33. Pengakuan Iren.

972 70 20
                                    

Jadi pelakor apa salahnya? Kalo itu bisa membuat hubungan kalian retak? Pengennya sih bubar.
-Calista Renza Aryani-

***

"Ih!! Jangan marah kek gitu kenapa, gue merinding nih liat tatapan datar lo. Sumpah! Lo serem banget."

"Udah sampai kan? Kenapa gak turun?" tanyanya sarkastik, membuat Iren mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

"Lo terpaksa? Lo marah? Jangan gitu ih, bantu orang kan dapet pahala. Dosa tau, nolong orang gak ikhlas," cerocos Iren panjang lebar.

"Gak turun?" Masih pertanyaan yang sama ia ajukan pada Iren. Menoleh ke samping kirinya dengan tatapan datar.

Sumpah!!! Ngeselin banget, giliran sama Lisa aja gak kaya gini. Emang tuh cewek! Ih! Geram gue sama dia.

"Oke gue turun!! Makasih tumpangan gak ikhlasnya!"

Blam!

Iren membanting pintu mobil itu kesal. Dia ingin rasanya menimpuk sebuah benda yang mampu membuat ekspresi itu berubah, tak terus datar seperti itu. Iren jengkel!! Apalagi merasakan aura dingin di sekitarnya saat dirinya berada di dalam mobil saat perjalan pulang bersama Gerald. Karena paksaan darinya lewat pesan LINE dan terus-menerus menelfon ke nomor cowok itu, membuat Gerald terusik.

Kalau belum di turuti, Iren akan terus menggencarkan tindakannya.

Dari dalam mobilnya, Gerald melihat semua sikap Iren yang nampak kesal dengannya. Namun dia tak peduli, sama sekali. Suruh siapa mengusik dirinya dan memaksanya untuk menjemput Iren. Setelah perempuan itu menghabiskan waktu weekend bersama teman-temannya dengan mengobrol, dan menikmati makanan serta minuman di cafe langganannya.

Ya karena terpaksa, sikap acuhlah yang ia tampakkan pada Iren. Walau nampak cuek dan seakan tak perduli pada Iren, tapi ketahuilah, ia tak bisa berlaku seperti itu karena Iren adalah teman masa kecilnya yang dulu sering bermain bersama. Apalagi mengingat semua jasa keluarga Iren pada keluarganya.

Saat ingin menyalakan mesin mobilnya kembali, matanya tak sengaja melihat Iren dengan air mata yang sudah mengalir deras turun dari matanya, berjalan kearah mobil Gerald dan menggedor pintunya, menyuruh cowok itu turun.

"Rald!! Tuurunnn!!! Gue mau ngomong sama lo!!" Ucapnya, masih menggedor pintu mobil berwarna hitam itu.

"GERALD!!! TOLONG TURUN DULU!!! GUE MAU NGOMONG SAMA LO!!! PLISSSS... INI PENTING!!!" mohon Iren lagi.

Menghela napas kasar dan memutar bola mata malas, Gerald turun dari mobilnya. Berhadapan dengan Iren dengan kedua mata perempuan itu memerah akibat menangis, menatap kearahnya.

"Kenapa?"

Iren terisak. Bulir air mata itu mengalir deras dari pipinya. Hanya karena melihat tatapan itu yang membuatnya kecewa dan... sedikit ada rasa sakit di hatinya.

"TATAP MATA GUE!!" perintahnya.

"TATAP MATA GUE, RALD!!" teriaknya dengan suara yang serak dan bergetar hebat.

Sikap Iren sungguh membingungkan. Tadi gadis itu sangat cerewet dan terus berceloteh di dalam mobil untuk mengajak Gerald mengobrol dengannya, walau setiap ucapan di jawab singkat oleh cowok itu. Tapi sekarang? Terlihat oleh matanya dan di hadapannya pula Iren sedang menangis dan menyuruh Gerald menatapnya, padahal kedua mata cowok itu sudah mengarah sepenuhnya pada Iren.

GERALISA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang