan rumah Vania. Cowok itu mendongak menatap jendela kamar Vania yang berada di lantai dua.
Devano menghela napas berat sebelum melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah Vania. Devano terus meyakinkan dirinya kalau rencananya tidak gagal.
Ia akan terus berusaha.
🌼🌼🌼
Siapa cewek yang meluk Devano?
Ayo komen biar aku cepet update, wkwk
Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Teen FictionCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...