Devandra melirik spion di sebelah kiri untuk melihat wajah Vania yang sedang duduk di boncengan motornya.
Setelah menjemput Vania di rumahnya, mereka langsung berangkat ke suatu tempat.
Senyum Devandra muncul di balik helm full face yang dipakainya ketika kedua matanya menangkap senyum Vania. Rasanya begitu menenangkan melihat senyum cewek itu.
Motor Devandra berhenti di depan sebuah kafe milik adik Ayahnya, Heru. "Turun, Van. Kita udah sampe."
Vania mengernyitkan dahinya bingung. "Kenapa kita ke kafe, sih? Kan katanya mau menjalankan rencana kita."
"Emang iya," jawab Devandra.
"Kenapa ke kafe? Kamu mau makan dulu? Apa jangan-jangan kamu mau ngajak aku kencan?" tebak Vania percaya diri.
Devandra terbahak, "lo mau kencan sama gue? Ayuk deh!"
Vania memukul punggung Devandra lumayan keras. "Ish, nggak!"
"Awh, sakit tau!" gerutu Devandra sambil mengusap punggungnya. "Turun dulu makanya. Nanti gue jelasin kalo udah duduk di dalam kafe."
Vania menurut. Cewek itu turun dari motor sport Devandra dan disusul cowok itu. Kedua tangan Devandra terulur ke bawah dagu Vania.
Vania yang terkejut masih diam diposisi yang sama. Berdiri dengan kedua tangan yang berada di samping tangan Devandra yang sedang membuka pengait helm yang dipakainya.
Iya, tiba-tiba saja Devandra bersikap seperti itu. Padahal Vania bisa sendiri membuka pengait helm yang dipakainya.
Setelah melepaskan helm dari kepala Vania, Devandra baru melepas helm yang dipakainya. Devandra menoleh ke arah Vania yang bertanya, "kenapa?"
"Kenapa apanya?" Devandra malah balik nanya.
"Aku bisa buka sendiri pengait helmnya."
Devandra baru tersadar apa yang dilakukannya beberapa detik yang lalu. Sungguh, tangan Devandra reflek membuka pengait helm yang dipakai Vania.
Devandra gelagapan. "Emm...ehh, ayo kita masuk aja," ucapnya mengalihkan pembicaraan.
Ting!
Suara khas pintu kafe terdengar ketika Devandra mendorong pintu. Cowok itu masuk ke dalam kafe disusul Vania.
Mereka duduk berhadapan di kursi dekat jendela yang menampilkan pemandangan di luar kafe. Devandra mulai berbicara, "di sini tempat Devano kerja sambilan."
Vania mengernyitkan dahinya bingung. "Kerja?"
"Iya, Devano nyanyi di kafe ini setiap hari sepulang sekolah. Dia-"
"Emang sekolahnya setiap hari? Sabtu sama Minggu juga sekolah?" tanya Vania dengan wajah polosnya.
"Ya nggak sekolah lah!" balas Devandra sewot.
"Sabtu sama Minggu berarti enggak ke sini?"
Devandra berdecak, "Sabtu Minggu Devano juga ke sini."
"Kamu bilang, setiap hari sepulang sekolah Pano langsung ke sini. Hari Sabtu sama Minggu kan nggak sekolah, jadi dia nggak kesini dong. Kamu gimana sih?!"
Nah loh, si Vania malah yang marah-marah.
"Devano ke sini juga, Vaniaaa," ucap Devandra gemas. Capek emang lama-lama ngobrol sama Vania. "Devano ke sini setelah ngajar les privat gitar."
"Ohh, bilang dong dari tadi," balas Vania enteng.
"Gue lagi mau cerita, ehh lo keburu nanya tadi!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Teen FictionCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...