Setibanya Renaya dipintu gerbang tempat tinggalnya. Langkah kakinya terlihat gontai tak bersemangat dan raut wajah pun menyiratkan kesedihan.
Hati Renaya masih mengingat kejadian di kantin tadi, sahabatnya Evita yang selama ini selalu bersama kini setiap hari menghindari kehadirannya setelah pernyataan dari mulutnya yang mengatakan "Jaka selingkuh dengan Sefia" terlontar.
Sebuah mobil yang jarang terparkir di dalam garasi rumah itu menjadi pusat perhatian Renaya saat ini.
"Papa pulang" gumamnya sembari mempercepat langkah kaki yang tadinya gontai kini berubah semangat memarkirkan sepeda kesayangannya itu ke dalam parkiran rumah lalu berlari menuju pintu utama.
Sebuah ketukan di lemparkan ke pintu kayu berwarna coklat kemerahan itu. Namun, tak mendapat balasan apapun dari dalam rumah. Lalu tangannya menurunkan knop pintu tersebut matanya mencari-cari setelah pintu setengan terbuka. Sepi. Tak ada siapa-siapa yang dia temukan di dalam ruang tamu itu.
"Bik Sumi! Papa udah pulang kan? Papa dimana? Kok gak ada di Ruang tamu? Di meja kerja juga gak ada. Papa dimana bik?" Bik Sumi di todong dengan sejuta pertanyaan dari Renaya yang masih berpakaian seragam yang lengkap dengan tas biru mudanya masih setia menggelantung di bahu.
"Eeh non Naya udah pulang" sahut bik Sumi tersenyum melihat perempuan yang selalu memaksa bik Sumi untuk di bantu meskipun Sumi selalu menolak dan berusaha menghentikannya. Namun, tetap saja gadis yang di hadapannya ini tetap bersikukuh dengan kemauannya dan tidak bisa di tolak.
"Bik Sumi.. Papa mana bik? Naya nanya Papa lho sama bik Sumi?" sahut Naya memelas menginginkan pertanyaannya segera terjawab
"Tuan Bima sedang keluar Non. Katanya mau bertemu sahabatnya" ucap Sumi membuat raut wajah Naya menampilkan rasa kecewanya.
"Oh gitu ya bik, yaudah deh Naya ke kamar dulu ya" balas Renaya tak bersemangat dengan suara yang datar
"Habis ganti pakaian, non Naya langsung turun ya, bibik udah masak makanan kesukaan kamu" Sumi mencoba menciptakan senyuman di wajah Naya yang sedih.
"Beneran bik? Bibik masak pergedel hari ini?" seru Renaya yang tiba-tiba semangat mendengar makan kesukaan dari bik Sumi
"Bener dong non! Makanya cepetan gih ganti pakaian dulu" kata bik Sumi semangat melihat keceriaan kembali hadir di wajah Renaya.
"Okay bik Sumiku sayang" sahut Renaya sembari memeluk Sumi dengan erat sampai-sampai Sumi susah menemukan oksigen. Sebelum kakinya beranjak dari dapur tak lupa sebuah cubitan Naya daratkan ke wajah bik Sumi yang baru saja menghirup udara.
Belum sempat Renaya mengganti pakaian seragam sekolahnya sebuah dering yang sangat familiar di telinganya berbunyi. Telepon genggam yang berada di atas nakas segera Naya rebut dan kini sudah berada di atas telapak tangannya. Sebuah pesan dari seseorang. Membuat Naya mengajak jemarinya untuk mulai berdansa diatas keyword di layar android miliknya itu.
Sebuah senyuman terbentang di pipi Raffa. Gak tau kenapa ada perasaan bahagia sampai membuatnya tersenyum-senyum sendiri membaca ulang balasan Naya itu.
Raffa merasa berhasil membuat gadis yang bernama Renaya itu salah tingkah atau bahkan deg-degan membalas pesan darinya. Mungkin juga keduanya.
Tak membutuhkan waktu yang lama bagi Renaya untuk mengganti pakaian, mencuci kaki dan kedua tanggannya kemudian langsung bergegas menuju ruang makan untuk mencicipi makanan kesukaannya yang sudah dibuatkan Bik Sumi.
Wajah sedih dan hatinya yang kecewa bisa berubah dengan cepat setelah menyantap pergedel kesukaannya itu. Bik Sumi seperti tau aja hati Naya hari ini sedang tidak baik pikir Naya dalam hati dan terus menikmati makanan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Tujuh Cheers (TELAH TERBIT)
Teen Fiction[SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA] Sejak berumur 5 tahun aku selalu mengimpikan mendapat karangan bunga pada hari ulang tahunku, karangan bunga mawar merah dengan jumlah tangkai sebanyak usiaku dan di ikat dengan pita warna biru muda. Dan didalamnya ters...