Part 79

73 7 0
                                    

Setelah menyelesaikan makan malamku, aku teringat dengan koran yang masih berada di sepeda. Lalu aku bergegas menghampiri sepedaku yang terparkir di parkiran. Di dalam kamar tepatnya di atas tempat tidur aku mulai membuka koran tersebut. Aku berteriak kegirangan setelah melihat halaman yang berisi cerpen-cerpen dan beberapa puisi.

YEEEEEAAYY

Puisi yang berjudul Ibuku itu berhasil membuat aku tersenyum sumringah. Itu adalah puisi yang kami kirim bersama kak Ken di toko buku minggu lalu. Puisi yang berjudul 'Ibuku' itu adalah puisi karya kak Ken. Aku turut bahagia melihat puisinya di terbitkan di koran edisi akhir pekan ini. meskipun puisiku tidak di terbitkan. Namun aku sangat bahagia melihat puisi kak Ken berhasil di terima.

          Ini akan menjadi kabar bahagia yang akan aku sampaikan besok kepada kak Ken di sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini akan menjadi kabar bahagia yang akan aku sampaikan besok kepada kak Ken di sekolah. Lalu aku menelungkupkan tubuhku, melipat kedua tanganku di atas tempat tidur dan mulai membaca puisi tersebut.

IBUKU

Perempuan pertama yang hadir dalam hidupku Adalah ibuku

Inginku engkau selalu hadir di pagiku, siangku dan malamku di bumi ini

Sebab cintamu telah membuatku candu setiap hari

Keringat dan air mata yang terjatuh

Takkan mampu ku balas dengan apapun di bumi ini

Saat terakhir kali aku menangis di pelukanmu

Kasih sayangmu mampu meredakan segala resahku

Kini engkau telah pergi jauh bertemu sang pencipta

Usahaku akan selalu terlaksana menunaikan keinginan terakhirmu

Bila sang pencipta telah berkenan mengambil diri dan jiwamu

Mohonkan lah sebuah permintaan

Agar kelak kita di pertemukan di rumah sang pencipta di hari kelak

Goresan tangan Ken

Tanpa ku sadari air mata kini menghujani kedua pipiku. Puisi ini benar-benar menyentuh relung hatiku yang terdalam. Aku mampu memaknai setiap kalimat yang tertulis di dalamnya. Kak Ken benar-benar piawai dalam membuat puisi. Tentu saja, dia terpilih menjadi ketua ekskul jurnalistik atas kepiawaiannya dalam menciptakan sebuah puisi.

***

"Pagi kak! Kak Ken ada di kelas gak?" tanyaku kepada seorang penghuni kelas XII IPS 1

"Ken belum datang tuh" jawabnya yang membuatku sedikit kecewa

Aku berdiri di samping pintu kelas kak Ken menunggunya datang. Lalu bel berbunyi dan aku berjalan menuju kelasku dengan gulungan koran yang ada di genggamanku. Nanti jam istirahat aja deh gumamku dalam hati. Dan bergegas beranjak dari kelas cowok yang selalu mampu membuatku tenang saat hatiku di kepung berbagai masalah.

Pada saat bel berbunyi aku meninggalkan Sweet Squad di kelas dan tidak ikut mereka untuk jajan di kantin pak Ucup. Sampai-sampai aku lupa untuk mencari daun kering di dalam laciku. Karna ingin segera menunjukkan puisi kak Ken yang di terbitkan di koran yang saat ini sedang aku genggam erat.

"Nay mau kemana?" teriak Elsa yang melihatku terburu-buru keluar dari kelas.

"Aku ada urusan!" sahutku dan berlari

"Gak ikut kita ke kantin" kata Ridan seraya menarik tanganku

"Kalian aja ya! Gak apa-apa kan" balasku dan beranjak pergi

Aku berjalan dengan langkah kaki yang cepat. Kelas kak Ken menjadi tujuanku saat ini. Aku tidak sabar untuk menunjukkan puisinya yang di terbitkan semalam. Dan beberapa pertanyaan yang ingin aku tau jawabannya dari dia.

"Maaf kak aku mau nanya, kak Ken ada di dalam kelas gak?" tanyaku kepada seorang perempuan berkacamata yang baru saja keluar dari kelas itu

"Ken hari ini gak masuk sekolah" katanya

Kaki ku teras lemas mendengar informasi dari kaka kelas itu. Senyumku sedari malam tadi kini berubah menjadi sedih tak bisa bertemu kak Ken hari ini dan memberitahu kabar bahagia ini. lima menit setelah berfikir di dekat kelasnya, kini otakku memerintahkan kedua kaki ku untuk pergi meninggalkan kelas itu.

Aku berjalan dengan gontai dan kehilangan semangat. Koran yang ku genggam tak bisa ku tunjukkan kepada kak Ken. Entah kenapa hari ini dia tidak masuk ke sekolah, tidak seperti biasanya yang hampir tidak pernah absen sekalipun sedang flu, batuk dan lainnya.

Pada saat aku berjalan melewati lapangan seseorang menepuk pundakku dari belakang. Tanpa aba-aba kepalaku menoleh ke belakang. Si cowok tampan seantero sekolah sedang berdiri tepat di belakangku dengan sebuah gitar yang berada di dekapannya.

 Si cowok tampan seantero sekolah sedang berdiri tepat di belakangku dengan sebuah gitar yang berada di dekapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Satu Tujuh Cheers (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang