"Pagi, pagi, pagi!" seru Dimas sembari berjalan ke arah sahabatnya yang terlihat murung. Cowok itu sedih melihat Devano yang tidak ceria seperti biasanya.
"Heh, datar banget muka lo. Sok cool lo!" Dimas terkekeh pelan.
Yaa, memang sudah seminggu ini Devano jarang menampilkan senyumnya yang bisa membuat para perempuan melting. Cowok itu juga jarang berbicara.
"Kacang sekarang mahal lho, Van. Lo tau nggak?" dengus Dimas karena merasa dicuekin oleh sahabatnya itu. Dimas menghela napas. "Gue bawa bubur tanpa kacang kedelai kesukaan lo nih. Gue suapin ya?"
Devano membalikkan tubuhnya, memunggungi Dimas. "Gue bukan anak kecil yang harus disuapin, Dim."
"Ahh lo gitu aja baper," ledek Dimas berusaha membuat sahabatnya itu tersenyum, lagi.
Ceklek
Dimas menoleh ke arah pintu kamar inap Devano yang terbuka. Seseorang yang masuk itu membuatnya mematung. Langkah kaki orang itu menimbulkan suara karena sepatu hak tinggi yang dipakainya.
Seseorang itu tersenyum kepada Dimas. "Bisa tinggalin gue sama Devano?"
Devano menegang mendengar suara lembut cewek itu. Devano langsung beranjak duduk. "Renata?"
Dimas mengangguk cepat dan segera keluar meninggalkan mereka berdua. Renata duduk di tepi ranjang Devano. Tanpa basa-basi, cewek yang menggeraikan rambut panjangnya itu melingkarkan tangannya di leher Devano.
Renata menangis sesenggukan sementara Devano hanya diam. Ia bahkan tidak mengangkat kedua tangannya untuk membalas pelukan cewek itu.
"Apa yang bikin kamu nangis?" tanya Devano dengan nada dinginnya. "Aku nggak perlu kamu kasihanin," ucapnya sambil melepaskan pelukan Renata.
Renata tersentak mendengar nada dingin yang digunakan Devano untuk berbicara padanya. "Bu-bukan gitu maksud aku, Dev. Aku sedih lihat pacar aku sakit."
"Siapa yang lo sebut pacar, haa?!"
Renata menoleh ke belakang. Cewek itu terkejut melihat seseorang yang tak pernah ia lihat sekalipun dekat dengan Devano ketika di sekolah berada di dalam ruang rawat inap pacarnya.
"Ngapain juga masih ketemu ni cewek, Van?!"
"Lo kenapa bisa kesini, sih?! Kalo mau jenguk, nanti. Gue mau bicara berdua sama Devano. Sekarang, lo bisa keluar!" usir Renata.
"Lo siapa ngusir-ngusir gue?" tanya Devandra dengan senyum meremehkan.
"Gue pacarnya Devano," jawab Renata angkuh.
"Oh ya?"
Nada bertanya Devandra itu terdengar begitu menyebalkan di telinga Renata. "Lo!" geram Renata.
Telapak tangan dingin Devano menyentuh punggung tangan Renata membuat cewek itu meredakan amarahnya dan menoleh ke arah Devano. Cowok itu langsung menarik tangannya.
"Dev, suruh Devandra keluar. Aku mau ngomong berdua sama kamu," ucap Renata dengan nada merengek. Melihat Devano yang hanya diam membuat Renata kesal. Cewek itu kembali menatap Devandra tajam. "Lo keluar!"
Devandra mendudukkan dirinya di sofa. "Ogah. Gue nggak mau keluar. Gue nggak mau ninggalin Devano berduaan sama cewek kayak lo!"
Renata mengepalkan kedua tangannya, "maksud lo apa?!"
"Lo-"
Devano memotong ucapan Devandra. "Ndra, lo diem! Biarin Devandra di sini." Renata mengangguk meskipun Devano tidak dapat melihatnya.
"Tuh denger!" Devandra melipat kedua tangannya di depan dada.
Renata memutar kedua bola matanya malas. Cewek itu menggenggam kedua tangan Devano. "Maaf, aku baru bisa jenguk sekarang, Dev. Aku sibuk nyiapin buat kuliahku di luar negri."
"Sibuk nyiapin kuliah apa jalan sama yang lain?"
Renata melirik tajam Devandra sekilas lalu kembali menatap Devano. "Aku mau kuliah di luar negri, Dev," lanjut Renata.
Devano hanya diam dengan ekspresi wajah yang datar. Tidak tersenyum atau bersedih.
"Maaf," isak Renata.
"Dasar drama!"
Pasti kalian sudah tahu siapa yang menyeletuk itu.
"Maaf, aku nggak bisa nemenin kamu disaat seperti ini. Kita nggak bisa bareng-bareng lagi. Aku nggak bisa pacaran hubungan jarak jauh dan aku mau kita put-"
Perhatian ketiga orang yang ada di dalam ruangan tertuju pada suara Dimas dari luar ruangan yang terdengar keras. "Udah gue bilang jangan masuk!"
"Gue mau masuk sebentar aja!"
"Nggak boleh masuk ya nggak boleh! Lo ngerti kan bahasa gue? Apa gue harus pakai bahasa Indonesia, haa?!"
Hmm, btw lo udah pakai bahasa Indonesia, Dim.
Devandra dengan susah payah berdiri dan berjalan ke asal suara. Tepat ketika Devandra kurang dua langkah lagi meraih knop, pintu terbuka dari luar.
Ceklek!
Mata elang Devandra menatap tajam orang yang baru saja membuka pintu ruang rawat inap Devano. Dengan tenaga yang ia miliki, Devandra mencengkram krah kemeja orang itu dengan satu tangan.
"Mau apa lagi lo kesini?!" bentak Devandra di depan wajah orang itu. "Nggak cukup lo bikin Devano sakit hati dengan rebut pacarnya, sekarang lo bikin dia nggak bisa liat, haa?!"
Orang itu sedikit terkejut mendengar ucapan Devandra barusan. "Ma-maksud lo?"
"Devano buta gara-gara temen-temen lo!"
Renata yang penasaran dengan siapa orang itu mendekat. Cewek itu mematung dengan telapak tangan menutup mulutnya yang sedikit terbuka karena terkejut.
"Ri-rian?"
🌼🌼🌼
Selamat membaca bab berikutnya🤗
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Devano✔
Подростковая литератураCOMPLETED Alfian Series 1 Devano Alfian Putra, cowok pintar berwajah tampan. Ia selalu tersenyum hangat sehangat mentari meskipun hatinya sedang berselimut awan mendung. Sampai sebuah kejadian benar-benar membuat senyum di wajahnya menghilang seirin...