"Pria ini bukan dari kalangan orang kaya" jawab Bima menunjuk pria yang ada di foto tersebut.
"Tapi mereka kan hidup bahagia dan saling menyayangi Pa? Kenapa harus di pisahkan" tegas Renaya
Bima menatap Renaya dengan sangat dalam, air matanya kini menghujani kedua pipinya. Tak berselang lama Bima menarik bahu Naya dan memeluknya dengan tangisan yang tersedu-sedu.
Membuat Naya semakin ikut merasakan kesedihan kisah pasangan itu yang sangat menyayat hati. Namun masih belum mengerti hubungan mereka dengan Papa Bima.
"Naya sayang mereka adalah orangtua kamu" lirih Bima dengan mendekap erat Putri yang diangkatnya sejak lahir itu dengan sangat kuat dan tidak sanggup melihat wajah Renaya saat mengucapkan pernyataan itu.
Tangisan Naya semakin menjadi-jadi saat mendengar kata 'orangtua' dari mulut papa Bima. Luka baru di hatinya mulai tumbuh saat mengetahui kisah orangtuanya yang sebenarnya itu belum pergi menghadap sang pencipta.
Ini sebabnya Renaya tidak pernah di ajak melihat makam ayah dan ibunya meski berkali-kali Naya mencoba mengajak Bima, karena sesungguhnya orangtuanya masih hidup. Mereka terpaksa berpisah karna Kakek dan Neneknya tidak menerima kehadiran ayahnya itu.
Naya melepas pelukan Bima dan melihat pria yang selama ini sudah memberikannya kasih sayang yang berlimpah "Papaaa, Naya mau ketemu mereka" lirihnya dengan suara bergetar di barengi dengan tangisan yang meluap membuat dada Bima terasa perih mendengarnya.
"Maafin Papa sayang! Papa belum bisa menyatukan kalian kembali seperti janji Papa dulu" sahut Bima sembari memeluk tubuh yang sudah terkulai lemah itu
"Tolong bantu Naya bertemu dengan mereka Pa, Naya rindu mereka! Naya pengen di peluk sama mereka seperti ini" sahut Naya terbata-bata dan menangis sesunggukan di pelukan pria yang sudah menyelamatkannya sehingga sampai hari ini dia tidak di antar ke panti asuhan.
"Papa janji sayang, secepatnya Papa akan cari tahu keberadaan Mama di mana" balas Bima mengelus kepala putri Arianti seorang perempuan yang pernah membuatnya jatuh hati beberapa tahun yang lalu.
"Kamu jangan menangis lagi, kamu percaya kan sama Papa?. Papa akan menemukan Mama dan Papa kandung Naya" kata Bima menatap wajah Naya dan menggenggam erat kedua pundaknya itu
"Naya percaya sama Papa" katanya dengan Air mata yang masih menghujani pipinya.
Kisah kedua orangtuaku yang baru saja aku ketahui dari Papa Bima membuatku sadar dan mengetahui alasan sebenarnya mengapa Mama Mary begitu membenci diriku.
Meskipun Arianti adalah adik kandungnya tetapi Mary membenci pilihan adiknya itu yang lebih memilih hidup dengan pria tanpa restu orangtuanya. Kini ayah dan ibu mereka di bayangi dengan kesedihan akibat sudah bertahun-tahun tidak pernah melihat putri bungsunya dan tidak mendapat kabar apapun lagi dari adiknya yang tinggal di luar negeri.
Malam ini aku bersimpuh di sudut tempat tidur dengan kedua foto yang aku minta dari Papa Bima untuk ku simpan sendiri. Aku tau bagaimana sakit hati kedua orangtuaku sampai saat ini.
"Aku kangen mama" lirihku menatap senyuman perempuan yang begitu lembut itu, "Mama dan Papa juga kangen kan sama Naya" hiks hiks hiks. "Ini Naya Ma, Pa putri kalian" lirihku tersendat-sendat dengan tangisan yang tersedu-sedu tak mampu ku hentikan.
Dadaku terasa sakit. Teramat sakit menatap foto itu. Lagi-lagi air mataku bergulir di pipiku entah sudah berapa banyak air mata yang kujatuhkan hari ini. sampai-sampai tubuhku terhuyung lemas di atas tempat tidur dengan memeluk foto mereka di dalam dekapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Tujuh Cheers (TELAH TERBIT)
Novela Juvenil[SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA] Sejak berumur 5 tahun aku selalu mengimpikan mendapat karangan bunga pada hari ulang tahunku, karangan bunga mawar merah dengan jumlah tangkai sebanyak usiaku dan di ikat dengan pita warna biru muda. Dan didalamnya ters...