Devano mendengar langkah kaki seseorang yang berjalan. Ia menoleh ke belakang. Seseorang sedang berjalan menghampirinya.
"Tebakan gue ternyata bener lo disini," ucap seseorang itu yang sudah duduk di samping Devano.
Devano terkekeh. "Lo kenapa kesini juga?"
"Sama kayak lo. Menenangkan diri."
Devano tersenyum. Seseorang itu mengeluarkan kotak rokok dari dalam saku celana lalu menyodorkannya pada Devano.
Devano menggeleng. "Gue nggak ngerokok, bro."
Niat cowok yang duduk di sampingnya untuk merokok terurung. Devano menaikkan sebelah alisnya. "Gue mau jaga paru-paru lo dari asap rokok. Gampang, gue bisa ngerokok nanti."
Devano tertawa. "Bisa ae lo sodara kembar."
Devandra terkekeh. "Tapi masih gantengan gue," ucapnya sambil menyisir rambut tebalnya menggunakan tangan.
"Jelas-jelas para cewek di sekolah lebih-"
"Iya. Mereka pada ngefansnya sama lo," dengus Devandra. "Tapi kok gue bingung ya. Kenapa mereka nggak tau kalo kita kembar?"
Devano mendengus. "Muka lo sama gue aja nggak mirip, Ndra. Namanya juga kembar-"
"Nggak identik," lanjut Devandra.
Devano tertawa. "Tumben lo pinter."
Devandra berdecak. "Gini-gini otak gue juga pinter kali."
"Tapi nggak lo gunain."
Devandra mendelik. "Wahh, ni anak mulai ngata-ngatain nih."
Devano terbahak. "Kalem, Ndra. Inget, gue abang lo."
"Beda sepuluh menit juga," decak Devandra. Devandra menatap langit. "Ohh ya, selamat ulang tahun bro. Lupa gue mau ucapin kemarin."
"Selamat ulang tahun juga buat lo," sahut Devano. Cowok itu memukul kepala bagian belakang Devandra. "Lo nggak mau kasih abang lo ini hadiah?"
"Mentang-mentang lo lair duluan, seenaknya mukul ya? Sakit nih pala adek lo," protes Devandra sambil mengusap kepala bagian belakangnya. "Lo juga nggak ngasih hadiah buat gue."
"Gue ngasih ya kemarin hadiah buat lo."
"Paan?"
"Hukuman nyapu itu kan hadiah dari gue," Devano terbahak.
Devandra yang kesal memiting leher Devano dan menjitak gemas kepala saudara kembarnya itu. "Heh, inget Ndra. Gue abang lo," ingat Devano.
Devandra melepaskan Devano. Cowok itu melirik sekilas ke arah Devano yang sedang merenggangkan otot lehernya. "Lo nggak minta hadiah sama bokap?"
Devano tersenyum kecut. "Minta hadiah dari pemilik sekolahan sama dengan minta sumbangan dong?"
"Van, dia bokap lo juga." Devandra kembali menatap langit. "Gue masih heran, kenapa lo nggak mau satu sekolah tau kalo lo juga anaknya Ayah?"
Devano menghela napas. "Gue nggak mau semua orang mengenal gue karena anak pemilik sekolahan. Gue mau tunjukin prestasi gue."
"Beda banget ya sama gue. Lo ketua OSIS sedangkan gue ketua gerombolan tukang rusuh yang sukanya bolos sama berantem. Gue nggak bisa banggain bokap kayak lo, Van."
Devano mendengus.
Apa ayahnya itu pernah melihatnya atau setidaknya meliriknya sekali saja?
Semua prestasi yang ia dapatkan juga tidak membuat ayahnya itu menganggapnya ada.
🌼🌼🌼
Yuk lanjut baca chapter 9, hehe
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara☺
![](https://img.wattpad.com/cover/207908308-288-k452141.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Novela JuvenilCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...