46. Lost in the moment

927 63 2
                                    

Manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimiliki, selalu ingin yang lebih baik dari apa yang dimiliki, seolah ada ujung yang mereka sebut sempurna, padahal tidak.

***




    Lisa membuka matanya walau masih teramat berat. Kedua netranya langsung disambut oleh langit-langit ruangan yang berwarna putih. Lisa mengeryit, dirinya sedang berada dimana sekarang?

"Alhamdulillah ... Lo udah sadar Lis, tau gak, gue cemas banget saat nemuin lo pingsan di koridor."

Suara itu membuat Lisa langsung menoleh ke samping kanannya, menemukan Gibran tengah menatapnya dengan pandangan khawatir.

"Lo di UKS," ucap Gibran menjawab keterbingungan Lisa akan tempatnya kini berada. Lalu cowok itu mengambil handuk kecil yang ia letakkan di kening Lisa untuk ia celupkan ke air yang ada didalam baskom kecil. Setelah memeras handuk itu barulah dia kembali meletakkannya dikening Lisa.

"Kayaknya suhu tubuh lo udah agak mendingan, gak sepanas tadi," ungkap Gibran lalu kembali duduk di bangku samping ranjang UKS yang Lisa tempati. Memperhatikan perempuan itu yang hanya diam dengan tatapan menerawang keatas, menatap langit-langit ruangan ini.

"Gibran ...."

"Ya Lisa?"

Lisa menoleh pada Gibran dengan senyuman di bibir mungilnya. "Makasih udah nolongin Lisa,"ucapnya.

Mendengar suara Lisa yang lembut dan terkesan tulus dalam mengungkapkan terimakasih padanya, membuat Gibran tersenyum tipis. "Sama-sama Lis."

"Tapi lain kali kalo lo sakit mending jangan sekolah dulu, lebih baik istirahat di rumah. Jangan di paksain."

"Lisa gak sakit kok, baik malah," jawab Lisa berbohong, membuat Gibran menyipit menatap gadis itu. "Ketahuan banget bohongnya, lo gak pinter bohong Lis."

Lisa menelan salivanya pelan, rupanya Gibran tak mudah dibohongi.  Lagian kenapa penyakitnya harus kambuh dan menyebabkan Lisa pingsan di koridor. Padahal sebisa mungkin Lisa menampilkan sikap baik-baik saja di hadapan semua orang, menutupi penderitaan sakitnya selama ini.

Namun Lisa bisa apa, karena kondisi tubuhnya yang kian hari makin melemah.

"Dengan lo mimisan banyak banget, dan suhu tubuh lo panas. Masih bilang lo gak pa-pa? Jangan bikin orang khawatir, kalo sakit bilang jangan malah bohong."

"Maaf, udah bikin Gibran repot dan khawatir." Lisa memberikan permintaan maafnya kembali pada Gibran. Dibalik selimut, kedua tangannya tak bisa diam, sibuk memilin ujung dasi sekolahnya.

Gibran mengambil sebungkus sari roti rasa coklat yang ia letakkan diatas nakas samping ranjang Lisa. "Ayo makan, gue suapin."

Saat Gibran ingin menyuapi Lisa, pergerakannya harus tertahan karena tangan Lisa mencegahnya. "Gak usah, Ran. Lisa gak lapar. Gibran aja yang makan."

GERALISA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang