BAB 17

6.7K 549 2
                                    

"Ehem."

Devano dan Devandra menoleh ke seseorang yang berdehem cukup keras. "Kenapa kalian akrab banget?" Budi menunjuk Devano dan Devandra bergantian.

Devandra melepaskan rangkulannya lalu berdehem. "Gue sama Devano-"

"Temenan," potong Devano cepat.

"Devano sama gue-"

"Musuhan."

"Devano itu-"

"Ganteng," potong Devano lagi.

"Gue-"

"Jelek banget."

Devandra mendelik sedangkan cowok yang berdiri di sampingnya itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Berpura-pura jika baru saja bukan ia yang mengatakannya.

Devano melirik Devandra yang masih menatapnya tajam. "Hehe," kekeh cowok itu.

Anak buahnya menatap Devano dan Devandra bergantian dengan wajah datar sebelum ucapan Devandra selanjutnya membuat mulut mereka terbuka lebar.

"Devano saudara kembar gue," ucap Devandra cepat agar Devano tidak dapat memotong ucapannya lagi.

"Apa?! Saudara kembar?!"

Devano mendelik ke arah Devandra yang nyengir tanpa dosa. Devandra berdehem untuk membuat raut wajahnya kembali datar. Ia lalu menunjuk satu persatu temannya.

"Kalo lo semua nyebarin fakta ini ke semua orang, lo semua mati di tangan gue." Devano menoleh ke arah Devandra. "Itu yang mau lo omongin kan Ndra?"

Devandra memutar bola matanya malas. "Lo semua dengerin apa yang dibilang Devano kan? Itu yang baru mau gue omongin. Lo semua ngerti?"

Devano menahan tawanya melihat mereka teman-teman Devandra yang mengangguk masih dengan mulut tenganga.

"Jaga rahasia ini baik-baik, oke?" ucap Devano.

Mereka menoleh ke arah Devano dan mengangguk masih dengan mulut terbuka. Mereka terdiam tak bisa berkata-kata karena masih terkejut.

Sungguh, Devano sudah tidak bisa menahan tawanya. Tawa cowok itu berderai. "Ndra, muka temen-temen lo tolong dikondisikan."

Devandra menggebrak meja di sebelahnya.

Brak

"Lo semua ngerti?"

"I-iya bos ngerti," sahut mereka.

"Jadi, bos kalian ada dua. Gue sama Devano. Turutin semua kata Devano juga. Kalo kalian ngomongin dia lagi kayak dulu-dulu, gue tendang kalian. Gue masih maklum kalo dulu-dulu lo semua belum tau."

Plak

"Aduh!"

Devandra menoleh ke arah Devano yang baru saja menggeplak kepalanya. "Kok lo pukul kepala gue?!"

"Heh, lo pikir lo itu bos mereka?!"

"Tapi mereka yang minta gue jadi bos mereka."

"Nggak, Ndra. Udah lama gue pengen negur lo soal ini. Lo nggak boleh nyuruh-nyuruh orang seenaknya apalagi nganggep temen-temen lo ini anak buah lo."

"Tapi mereka sendiri yang mau jadi anak buah gue."

"Nggak. Hari ini berubah. Lo anggap mereka temen lo, bukan anak buah lo!"

"Tapi Van-"

Devano membenarkan tas yang ada di bahu kirinya, "gue nggak mau ada tapi-tapian. Lo nggak boleh jadiin mereka anak buah lo."

Devano menatap teman-teman Devandra. "Lo semua, hargai Devandra sebagai temen, bukan bos."

Devano melangkah keluar, "gue pergi dulu."

Devandra sedikit terkejut melihat gaya bicara saudaranya yang tegas itu. Tapi, niatnya untuk membawa Devano kesini tidak boleh gagal.

Oleh karena itu, ia mengkode teman-temannya untuk menutup pintu gudang agar Devano tidak bisa keluar. Devano mengernyit lalu menoleh ke belakang.

"Gue susah-susah bawa lo kesini buat racunin otak lo biar nggak belajar terus. Sekali-kali lo harus rasain jadi murid nggak tertib kayak kita-kita. Sekali aja, seterusnya lo boleh jadi anak tertib lagi," ucap Devandra.

Devano menghela napas berat. "Oke," sahut Devano membuat kedua mata Devandra berbinar. "Tapi lo harus turutin permintaan gue."

Devandra menaikkan sebelah alisnya, "apa?"




🌼🌼🌼

Kalo ada waktu luang lagi, aku update deh. Ohh ya, chapter ini buat selingan daripada ceritanya langsung ke konflik, hehe


Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

5-01-2020

Devano✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang