Weaknes of attitude becomes weakness of caracter
***
"Lo bego apa cari mati sih Lis?!!" Cowok itu bertanya, langsung nge-gas membuat Lisa kebingungan di buatnya.
"Lah, emangnya kenapa?" tanya Lisa balik.
Dia menghela napas panjang, melirik Lisa yang sedang berjalan membuntuti dirinya di belakang. Tangannya menggenggam pergelangan tangan Lisa untuk mengikuti langkahnya.
"Lo mau mati karena ketahuan Pak Tris kalo lo telat? lo taukan guru itu kalo marah kayak gimana?"
Lisa manggut-manggut sambil membentuk mulutnya leter 'O'.
"Tau kok," kata Lisa.
"Nah, kalo tau kenapa lo berdiri disana tadi? Kalo ketangkep trus dapet hukuman gimana?" tanya Ravan.
Ya. Orang yang menarik tangan Lisa untuk pergi dari depan gerbang sekolah tadi adalah Ravan. Dia juga telat karena kesiangan, dan tidak terduga olehnya Ravan melihat Lisa sedang berdiri sambil menggenggam pagar besi itu. Jarang-jarang gadis itu telat sebelumnya, atau bahkan mungkin saja dia tidak pernah telat?
Kalau Ravan membiarkan Lisa terus berdiri disana bisa-bisa gadis itu mendapatkan amukan serta point pelanggaran dari guru piket. Karena Ravan tau, hari ini adalah Pak Tris yang menjadi guru piket. Mengetahui Lisa datang terlambat sampai lewat jam tujuh, jangan bayangkan seberapa murkanya guru berkepala plontos itu.
Lisa melihat pergelangan tangannya yang terus di genggam Ravan. Dia tidak tau cowok itu ingin membawanya kemana, karena arah Ravan meninggalkan jauh gerbang sekolah.
"Van, kita mau kemana? Bolos?" tanya Lisa, kepalanya tertoleh pada Ravan.
"Emang yakin anak pinter kaya lo mau bolos?" Ravan malah balik bertanya membuat Lisa nyengir karenanya. "Ya nggak maulah... sayang kalo ketinggalan pelajaran, udah kelas 12," balas Lisa.
Ravan diam tak menanggapi. Dia berhenti tepat di belakang gedung sekolah. Melihat Ravan berhenti membuat Lisa juga ikut berhenti, gadis itu mengerutkan dahinya bingung, mengapa Ravan berhenti di sini? Apa yang ingin cowok itu lakukan di belakang gedung sekolah ini?
"Naik Lisa."
Lamunan Lisa terbuyarkan akibat suara Ravan. Kepalanya sedikit tertunduk melihat Ravan sudah memposisikan dirinya berjongkok di hadapan Lisa, membuat kerutan di dahi gadis itu makin bertambah. Kebingungannya makin beertumpuk.
"Buat apa?" tanya Lisa. Sepertinya gadis itu tak mengerti situasi.
"Buru naik Lis," ucap Ravan lagi. Bukan karena dia tidak mau menjawab pertanyaan Lisa, tapi dia takut kalau tiba-tiba saja ada guru piket yang berpatroli dan mendadak lewat sini, karena sering mendapat kabar kalau kebanyakan anak murid yang suka telat sering melewati tembok belakang gedung sekolah dengan cara memanjat tembok tinggi itu untuk menghindari point pelanggaran dan ceramah pencerahan dari guru piket.
Termasuk Ravan. Siswa yang sangat sering telat masuk dan selalu manjat tembok ini.
Tapi beruntungnya, Ravan tidak pernah tertangkap basah sedang manjat tembok ini. Bahkan tidak pernah tau kalau Ravan telat. Strategi yang jitu.
Melihat Lisa masih diam di tempat dan terus menatap bingung kearahnya, membuat Ravan gemas sendiri di buatnya. Gadis itu mengulur waktu saja.
"Ravan!!" pekik Lisa. Dia kaget karena dengan ketidaksiapannya cowok itu sudah mengangkat tubuhnya, menggendong Lisa di punggungnya.
Seolah tak perduli dengan pekikan Lisa. Ravan segera menyuruh Lisa untuk menggapai tembok itu agar gadis itu bisa naik dan lompat. "Buru Lis, cepet lo naik trus lompat."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERALISA (END)
Teen Fiction#Teenfiction series 💔 "Selama nafas ini masih ada, selama darah ini masih mengalir di dalam tubuh, selama jantung ini masih berdetak, dan selama kedua mata ini belum tertutup rapat. Tuhan, aku mohon izinkan aku untuk menatap dirinya yang sedang ter...